Suasana bioskop cukup ramai, wajar saja karena hari ini adalah weekend. Ditambah lagi hari ini ada film animasi yang ikut nangkring di jajaran film yang diputar. Jadilah banyak orang tua yang turut serta membawa anak mereka untuk menghabiskan akhir pekan dengan nonton film. Termasuk Rahel yang sudah duduk manis di dekat pintu theater. Dia sedang menunggu Pandu membeli berondong manis (*popcorn*) dan cola untuk menemani mereka menonton film. Mereka berencana menonton film action. Sebenarnya ini saran dari Pandu, dan untungnya Rahel bukanlah tipe cewek yang mempermasalahkan genre film. Dia bisa menonton genre apapun tanpa kebingungan dan banyak tanya ketika film sedang berlangsung.
"Kamu ada mau yang lain lagi?" tanya Pandu yang datang dengan sebuket besar popcorn dan dua gelas besar cola.
Rahel menggeleng sembari tersenyum, Pandu duduk di sebelahnya sembari menunggu pintu theater yang sebentar lagi akan dibuka. Mereka mengobrolkan hal-hal yang ringan seperti masalah sekolah, film yang akan mereka tonton dan lain-lain.
Suara ponsel Pandu berbunyi, cowok itu merogoh saku dan memandangi layar ponsel lalu menolak panggilan itu. Rahel yang melihatnya langsung mengerutkan kening.
"Kenapa nggak diangkat aja?"
"Biarin, nomor nggak dikenal kok." Jawab Pandu sembari menggelengkan kepala.
"Oh, gitu..."
Pengumuman mengenai pintu masuk theater mereka sudah diumumkan. Beberapa penonton yang akan memasuki theater yang sama mulai menyesaki pintu masuk theater. Setelah antri, tak berapa lama mereka sudah duduk nyaman di tempat duduk mereka.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Rahel bukanlah tipe cewek yang doyan menanyai cowoknya mengenai film dari A sampai Z sampai-sampai sang pacar tidak bisa konsen nonton film. Rahel juga termasuk penikmat film, mereka berdua nonton dengan tenang. Hanya sesekali berdiskusi lewat bisikan, makan popcorn atau sedikit senggol-senggolan tangan.
Lagi-lagi ponsel Pandu bergetar-getar minta diperhatikan. Cowok itu merogoh ponsel dari saku dan buru-buru menolak panggilan itu. Melihat itu Rahel agak sedikit terganggu dicampur penasaran. Bukan apa, itu karena sudah berkali-kali telepon itu masuk ke ponsel Pandu. Rahel sudah menyuruh Pandu menerima telepon itu, atau mematikan benda itu sama sekali, namun cowok itu hanya tersenyum sembari menggeleng.
Akhirnya setelah bertelepon-telepon datang, seakan tidak akan berhenti datang sebelum Pandu menjawab. Pandu menyerah dan memilih untuk menerima telepon itu.
"Aku terima telepon bentar ya."
Dan meski pun berkali-kali Rahel menanyakan siapa yang menelepon Pandu. Pandu hanya menjawab Rahel dengan senyuman tipis.
Pandu, lagi-lagi sedang menerima telepon ketika Rahel menunggu di depan bioskop. Menyaksikan pasangan-pasangan berlalu-lalang di dalam mall. Mata Rahel tak sengaja melihat sebuah pengumuman yang tertulis di pintu kaca bioskop. Pengumuman yang menyatakan bahwa bioskop sedang memerlukan pegawai. Dan kualifikasinya sesuai dengan Rahel. Mereka juga memiliki shift yang bisa disesuaikan. Dengan cepat Rahel mengambil foto pengumuman itu dengan ponselnya sebelum Pandu melihatnya.
Dia harus mendapatkan pekerjaan ini. Harus!
***
Wikan baru saja berhasil mengerjakan soal fisika rumit yang bahkan Rahel saja kesulitan mengerjakan. Hal itu membuat Rahel sadar kenapa Wikan berhasil memenangkan olimpiade. Dan yang masih menjadi misteri bagi Rahel adalah kenapa Wikan dulu bermalas-malasan di tahun-tahun sebelumnya. Semenjak bertemu Rahel, Wikan berubah menjadi 'terobesi' untuk menang. Yah, bukannya Rahel geer, tapi dia hanya melihat kenyataan saja. Dia Cuma penasaran dengan alasan dari semua hal itu. Alasan kenapa dulu Wikan malas, alasan kenapa sekarang Wikan tidak sama lagi seperti dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival in Love
Fiksi RemajaRahel Davinia adalah murid SMA yang terkenal pintar karena berhasil mendapat juara umum sekolah 4 kali berturut-turut. Meski pun begitu Rahel tak pernah merasa sombong. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Wikan Admiraharja si juara olimpiade sains, y...