Pukul 10.45 anak-anak IPA I sudah berkumpul dengan tertib di dalam laboratorium sembari menunggu Pak Yosef masuk. Begitu juga Rahel yang mencoba untuk duduk sejauh mungkin dari Wikan. Dia tidak akan membiarkan sejengkal kesempatan pun bagi Wikan untuk mengerjainya lagi. Cowok itu juga kelihatannya cuek-cuek saja memainkan gunting bedah di tangan. Jadi, Rahel tak perlu banyak khawatir tiba-tiba Wikan akan menoleh dan mengedipkan matanya lalu membuat Rahel antara marah dan bahagia... hmm, okay, lupakan.
"Baiklah, silahkan buka modul kalian halaman 31," perintah Pak Yosef setelah memasuki laboratorium. "Seperti yang kalian lihat, hari ini kita praktikum mengenai anatomi. Ada lima bahan, kita akan membedakan anatomi dari masing-masing kelas vertebrata. Karena keterbatasan bahan, bapak akan membagi bahan perkelompok. Kalian dipersilahkan berkeliling ke kelompok lain untuk mengamati anatomi bahan yang tidak kalian amati. Baik, untuk kelompok satu..."
Wikan mengedipkan mata beberapa kali saat mendengar bahwa kelompok mereka akan mendapat Rana (katak) untuk dibedah. Wikan tidak akan pernah sanggup jika harus di hadapkan dengan hewan yang satu itu. Kulitnya kasar tapi berlendir, mereka melompat dan yang paling parah adalah pernah mengompoli wajah Wikan. Itulah yang membuat cowok itu phobia. Segala kemisteriusan dan ke antisosial-an yang selama ini dia tunjukkan akan menjadi banyolan seketika saat Wikan melompat geli karena melihat katak. Yah, hanya dengan melihatnya saja dari jarak dekat. Jika dari jarak jauh, dia hanya cukup merasa merinding. Sehoror itu katak bagi Wikan.
Rahel menerima katak betina berukuran besar dengan gagah berani (di mata Wikan) dari meja guru ke kelompok mereka. Katak itu dibikin pingsan dengan kloroform, tapi tetap saja berbahaya di mata Wikan.
Dengan santai, Rahel meletakkan katak itu ke baki beda. Ada satu yang tidak dia sadari, bahwa Rahel lupa ia berdiri di sebelah Wikan. Terlalu jauh jika ia harus ke ujung sedangkan baki bedah ada di depan Wikan. Rahel menoleh menatap cowok itu, namun Wikan ternyata sedang memperhatikan instruksi Pak Yosef mengenai cara pembedahan yang benar.
Wikan lebih tinggi daripada Rahel, jadi ia melihat wajah Wikan dari sudut pandang dimana bisa melihat dagu Wikan yang tajam, hidungnya yang mancung dan bulu mata dan alis yang tebal. For god sake, kenapa ia baru sadar bahwa Wikan punya fitur-fitur itu? apa selama ini Rahel terlalu silau karena wajah nyaris sempurna Pandu jadi ia tidak sadar bahwa Wikan juga tampan. Wikan tampan dengan cara dia sendiri, dan hanya seseorang yang tahu daya tarik cowok ini yang bisa melihatnya.
Hmm, ya, ya....
Tunggu dulu?
Apa barusan yang dia pikirkan?
Wikan tampan?
"Puih, puih..." Rahel meludah-ludah beberapa kali seakan-kata itu keluar dari mulutnya langsung.
"Kamu kenapa Hel?" tanya Mona yang melirik Rahel dari punggung Wikan.
"Nggak kok, cuma ke makan rambut." Rahel cengengesan.
Matanya lagi-lagi memandang ke arah Wikan, sambil berkata dalam hati 'ingat yang jelek-jeleknya aja, Hel.' Ya. Cowok ini, sudah membuat Rahel menjadi seperti orang bodoh, memikirkan cowok ini semalaman dan membuat dia mengaharapkan sesuatu yang semestinya haram untuk diharapkan. Wikan harus diberi pelajaran.
Rahel mengamati keadaan di sekitar sembari memikirkan cara yang tepat untuk memberikan Wikan pelajaran yang tepat. Dan, AHA! Katak pingsan itu bagai sebuah pencerahan di kepala Rahel. Benar juga, Wikan 'kan takut pada katak?
Tangan Rahel mencengkram katak berukuran besar berwarna cokelat dan berbintik hitam itu tanpa rasa takut. Wikan mengetahui hal itu dan mengantisipasi apa yang akan di lakukan Rahel. Seketika itu, Wikan merasa ada bencana yang akan segera datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival in Love
Teen FictionRahel Davinia adalah murid SMA yang terkenal pintar karena berhasil mendapat juara umum sekolah 4 kali berturut-turut. Meski pun begitu Rahel tak pernah merasa sombong. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Wikan Admiraharja si juara olimpiade sains, y...