Page 28

3.9K 207 72
                                    

“Lho anda siapa?”

    Rahel memperhatikan penuh wanita paruh baya yang memakai daster dan rambut beruban di cepol di sebelahnya. Bukankah Wikan bilang dia sendirian di rumah? Lantas siapa Ibu ini? apa tetangga Wikan mendengar teriakan Rahel tadi dan langsung ke sini. Lantas kenapa si Ibu ini memanggil dirinya dan Wikan dengan sebutan ‘Den’ dan ‘Non’? Terlebih lagi si Ibu ini tahu namanya. Atau jangan-jangan?

     “Saya ART disini? Nama saya Bi Minah yang biasa ngurusin Den Wikan.”

    Sial! Jangan bilang bahwa baru saja dia dibohongi oleh Wikan. Dasar cowok ini, kalau tidak sakit saja, pasti Rahel sudah mencekik leher Wikan sampai cowok itu... yah, tentu Rahel tidak akan sekejam itu. Tapi, tetap saja...

     “Bukannya Wikan bilang ART-nya lagi pada pulang kampung, jadi nggak ada yang nemenin?” tanya Rahel berusaha untuk tenang.

    Bi Minah tersenyum sembali melimbai tangan di depan wajah. “Oh, itu akal-akalan Den Wikan aja, katanya supaya pacarnya mau kesini, jadi saya dan yang lain harus sembunyi dulu.”

     “Pa-pacar?” Rahel ingin sekali mengorek-orek kupingnya, sayang sekali itu pasti akan membuat dia terlihat aneh di depan Bi Minah. Tiba-tiba dia teringat apa yang barusaja dia lakukan bersama Wikan sesaat sebelum cowok itu tertidur. Rahel membelalakan mata kaget, seketika wajahnya semerah udang rebus. “Jadi tadi???”

    Diliriknya Wikan yang enak-enakan tidur meninggalkan Rahel di posisi canggung untuk menjelaskan hal yang bahkan Rahel tidak tahu alasannya. Dengan malu-malu Rahel melirik wajah Bi Minah, namun si Ibu hanya tersenyum dengan wajah berseri-seri.

     “Pacar Den Wikan cantik ya? Wah, ini pertama kalinya saya lihat Den Wikan menguncang pacarnya ke rumah.”

     “Tapi, saya bukan...” Rahel menahan kalimat yang akan keluar dari mulutnya. Akan aneh jika dia tidak mengakui Wikan sebagai pacar sedangkan baru saja Wikan menciumnya. Jika mengelak, bagaimana nanti Bi Minah memandangnya.

     “Akhir-akhir ini Den Wikan kelihatan kalau lagi sedih sama kesepian. Makanya Bi Minah senang pas tahu Den Wikan mau ajak pacarnya kesini.” Bi Minah berkata sembari menyentuh tangan Rahel. Mlihat ini membuat Rahel berpikir. Apa tidak salah si Ibu ini ART-nya keluarga Wikan? Bukannya Bi Minah Ibu Wikan? Kelihatannya wanita ini sangat menyayangi Wikan.

    Rahel menatap Wikan yang sepertinya sudah tidak mungkin bangun lagi. Cowok itu terlihat nyenyak dan nyaman di bawah selimut. Ia kemudian memandangi jam dinding yang tertempel di dinding rumah Wikan. Jam sudah menunjukkan pukul empat. Dia harus segera pulang dan membantu Ibunya masak dan berjualan.

     “Bi Minah, Rahel harus pulang sekarang. Tolong jaga Wikan ya. Sampaikan juga sama Wikan kalo Rahel sudah pulang.” Rahel beranjak berdiri membawa rantang kosong di tangannya diikuti Bi Minah.

     “Wah, sayang sekali sudah harus pulang. Besok main-main lagi kesini ya?” ujar Bi Minah sembari menemani Rahel menuju pintu keluar.

     “Iya, semoga Wikan juga cepet sembuh. Biar bisa masuk sekolah lagi.”

     “Halo Bi Minah!! Wikannya ada?”

    Baik Bi Minah maupun Rahel berjengit mendengar suara nyaring dan bersemangat yang tiba-tiba muncul saat Bi Minah membuka pintu. Rahel melihat ke sumber suara, dan ternyata berasal dari gadis yang berwajah mirip boneka, mata memakai soft lens, rambutnya di cat cokelat. Hmm, rasanya Rahel pernah bertemu dengan gadis ini sebelumnya.

     “Eh Non Zoya? Den Wikan ada kok, tapi dia masih tidur.” Balas Bi Minah sama ramahnya seperti dia sedang menghadapi Rahel.

     “Hmm, gitu ya. Sayang banget. Aku denger Wikan lagi sakit, makanya aku langsung ke hotel Papa terus minta masakin bubur abalon sama kepala chef di sana. Tolong kasih ke Wikan pas makan malam nanti ya Bi?”

Rival in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang