Page 30

299 34 3
                                    




"Terus kenapa kamu cium aku? Hmmp."


Rahel mengumpat dalam hati dan langsung menutup mulutnya yang tak disaring lagi. Bodoh, bodoh. Rahel berani bersumpah dia melihat senyum jahil di wajah Wikan. Dan itu membuatnya, membuatnya kesal sekaligus lemas. Kenapa cowok ini bisa terlihat manis dengan senyuman jahat seperti itu?


Wikan memiringkan kepala, dia menatap Rahel untuk beberapa lama sampai-sampai gadis yang duduk di hadapannya itu salah tingkah dan pipinya memerah. Bagaimana dia bisa lebih jauh mengerjai Rahel? Dia perlu ide yang lebih menggoda lagi. Reaksi Rahel terlihat manis sekali. Dan, Wikan ingin lebih lama bisa menikmati hal itu. ya, ya, dia jahat.


"Aku cuma mau tanya, apa kamu udah nyerah soal persaingan kita?"


"Hm? Apa?" Rahel membelalak, meski setelah itu dia membuat wajahnya seinosen mungkin. Seakan pertanyaan Wikan disampaikan melalui bahasa alien.


"Reaksi kamu agak aneh, apa kamu udah ngalah gara-gara naksir aku?" Wikan terkekeh, lalu menyesap jus tomat yang sudah tinggal setengah. "Nggak seru kalo bersaing kayak gini. Masa iya kalah sama perasaan," katanya setengah bergumam, tapi pasti Rahel mendengar jelas semua. "Atau mungkin kamu emang gitu."


"Nggak gitu!" sambar Rahel langsung, tangannya menggebrak meja sampai suasana kafe yang tadi dihiasi beberapa obrolan kini senyap. Pengunjung yang lain memperhatikan mereka, bahkan pegawai cafe dan pengunjung yang sedang berinteraksi di kasir. Rahel menyelipkan rambut ke telinga canggung. "Te-terus, kenapa kamu ngajak aku makan disini?"


"Lah? Aku 'kan menang? Karena aku juara umum satu sekolah dan memecahkan rekor nilai tertinggi yang pernah ada. So, nggak ada salahnya aku trakir kamu...," dia mengangguk-anggung menyetujui ucapannya sendiri. "Apa boleh buat, yang paling sering aku ajak ngomong di kelas ya kamu. Jadi nggak ada pilihan lain?"


Jika bisa, lobang hidung Rahel pasti sudah berasap sekarang. mengajak saingan yang dikalahkan untuk ditraktir makan? Wah, lawakan 2016 yang paling lucu ditelinga Rahel. Cowok ini mau mandi jus timun di siang bolong?


"Nggak ada pilihan lain?" Rahel menaikkan sebelah alis.


"Hm em." Wikan mengangguk.


Rahel menggenggam tangan erat. Sekarang ia bagai buah simalakama. Si cowok brengsek ini apa sedang mempermainkannya? Jelas-jelas Wikan pernah mengatakan suka padanya. Sekarang giliran Rahel yang mulai su... su..., hmm nyaman maksudnya. Cowok ini malah berubah menjadi menyebalkan. Apa memang Wikan sengaja mengaduk-aduk perasaan agar bisa menjatuhkannya. Agar bisa mengalahkannya. Atau sekedar mengetes? Yang banyak dikatakan orang bahwa cewek itu main perasaan, cowok main logika?


Jadi, jika Rahel ingat kalau sekarang dia berharap sesuatu saat Wikan mengajaknya makan siang. Sungguh itu membuat dia malu dan rasanya wajah Rahel sekarang mirip seperti pantat monyet yang tebal tapi merah merona. Ciuman sialan, sampai dia bisa berubah secepat ini. Jika diingat-ingat Wikan itu menyebalkan, tapi apa yang dia lakukan sekarang. Sampai membawakan Wikan makanan? What the behel... Kenapa dia baru sadar kalau waktu itu dia sok-sok berperan sebagai pacar? Ewh.


Semua ini cuma akal-akalan Wikan? Mengajak pacaran juga akal-akalan saja? Yang parah, kenapa ia bisa terjebak? Wajarlah tidak dapat rangking satu. Kualitas otaknya juga sudah menurun nih.


Sebenarnya ingin Rahel menanyakan semuanya secara blak-blakan, tapi itu pasti akan membuat dia seakan-akan berharap sesuatu (atau memang demikian). Yah, terima kasih pada Wikan, berkat dia, Rahel bisa melupakan Pandu dan Lotta seratus persen lalu berbalik padanya.

Rival in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang