Chapter 4 - Malaikat Pelindung

2.6K 254 3
                                    


Tak ada yang lebih ditunggu anak sekolah selain bel pulang sekolah tentu saja. Hanya dalam waktu beberapa detik saja, koridor sudah dipenuhi siswa yang menghambur keluar kelas begitu bel terakhir berbunyi. Dan tak butuh waktu lama untuk mengosongkan lorong-lorong lantai satu sampai tiga jika sudah memasuki jam pulang sekolah.

Namun tidak demikian dengan Jongin. Dia masih diam tak bergerak membaringkan tubuhnya di sebuah kursi kayu di atap gedung. Di jarinya terselip selinting rokok yang menyala namun tampaknya tak dihisap sedikitpun olehnya, terkulai hampir menyentuh lantai atap. Dia memutuskan membolos di pelajaran terakhirnya.

Setelah dia meninggalkan ruang kesehatan, Jongin terus saja memikirkan masa lalu yang membuatnya teramat galau. Tidak mudah bagi Jongin untuk menyingkirkan kenangan buruk tentang masa lalunya, dan di saat dia mencoba menjalani hidupnya dengan normal tanpa dibayang-banyangi kenangan itu, justru ingatan itu muncul kembali. Dan bahkan sosok gadis misterius muncul memperkuat kembali ingatan masa lalunya.

Berbaring hampir dua jam namun tak membuatnya merasa mengantuk, bahkan dia masih mendengar saat bel terakhir baru saja berbunyi beberapa saat lalu.

Tak seperti siswa lain yang tampak semangat mendengar bel pulang berbunyi, Jongin justru masih diam tak beranjak dari tempatnya. Bagi pemuda itu, sangat menyusahkan bila harus berdesakan berjalan di koridor, belum lagi mengantre saat menuruni undakan. Kebiasaan Jongin, dia akan menunggu beberapa menit di kelas sampai koridor benar-benar sepi jadi dia bisa dengan leluasa melewatinya. Tak ada yang namanya berdesakan, tak ada pula gadis-gadis berisik yang selalu mengekor di belakangnya.

Jongin menyadari rokok yang terselip di jarinya sudah habis. Lantas dia mendudukkan tubuhnya, meregangkan lehernya ke kiri dan ke kanan. Sudah dua puluh menit berlalu, mungkin koridor sudah sepi sekarang. Batin Jongin. Detik berikutnya dia berjalan meninggalkan kursi kayu tempatnya berbaring menuju sebuah pintu kaca tak jauh di depannya.

Dengan malas dia menjejakkan kakinya pada undakan tangga menuju lantai tiga. Dia berniat mengambil tas yang masih tergeletak di atas meja kelasnya. Mendapatkan apa yang dicari, Jongin kembali meninggalkan kelasnya dan sedikit mempercepat langkah kakinya menuju undakan. Koridor benar-benar tampak lengang, membuatnya bisa berjalan dengan tenang. Namun, saat menuruni undakan menuju lantai dua, tiba-tiba seseorang menabraknya. Dia bisa melihat seorang gadis jatuh terduduk setelah beradu badan dengannya.

"Soojung?" Panggil Jongin saat mengenali siapa sosok gadis yang menabraknya. Jongin hendak membantu gadis itu berdiri namun suara lelaki terdengar cukup lantang memanggil pula nama gadis itu.

-----------------------------------------------------------

"Ya! Soojung apa kau mau membuatku marah, ha? Ayo cepat pulang, sebelum ibumu tiba di rumah -apa lagi?" teriak lelaki itu sekali lagi saat Jongin tetap tak bersedia menyingkir dari hadapannya.

"Siapa kau? Bukankah dia tidak mau pulang bersamamu!" sahut Jongin santai. Jaraknya hanya beberapa senti dari lelaki itu. Tinggi mereka hampir sama.

Mendengus keras, lelaki itu makin mendekatkan wajahnya pada Jongin. "Aku ayahnya! Aku kemari karena aku mau menjemput putriku! Apa kau puas?!"

Jongin menatap mata lelaki itu dengan tatapan datarnya. Hanya karena lelaki itu lebih tua darinya, bukan berarti dia harus takut padanya, terlebih lelaki itu terlihat seperti memiliki niat tidak baik. "Tapi kurasa dia tidak mau pulang bersamamu." Jongin bisa merasakan lelaki itu tampak bersungut dan mulai kehilangan kesabaran. "Atau tanya saja padanya, apa dia mau pulang bersamamu?"

Lelaki itu tampak senewen tak bisa menanggapi usulan Jongin, sebab dia tahu jawaban apa yang akan dia terima dari putrinya. Mendengus keras, lelaki itu pun memilih berbalik lantas kemudian pergi begitu saja. Namun sebelum benar-benar menghilang dia kembali menoleh dan mengancam Soojung.

INSANE  #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang