Rasya baru saja keluar dari sebuah mini market bersama Hezky. Mereka terlihat tertawa kecil sambil bercanda dengan menjinjing kantong belanjaan mereka.
Perut Rasya sudah terlihat membuncit, dia terlihat cantik dengan keadaan hamil.
Mereka berjalan di trotoar dengan saling bercanda dan tertawa.
"Berhenti bercanda, Rasya. Ayo kita harus segera sampai di flat.
Hezky terlihat menerima telpon dan berjalan sedikit ke jalanan. Hingga Rasya melihat motor melaju dengan kencang ke arah Hezky.
"Hez awas,,"
Brak
"Rasya.....!!!!"
Rasya terlihat terjatuh karena terserempet, ia meringis memegang perutnya. Darah mengalir dengan begitu derasnya di bagian selangkangannya.
"Rasya, ya tuhan! Help,,,, Help me... please!" teriaknya seraya menahan kepala Rasya dengan lengannya. "Sya bertahanlah," ia sudah menangis melihat kondisi sahabatnya yang meringis kesakitan dan darah yang menggenang banyak sekali di sekitar mereka.
Rasya langsung di larikan ke sebuah rumah sakit. Hezky berdiri di luar ruang emergency dengan sangat gelisah. Ia terus mondar mandir dengan tangisannya yang pecah.
Ia menangis dan bingung harus bagaimana.
Tak lama dokter keluar dari ruangan.
"Keadaannya masih kritis, dan bayinya tidak terselamatkan."
Deg
Hezky mematung di tempatnya. Tangisnya semakin pecah, ia sampai terduduk di kursi tunggu karena syok. Ia begitu merasa bersalah pada Rasya. Karena hanya itulah kenangan Percy yang di miliki Rasya.
Hezky berjalan memasuki ruangan dimana Rasya berada, keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Ruangan itu terdengar senyap dan hanya suara detak jantung dari mesin pendeteksi jantung yang bersuara.
Ia berjalan mendekati brangkar dan menggenggam tangan Rasya yang terasa dingin.
"Hez," mendengar suara lemah itu membuat Hezky menengadahkan kepalanya menatap Rasya yang terlihat lesu dan pucat sekali.
"Sya, gue akan panggilkan dokter." Hezky hendak beranjak tetapi Rasya menahannya, membuat Hezky menatapnya dengan kernyitannya.
"Bayi gue?" pertanyaan Rasya berhasil membuat Hezky menangis semakin histeris.
"Sya, bayi loe-"
"Gue tau, dia tidak bisa di selamatkan," gumamnya, air matanya luruh dari sudut matanya.
"Maafin gue, Sya." Isaknya.
"Tidak perlu meminta maaf, Hez. Mungkin ini sudah takdirnya, lihatlah dia sudah menungguku." Ucapan ambigu Rasya yang terus menatap ke langit-langit ruangan membuat Hezky kebingungan.
"Apa maksud loe, Sya?"
"Kalau loe bertemu Percy, katakan padanya kalau gue sudah bahagia. Maka sekarang tinggal dia yang berbahagia tanpa memikirkan gue lagi."
"Sya-,"
"Terima kasih untuk semuanya, Hez." Rasya mengatakannya dengan tatapan kosong ke arah langit-langit kamar.
"Apa maksud loe, Sya?"
Seketika suara detak jantung mulai tak beraturan, tetapi Rasya masih tersenyum menatap langit-langit hingga perlahan matanya mulai tertutup dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difference
ChickLit18+ (sebagian cerita di private) Saat perbedaan keyakinan menjadi hambatan dalam hubungan yang sudah 5 tahun berjalan. Pengorbananpun harus di lakukan, berkorban untuk melepaskannya atau tetap memperjuangkannya. Disaat aku ingin memperjuangkannya, k...