Part 16

4.2K 480 277
                                    

Hari ini adalah kepulangan Rindi dari rumah sakit. Seno, Irene, Randa dan juga Samuel sudah siap menjemputnya. Mereka tengah membereskan pakaian Rindi ke dalam tasnya.

Rindi hanya diam membisu di atas brangkarnya menatap nanar ke arah pintu.

Tak lama Dhika datang bersama Thalita, "Bagaimana keadaanmu, Sayang?" Tanya Thalita membelai kepala Rindi.

Rindi hanya menampilkan senyumannya. "Kamu harus melakukan terapi setiap hari Rabu dan Jumat yah." Ucap Dhika.

"Iya Om,"

"Dhika, thanks banget buat semuanya." Ucap Seno.

"Santai saja, jangan lupa untuk terapinya yah." Dhika menepuk pundak Seno pelan.

Seno beranjak membopong tubuh Rindi dan mendudukannya ke atas kursi roda.

"Selamat siang,"

Sapaan itu membuat semuanya menengok ke ambang pintu, disana Dafa berdiri dengan senyuman lebarnya dan begitu menawan.

"Masuklah Daf," ucap Randa.

Irene dan Seno hanya saling beradu pandang dan memilih diam. Dafa menyalami Dhika, Thalita, Seno dan juga Irene. Lalu ia duduk rengkuh di hadapan Rindi.

"Hai Nona jutek," Rindi tersenyum kecil padanya. "Siap untuk pulang?" Rindi hanya mengangguk kecil.

"Oke, Let's go!" Dafa berdiri dan mendorong kursi roda Rindi meninggalkan ruangan itu bersama yang lainnya.

Dhika dan Thalita kembali bekerja meninggalkan keluarga Arseno yang beranjak pulang.

Saat sampai di lobby rumah sakit, langkah mereka semua terhenti saat berhadapan dengan Percy yang terlihat membawa sebucket bunga kesukaan Rindi.

Suasana mendadak menjadi tegang dan canggung. Seno sebenarnya masih kesal, tetapi ia tidak ingin kembali membuat keributan di rumah sakit Dhika. Seno melirik ke arah Irene yang juga terlihat melirik ke arahnya.

Seno beranjak pergi bersama Irene meninggalkan mereka semua tanpa berbicara apapun. Rindi dan Percy masih bertatapan dengan tatapan yang tidak terbaca.

"Emm, kami tunggu di depan." Randa segera menarik lengan Samuel meninggalkan mereka bertiga yang masih terlihat canggung.

"Aku akan tunggu di depan bersama Randa." Ucap Dafa hendak beranjak tetapi langkahnya terhenti saat Rindi mencekal pergelangan tangannya.

Tatapan Percy beralih ke arah pegangan tangan Rindi di tangan Dafa, hatinya terasa berdenyut nyeri melihat pemandangan itu.

"Stay Here,"

Daffa menunduk melihat ke arah tangan Rindi yang menggenggam tangannya. Rindi menatap ke arah Percy yang masih menatap ke tangannya yang menggenggam tangan Daffa dengan sangat erat.

Percy tersenyum kecil dengan memalingkan wajahnya, ia menatap mata Rindi yang berkaca-kaca. Terlihat jelas luka yang sangat dalam di sana.

"Aku tidak tau kalau kamu pulang hari ini," ucap Percy berusaha setenang mungkin.

Ia melangkah mendekati Rindi dan menyimpan bunga itu di pangkuannya. "Aku hanya ingin memberikanmu itu," ucapnya masih menampilkan senyumannya walau matanya terlihat memerah.

Rindi menundukkan kepalanya menahan air mata yang siap luruh dari pelupuk matanya. Percy kembali melirik ke arah tangan Rindi yang begitu erat menggenggam tangan Daffa. "Baiklah, aku pergi. Berhati-hatilah di jalan."

Tangan Percy terangkat hendak menyentuh kepala Rindi tetapi tertahan, ia mengurungkan niatnya untuk menyentuh kepala Rindi dan memilih melangkah pergi meninggalkan mereka berdua dengan perasaan terlukanya.

DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang