8

54.5K 1.8K 10
                                    

FERE POV

Ardina Luna ada di sini, di rumah Om ku sendiri dan aku sama sekali tidak mengetahui kalau dia dekat dengan keluarga kecil Om Indra. Ah...seandainya aku tahu bahwa wanita yang dibicarakan Dikal waktu itu adalah Ardina Luna sudah dari kemarin-kemarin aku akan mendengarkan cerita yang mengalir dari mulut lemes itu. Dan sekarang aku baru menyesalinya, kata menyesal memang selalu datang belakangan.

Wanita yang hampir setiap saat mengisi benakku, dengan memikirkannya saja aku sudah mampu melakukan pemecatan terhadap sepuluh karyawan di perusahaanku setiap harinya dan bagaimana seandainya dia menolakku seperti barusan yang dilakukannya, mungkin bukan hanya sepuluh karyawan tapi satu divisi akan aku pecat!

Beruntung sekarang ini aku sedang berada di rumah, aku tidak bisa melampiaskannya pada siapapun. Penolakkan dan penghinaan Dina benar-benar membuat harga diriku terluka, tapi anehnya aku malah semakin bergairah dan ingin mendapatkannya. Dina harus menjadi milikku HARUS!

Bayangan tentang tanganku yang terulur dan tidak diresponsnya sama sekali membuat darah ditubuhku bergolak, apa lagi ketika kulihat senyum yang dipaksakannya untuk membalas senyumku, rasanya aku ingin sekali menghambur kedalam pelukkannya dan melumat bibirnya itu. Dan suaranya, suara yang tidak bisa aku lupakan meski dua minggu telah berlalu, suara yang ingin aku dengar mendesah di bawah tubuh kekarku.

Dina berbalik meninggalkan kami, berjalan menuju anak tangga. Sesaat aku terdiam dan menatap punggungnya, Ya Tuhan. Kenapa kau ciptakan mahluk seseksi itu, padahal sangat jelas Dina tidak menggodaku apa lagi memamerkan auratnya, dia hanya memakai t-shirt berwarna putih dengan sedikit aksen gambar di tengahnya, tapi kenapa dia begitu seksi di mataku?

Hanya dengan melihatnya membalikkan badan saja jantungku sudah tidak bisa diajak berkompromi, apa lagi ketika aku melihat rambut sebahunya yang di kuncir menjadi satu memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih, kakiku lemas seketika dan kakinya, kakinya yang panjang bagai burung bangau di balut dengan skinny jeans begitu indah dan membangkitkan hasratku seketika, aku tidak tahu kenapa darahku tiba-tiba saja berdesir cepat dan menuju pusatnya.

"Sempurna," ucapku tanpa sadar ketika aku menatap bokong indahnya.

"Apanya yang sempurna Re?" Rupanya ucapanku di dengar Tante Lily dan Om Indra. Sehingga Om Indra menanyakannya langsung padaku.

"Maksudku... Itu... Apa... Ehm... Maksudku keluarga yang sempurna. Ya, keluarga sempurna. Bukankah Om Indra selalu memimpikan keluarga seperti ini?" Untunglah aku bisa menjawab pertanyaan mereka kalau tidak mau di taruh dimana mukaku ini. Ku hempaskan tubuhku pada kursi tunggal yang tadi sempat aku duduki, ku tarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.

"Ya, keluarga sepertilah ini yang selalu Om impikan selama ini," Om Indra begitu sayang terhadap istrinya sampai-sampai dia mencium istrinya di hadapanku tanpa rasa malu.

"Kapan kamu akan membina keluarga seperti kami? Tante rasa umur kamu sudah cukup matang untuk berkeluarga." Pertanyaan Tante Lily membuat air mukaku barubah seketika. Aku tidak menginginkan keluarga. Berkeluarga dan punya anak selanjutnya happy ending, semua bullshit!! Dalam kenyataannya tidak ada hal demikian.

Om Indra dengan cepat meremas tangan istrinya dan menggeleng, memberi tanda supaya tidak mengusik kenyamananku.

"Maafkan Tante Re, Tante tidak tahu kalau hal seperti itu tabu untuk di bicarakan." Aku menjadi kasihan melihat Tante Lily meminta maaf seperti itu, bukan salahnya menanyakan hal demikian padaku karena dia tidak tahu apapun tentangku.

"Tidak apa-apa Tan, tidak perlu merasa bersalah seperti itu." Jawabanku membuat Tante Lily tersenyum lega.

"Re," Om Indra memanggilku, "apa kau tidak lihat mata Dina?" Aku mengangguk, tenru saja aku melihatnya.

Pada akhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang