26

12.3K 738 3
                                    

Dina POV

Lagi-lagi Fere menyuruhku untuk tidur lebih dulu dan aku tahu, Fere tidak akan pernah masuk ke kamar tidur kami, dia akan berkutat dengan pekerjaannya sampai pagi. Tapi anehnya tidak sedikitpun Fere terlihat kelelahan meski semalaman bekerja, aku pernah bertanya suatu hari padanya tentang pola tidurnya yang menurutku tidak teratur dan Fere selalu menjawab, "tidak ada yang salah dengan pola tidurku, aku tidur selama delapan jam dalam empat hari." itu artinya Fere hanya mempunyai waktu dua jam untuk tidur dalam seharinya. Umumnya orang normal akan tidur delapan jam dalam satu hari.

Fere punya masalah insomnia akut, itu sudah pasti! Karena dia cukup kuat untuk tidak tidur semalaman. Tapi apa yang menyebabkan Fere mengalami insomnia? Tentu saja pekerjaannya Dina!

Dan kalau di pikir-pikir tentang mimpi Fere beberapa jam yang lalu, aku yakin ini ada kaitannya dengan insomnia yang dia alaminya. Om Indra pasti tahu semuanya, beliau orang yang paling dekat dengan Fere, orang yang merawat Fere dari kecil. Aku harus menghubunginya dan bertanya padanya sesegera mungkin. Aku masuk ke kamar tidur lalu menutup pintunya dengan rapat, kuambil ponsel dan mulai menghubungi nomor Om Indra, tidak lama menunggu aku sudah bisa mendengar suara berwibawanya.

"Hallo, Dina. Apa ada sesuatu yang penting yang ingin kamu tanyakan?" Om Indra seperti tahu kami sedang ada masalah,

"Maaf Om, malam-malam mengganggu,"

"tidak apa-apa, Om cukup punya banyak waktu, ada apa?"

"Ini tentang Fere Om,"

"Fere, apa yang terjadi?" Nada suara Om Indra berubah cemas,

"pola tidur Fere Om, Om tidak perlu cemas seperti itu, tidak ada hal yang serius kok. Aku cuma khawatir Fere akan sakit." Di seberang sana suara tawa Om Indra terdengar kencang.

"Terima kasih sudah peduli dengan Fere. Lega rasanya ada seseorang yang bisa memperhatikan dia dari dekat... Kalau kamu mau tahu pola tidur Fere memang seperti itu, sudah bertahun-tahun lalu Fere mengalami gangguan tidur, terlebih lagi semenjak kebakaran itu terjadi."

"Tentang kebakaran itu aku sudah tahu Om, Pak Usman sudah menceritakan semuanya." Ku tarik napas dan membayangkan hidup pelik yang dijalani Fere, aku semakin merasa iba padanya. Secara psikis Fere jauh lebih menderita di banding denganku.

"Meskipun Om yang merawat Fere dari kecil tapi Om tidak pernah masuk terlalu dalam ke kehidupan Fere, terlebih sepuluh tahun terakhir ini. Selain Fere yang memilih tinggal jauh dari Om, Om juga punya keluarga yang butuh perhatian. Kalau kamu ingin tahu banyak tentang Fere kamu bisa bertanya pada Rio, Dokter sekaligus sahabat Fere. Dia tidak punya teman lain selain Rio... Nanti Om SMS alamat tempat prakteknya."

"Terima kasih banyak Om."

***

Dari dalam taksi aku memperhatikan rumah besar bergaya minimalis, tidak ada pagar pembatas halaman. Taman dibiarkan terbuka begitu saja. Kembali ku cocokkan alamat yang semalam di berikan Om Indra dengan alamat yang tertempel di dinding tembok dekat pintu masuk, sama persis. Aku turun dan membayar argo taksi lalu berjalan masuk. Tempatnya sangat sepi dan tidak ada satu petunjukpun yang menandakan kalau rumah ini adalah sebuah klinik atau apapun itu.

Kulihat seorang wanita berumur tiga puluhan keluar dari pintu yang hendak aku buka, dia tersenyum sambil mengangguk ketika berpapasan denganku.

"Maaf Mbak, apa benar ini tempat prakteknya Dokter Rio?"

"Iya betul Mbak, pasien baru ya?" Aku hanya tersenyum dan mengangguk, padahal tidak sedikitpun aku berkeinginan untuk berkonsultasi dengannya. Aku cukup waras untuk berpikir.

Pada akhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang