23

44.2K 1.8K 43
                                    

Fere sempat bersitegang dengan Omnya sendiri sebelum menggelar resepsi pernikahan. Omnya menginginkan Fere dan Dina menggelar acara resepsi di hotel milik mereka, mengingat teman dan kolega bisnisnya yang tidak sedikit. Tapi Fere punya rencana lain, rencana yang akan membuat ayahnya merasa bersalah seumur hidupnya.

Fere menginginkan resepsinya di gelar dengan sangat sederhana di rumah masa lalunya yang baru selesai dibangun kembali setelah kebakaran yang terjadi dua puluh lima tahun lalu. Kebakaran yang menewaskan Alanannya.

Betapa bahagianya ia bisa melihat penderitaan Piere Abramo mengenang satu persatu kebersamaannya dengan Alana. Fere merasa puas setelah melihat Piere Abramo yang tampak terpukul berdiri di halaman belakang rumah yang telah di dekor sedemikian rupa, tempat dimana Fere dan Dina mengadakan resepsi dengan tema garden party. Piere Abramo menatap bangunan putih yang menjulang di depannya, kenangan akan Alana kembali menghampirinya. Setiap sudut rumah ini mengingatkan akan Alana nya yang telah pergi dengan tragis.

Pria tua itu tersenyum pilu menatap putra semata wayangnya yang sedang bersanding dengan mempelai wanita. Ada rasa bangga menyusup kedalam hati melihat anak satu-satunya tidak melupakan Ibu yang telah melahirkannya. Fere bahkan membangun kembali rumah yang telah rata dengan tanah, rumah yang pernah ia tinggali bersama Alana di masa lalunya.

Sangat wajar Fere menyalahkan dirinya atas kematian Ibunya, ia memang bukan seorang pria baik yang bisa mempertanggung jawabkan semuanya. Ia menerima pembalasan Fere dengan lapang dada, ia menerima Fere yang tidak pernah mengakuinya sebagai orangtua, ia menerima ketika Fere berkata tidak akan memaafkan kesalahannya. Suatu hari nanti Fere pasti bisa menerima dirinya.

***

Melihat Piere Abramo yang merasa terpukul, Fere begitu senang karena satu persatu tujuannya telah berhasil. Ia tersenyum puas setelah melihat wajah bersalah pria tua yang telah tega meninggalkan dirinya dan Alana demi seorang wanita jalang tak tahu malu.

Dengan enggan Fere menyalami tamu yang datang satu persatu dan memberikan senyum palsunya setelah mereka memberi ucapan selamat. Ia bahkan sempat marah ketika melihat Dina yang tidak putus-putusnya tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Jangan terlalu di kasih hati semua tamu yang datang!" Fere berbisik di telinga Dina setelah tamu terakhir pergi menjauh.

"Lho kenapa? Mereka semua tulus mendoakan kita."

"Mereka hanya cari muka."

"Tidak ada yang terlihat demikian?" Dina meneliti wajah para tamu yang datang atas undangan Om Indra, Om nya Fere.

"Kamu tidak mengetahui apapun jadi jangan berkomentar!"

"Ish..." Dina sempat melotot sebal kearah Fere. Apa susahnya berbahagia sedikit meski ini bukan pernikahan yang sesungguhnya.

Selang berapa lama Dina mulai tidak nyaman karena kantung kemihnya merasa penuh, selama acara di gelar tidak sekalipun Dina makan, ia hanya mengambil minum. "Re, kantung kemihku penuh. Aku ke toilet sebentar." Dina sempat menarik baju Fere dan membisikkan sesuatu sampai Fere menunduk.

"Perlu aku antar?"

"Tidak usah, sebaiknya temani para tamu, aku tidak akan lama." Dan Dina pun pergi meninggalkan Fere masuk ke bagian dalam rumah, meski ia tidak tahu letak toilet di rumah sebesar ini sebelah mana, tapi ia bisa bertanya pada beberapa orang yang sedang sibuk mempersiapkan makanan.

"Maaf, permisi. Toilet sebelah mana ya?"

"Dina," Seorang pria paruh baya keluar dari salah satu pintu tepat ketika Dina sedang bertanya.

"Om Indra, aku kebelet nih Om, mau ke toilet sebentar."

"Ya, silahkan-silahkan."

"Terima kasih Om,"

Pada akhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang