EMPAT PULUH : Apartemen

255K 18.2K 768
                                    

Yura mematut bayangannya sendiri di depan cermin, rambutnya sudah ia ikat cepol sehingga membuatnya terlihat manis. Yura terkekeh lalu mengoleskan sedikit lip tint ke bibirnya yang terlihat agak pucat dan meratakannya dengan jari karena udara apartemen yang rasanya terlalu dingin, cuaca di luar juga mulai mendung.

Apa Aldrich akan terjebak hujan?

Yura sudah tidak memikirkan lagi bagaimana ia terlihat seperti orang gila yang rela mempersiapkan diri hanya untuk menunggu kedatangan seseorang, atau mencoba mencari-cari alasan yang sekiranya tidak terdengar sebagai akal-akalanya saja untuk meminta Aldrich datang.

Katakan saja Yura tidak waras karena menyukai laki-laki yang pernah ingin membunuhnya dulu, tetapi ia tidak terlalu peduli tentang hal itu sekarang.

Beralih dari cermin kecil di tangan, Yura menghampiri cermin memanjang ke atas di samping tempat tidurnya. Memerhatikan bagaimana rajutan berwarna putih tampak pas di tubuhnya, rok berwarna senada ikut berputar ketika Yura memutar badannya seperti anak kecil.

Bunyi bel yang ditekan membuat Yura terdiam sebentar sebelum menarik ujung bibirnya ke atas, ia segera bergegas menuju pintu sambil menepuk-nepuk roknya karena gugup.

Sejak kapan Yura menjadi seribet ini hanya untuk bertemu dengan seseorang?

Pintu terbuka dan menampilkan seorang laki-laki yang membuat Yura mengernyitkan dahi. Dia Benjamin.

"Sedang menunggu seseorang?" Yura menelan salivanya kasar, sembari mencoba menerka apa tujuan Benjamin datang ke apartemennya.

"Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin memberitahu​ sesuatu."

"Apa?"

"Bisakah aku masuk? Kakiku pegal jika berdiri terus." Yura ragu harus mengatakan ya atau tidak.

"Aku tidak akan menyakitimu, aku bahkan tidak membawa alat apapun selain ponsel." Benjamin menunjukkan benda pipih berwarna hitam.

"Baiklah." Yura membiarkan pintu terbuka dan Benjamin masuk.

Laki-laki itu segera duduk di sofa dan memandang sekeliling. "Masih sama seperti dulu."

"Apa?" Yura yang hendak beramah-tamah dengan menyajikan minuman terhenti sebentar.

"Aku pernah masuk kesini, ketika kau pergi tentunya. Dan tidak ada yang berubah sama sekali."

Yura yang sedang menyiapkan minuman pun bergumam dengan​ bahasa negaranya yang tidak Benjamin mengerti, tetapi ia dapat melihat bahwa perempuan itu memasukkan sesendok butiran kecil ke dalam gelas.

Yura setengah membanting gelas ketika meletakannya di meja. "Mengapa kau masuk ke sini tanpa ijin? Tidak sopan!"

Benjamin hampir terkekeh memperhatikan bagaimana reaksi Yura yang terlihat marah dan lucu di saat yang bersamaan.

"Hanya berkunjung."

"Bagaimana kau bisa masuk?"

"Kau tidak perlu tahu." Benjamin meminum minumannya, tetapi tak lama kemudian alisnya menyatu karena merasakan sesuatu yang aneh pada lidahnya.

Jus jeruk yang disajikan Yura rasanya sangat asin.

"Aku memasukan garam, jika kau ingin tahu," sungut Yura dengan tangan yang terkepal di sisi.

Tak disangka, Benjamin malah tertawa.

"Tak heran mengapa Aldrich bisa jatuh padamu nona, kau memiliki keberanian." Benjamin menjulurkan lidahnya yang masih terasa aneh, "bisakah aku minta minuman yang normal rasanya sekarang?"

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang