Yura mundur selangkah ke belakang, matanya tetap terfokus pada seseorang yang melangkah dengan lambat ke arahnya. Ekspresi di wajah laki-laki itu tidak berubah, tetap tampak marah dengan rahang mengeras dan urat menonjol di pelipis maupun lehernya.
Kantung plastik berisi makanan dan hal lain yang dibelinya tadi terjatuh, menimbulkan suara ketika kaleng minuman soda beradu dengan tanah. Yura refleks berbalik dan berlari kencang tak tentu arah, yang penting ia dapat menjauh dan hilang dari pandangan Aldrich.
Tetapi ia tidak bisa pulang ke rumah, karena Aldrich jadi mengetahui kediamannya dan pasti akan datang ke sana. Yura tidak menginginkan itu, karena sama saja membahayakan dirinya maupun ayahnya sendiri.
Yura memang ingin selamat, tetapi ia tidak ingin mengorbankan orang lain. Apalagi seorang ayah yang disayanginya.
Yura berbelok di jalan itu dan masuk ke dalam jalan yang lebih kecil, ia berlari secepat yang ia bisa tetapi Yura yakin Aldrich melaju lebih cepat lagi di belakangnya.
Derap kali di belakangnya membuat jantung Yura seakan berhenti berdetak, tetapi bagaimanapun juga ia harus harus menghindar sejauh mungkin. Dengan harapan orang akan menolongnya, Yura berjalan menuju trotoar di samping jalan-jalan besar. Banyak orang yang berlalu lalang di sana tentu saja membantunya untuk tidak terlihat, dengan napas yang memburu Yura terdiam sebentar di perempatan jalan sembari mengatur napasnya.
Semakin sedikit orang di sana, jadi Yura memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah pertokoan yang masih terang benderang. Ia naik ke lantai dua dan duduk di sebuah kursi panjang, memerhatikan sekitar yang cukup sepi karena hanya beberapa orang yang memilih-milih pakaian.
Beberapa menit Yura diam di sana, lalu bangkit untuk kembali turun karena ia sudah memutuskan untuk pergi ke kantor polisi. Yang berada di arah ia berlari tadi.
Yura berpegangan sebentar pada pegangan tangga, menapaki tiap anak tangga dengan lutut yang terasa lemas.
Yura keluar dari toko itu sambil berdoa dalam hati, ia menoleh kesana-kemari, baru keluar setelah merasa aman.
Ketika Yura berjalan menuju arah ia datang tadi, matanya melihat seseorang yang mencoba dihindarinya sedang berjalan ke arahnya dengan tangan dimasukkan ke dalam saku jaket. Rambutnya yang seputih salju membuatnya mencolok.
Seketika ia menyesal keluar dari bangunan berlantai dua itu.
Yura meringis dan berbalik, berlari kembali secepat mungkin ke jalanan yang lebih sepi dan banyak cabang menuju jalan-jalan kecil lainnya. Ia mulai terisak karena begitu ketakutan.
Rasanya ia tidak mungkin bisa lolos. Yura berbelok di sebuah jalan setelah terbatuk-batuk akibat merasa sesak.
Namun, dengan kemungkinan tipis dan air mata yang mulai mengalir dari pelupuk matanya Yura berbelok lagi dan masuk ke dalam gang super sempit dan gelap. Ia segera bersembunyi di balik sebuah gentong air, memejamkan matanya seerat mungkin dan menutup mulut dengan tangannya. Berusaha menahan agar isakannya tidak keluar karena akan dengan mudah didengar orang lain. Tetapi rasanya sangat sulit, tangisnya tumpah dan Yura terisak-isak. Tangisnya terdengar pilu, seakan menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Yura menghapus air matanya dan menyadari bahwa ia sudah berdiam di sana sejak beberapa lama, baru saja ia hendak berdiri untuk pergi lagi ketika terdengar suara derap kaki di luar gang kecil tempat dia berada.
Yura kembali berjongkok dan memejamkan mata, menunggu detik demi detik yang terasa sangat lama, malam yang panjang. Seolah malam tak akan berganti.
Tubuhnya lemas seketika ketika sesuatu menyentuh wajahnya, jari itu membelai pipinya lalu mengusap bibirnya yang tertutup rapat. Deru napas orang di depan Yura juga memburu, tetapi tak separah Yura.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Romance[ SUDAH TERBIT DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA • BEBERAPA CHAPTER TELAH DIUNPUBLISH ] Tentang kisah cinta yang tak biasa, tentang dua luka yang saling menyapa, tentang rasa yang tak pernah sudah. Dulu, Shin Yura menilai seseorang dari fisiknya. Du...