LIMA BELAS : Undangan Pesta

314K 21.3K 764
                                    

Yura membuka matanya perlahan ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendela yang tertutup gorden tipis, ia mengeluh sesaat. Kemudian merasakan bahwa ada tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Tentu saja, Aldrich memeluknya semalaman.

Sudah keberapa kalinya ya ia terbangun dan mendapati Aldrich yang memeluknya erat? Embusan napas juga terasa dan membuat Yura sedikit tidak nyaman karena geli.

Yura berbalik sehingga ia kini tidur dengan menghadap ke arah Aldrich. Laki-laki itu tidur dengan tenang, wajahnya seolah tak berdosa. Padahal kenyataannya berbeda jauh.

Yura mengernyit sebentar, ia belum tahu beberapa hal tentang laki-laki dihadapannya ini. Dari mana asalnya? Lalu mengapa Aldrich memilih kuliah psikologi padahal ia psikopat yang mempunyai pekerjaan seorang model? Yura pikir secara ekonimi pun Aldrich sudah diatas rata-rata. Terbukti dari apartemennya yang super mewah.

Pertanyaan-pertanyaan kecil lain pun menghampiri otaknya, apa makanan kesukaan Aldrich? Atau warna kesukaan laki-laki ini?

Hei, mengapa Yura mendadak memikirkan segala hal tentang Aldrich? Bukankah ia merasa biasa saja terhadapnya? Atau, ia mulai menyukai Aldrich? Yura menggelengkan kepalanya pelan, tidak mungkin.

Karena merasa haus Yura berusaha melepaskan pelukan Aldrich dengan hati-hati, ia tidak ingin membangunkannya karena takut jika terjadi masalah yang tidak diinginkan.

Yura menahan napas, tangan Aldrich berhasil diangkatnya. Tetapi tidak lama karena laki-laki psikopat ini tiba-tiba menarik tubuh Yura lebih dalam dan memeluknya dengan sangat erat. Lalu terdengar racauan tidak jelas dari mulut Aldrich, ia mengigau.

"Jangan tinggalkan aku."

"Tolong, jangan... tinggalkan aku." Yura menepuk-nepuk pipi Aldrich, berharap laki-laki itu cepat bangun.

Aldrich yang merasakan tepukan-tepukan kecil di pipinya lambat laun membuka mata, dilihatnya Yura yang sedang menatap wajahnya dengan ekspresi yang sedikit... khawatir?

"Yura," gumam Aldrich tidak jelas, laki-laki itu menyentuhkan hidungnya yang mancung ke hidung Yura, lalu ia tersenyum kecil.

"Kau sudah bangun?" tanya Aldrich dengan suara serak, Yura mengangguk membenarkan.

"Bisakah kau lepaskan pelukanmu, Al? Aku haus, ingin minum." Aldrich mengerucutkan bibirnya.

"Aku ikut." Yura mengangkat sebelah alisnya.

"Jika masih mengantuk ya tidur saja."

"Ikut." Aldrich mengucek matanya, kemudian menguap.

"Sudahlah, tidak jadi."

"Kenapa?" Aldrich mengerjapkan matanya yang masih terasa agak perih.

"Kau terlihat masih mengantuk."

"Lalu? Apa hubungannya dengan tidak jadi minum air?"

"Kau kan tadi mau ikut Al," jawab Yura gemas.

"Oh, maaf." Jujur, sebenarnya kesadaran Aldrich belum pulih sepenuhnya. Jadi ya harap maklum jika laki-laki itu masih tidak nyambung.

"Yura," panggil Aldrich sambil membelai rambut Yura dengan lembut.

"Apa?"

"Buatkan makanan untukku ya? Aku sedang malas." Yura menaikkan sebelah alisnya, sepertinya ia akan tahu apa makanan kesukaan Aldrich. Menjawab pertanyaan kecil yang tadi menghinggapi kepalanya.

"Mau makan apa?"

"Aku menyukai sosis, jadi aku ingin kau membuatkan spaghetti untukku." Yura mengerutkan dahinya, ucapan Aldrich sama sekali tidak nyambung.

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang