Hari ini sangat cerah, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Seorang pemuda kini sedang tersenyum ria dihadapan kaca, mengagumi setiap sesuatu yang tuhan berikan pada dirinya. Ia tampak mengoleskan sedikit gel untuk merapikan rambutnya dan kemudian menyelipkan kaca mata minusnya untuk membantunya melihat dengan jelas.
Ia tak menyangka hari itu ia bisa masuk rumah sakit. Dia memang tak pernah sampai menginap jika memeriksakan dirinya. Di gantungkannya tas ransel berwarna merah itu di punggungnya, dia pun segera turun untuk menikmati sarapan bersama sang ayah.
"Selamat pagi ayah. " dia mendudukkan dirinya di depan meja makan yang hanya berisi dua orang itu meskipun disana ada 6 kursi yang melengkapinya.
"Pagi Jungkookie. " Hosoek mengusap ringan rambut coklat itu dan membuatnya sedikit berantakan dan si empunya pun hanya tersenyum menanggapinya.
Ya, dia adalah Jungkook yang sedang menikmati sarapan sederhana penekuk isi coklat dan segelas susu vanilla buatan sang ayah. Rumah sederhana yang tak bertingkat ini tampak rapi dan bersih.
Hosoek adalah seorang single parent, istrinya meninggal ketika melahirkan Jungkook. Rumah ini adalah rumah hasil keringatnya sendiri. Tak terlalu besar memang namun cukup luas dengan 3 kamar. Meskipun hanya tinggal berdua, namun dirinya merasa bahagia.
Kewajibanya memang tak mudah, harus memasak, membersihkan rumah, lalu pergi kekampus untuk mengajar. Namun beban itu tak berarti karena Jungkook mengerti dan memutuskan tinggal di asrama agar sang ayah tak terlalu kesulitan mengurusnya.
Mendengar keputusan Jungkook, dulu dia tak mengabulkannya namun anak itu selalu saja meluluhkan hatinya. Terkadang ia merasa kesepian karena hanya dia sendiri dirumah, jika sudah begitu Hosoek akan mengunjungi Jungkook setelah acara mengajarnya hingga matahari telah terbenam.
Namun beberapa tahun kemudian, Jungkook mengiginkan untuk pindah ke Gwangju tempat kelahiran dan keluarga Hosoek tinggal. karena ia beralasan sudah tak betah dengan suasana asramanya. Bertepatan itu pula kontrak kerja Hosoek di tambah, ya, dia memang sempat mengiyakan permintaan itu. Apalah daya jika sang rektor menginginkan dirinya untuk mengajar lebih lama.
Hosoek mengerti, putranya itu sedang mempunya konflik dengan sebayanya. Dia berusaha untuk memotivasi duplikat dirinya itu agar tak tumbang. Dia selalu menancapkan pada diri Jungkook bahwa
"Jangan terbang jika di puji, dan jangan tumbang jika di caci. " Hosoek selalu mengatakan itu pada putranya.Sepasang ayah dan anak itu kini telah di depan gerbang asrama, Jungkook pun melambaikan tangannya ketika mobil sedan hitam itu telah menjauh. Ia langkahkan kaki panjangnya itu untuk menuju kesekolah, dan kini keraguan mulai menerpanya ketika Taehyung berdiri 5 langkah di depannya.
"Kenapa diam saja, tak senang aku sambut?. " suara itu terdengar bersahabat dan itu berarti Taehyung sedang tak marah lagi.
Jungkook tersenyum "Tentu saja aku sangat senang, ayo pergi kekelas hyung. "
Keraguan itu sudah menghilang tanpa jejak sekarang dan hanya ada tawa diantara mereka.Seperti biasa pelajaran itu dan kelas yang sama dengan guru yang sama di hari Jum'at. Tapi bagi Jungkook itu tak membosankan asalkan Taehyung selalu bercanda dan membicarakan topik yang tak penting sama sekali.
"Tara.... " suara itu terdengar sangat lantang di antara penghuni kantin lainnya, 3 macam makanan yang tak tersedia di kantin itu terhidangkan diatas meja dan mengundang bunyi 'WAHHH... ' dari setiap manusia yang bergabung di meja itu.
Jungkook tampak berseri karena ia merasa bahwa teman-temannya senang akan sesuatu yang ia bawa dari rumah, hasil karya milik sang ayah itu selalu mengundang bunyi dari perut yang minta diisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEAF [end]
FanfictionIni aku ambil dari kisah sahabatku. yang menceritakan dirinya dengan seorang teman yang membuat dirinya terlampau berbeda. cerita ini aku persembahkan untuk seseorang.