Segala sesuatu pastilah mempunyai awal dan akhir, baik dan buruk, hitam dan putih, sedih dan bahagia. Itulah mengapa manusia menjadi makhluk paling sempurna yang Tuhan ciptakan, dan karena itulah manusia menjadi makhluk yang terkadang egois akan segala hal.Membuat dirinya lupa bahwa Tuhan telah menggariskan takdir bagi dirinya.
Hoseok terbangun dari tidurnya ketika matahari menyapanya lewat celah jendela yang terbuka, daun telah meninggalkan rantingnya dengan sempurna menandakan bahwa musim dingin akan segera tiba.
Beberapa minggu yang lalu waktu tengah mempermainkannya, seolah Tuhan menghempaskannya hingga dasar. Sudah terhitung tiga minggu yang lalu Jungkook telah di perbolehkan pulang dari rumah sakit, dan hari itu pula Jimin telah sembuh dari demamnya. Lelaki itu lupa bahwa dia tidak hanya berdua sekarang, jika mengingat akan hari itu Hoseok tak hentinya menyalahkan diri.
"Kau sudah bangun, minumlah teh mu dulu. Setelah itu bersihkan dirimu dan kita sarapan bersama. " Hoseok tersenyum pada sosok wanita yang selalu mengalah jika dirinya sedang termakan amarah, tak ada dari wajahnya sebuah penentangan.
Pintu aboni itu kembali terbuka menampakkan Hoseok yang telah rapih dengan kemeja dan celana casualnya, hari ini waktunya untuk mengantar Jungkook cuci darah di rumah sakit Gwangju. Dia tak ingin membuat putranya kelelahan jika kembali ke Seoul, setelah di perbolehkan pulang dia memutuskan untuk meneruskan pengobatan putranya disana.
Suga pun dengan suka rela pulang pergi dari Seoul ke Gwangju hanya untuk memantau kesehatan Jungkook, lagi pula rumah sakit itu adalah cabang tempat ia bekerja.
Hawa pedesaan yang menjadi alasan akan hal ini, walaupun Gwangju adalah salah satu kota terbesar di Korea bukan berarti dia tak mempunyai pegunungan. Setiap 2 minggu sekali lelaki itu dengan senang hati mengantarkan putranya untuk berobat kerumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari rumah, di temani dengan sang istri dan juga putra sulungnya.
Seperti pagi ini keluarga kecil itu akan bersiap pergi mengantarkan anggota termuda mereka untuk berobat. Terkadang lelaki itu menangis dalam diam, dia akan menumpahkan semuanya ketika menjelang tidur. Kondisi putranya semakin menurun setiap harinya, namun bocah itu tak pernah mengatakan kata 'sakit' pada siapapun.
Itulah mengapa Hoseok hidup dalam kepalsuan dirinya, apapun akan ia lakukan demi melihat putranya tersenyum dan melupakan rasa sakitnya. Lagi pula sekarang dia tidaklah sendiri untuk menghadapi hal ini, dia mempunyai seorang istri yang selalu memeluk punggungnya ketika ia sedang menangis dalam diam, juga putra sulungnya yang membuat ia percaya akan sebuah keajaiban.
Mobil itu berhenti di depan rumah sakit terbaik di kota ini, ini bukan pertama kalinya mereka datang. Dengan semangat Jimin mendorong kursi roda yang membawa serta adiknya hingga Suga menggantikan posisinya. Jungkook melambaikan kedua tangannya pertanda ia akan segera masuk dalam ruang berdinding kaca itu.
"Ayah... Dia selalu tampak bahagia. " Hoseok mengusap kepala putra sulungnya, ketika masih melihat dinding kaca yang menelan adiknya beberapa menit yang lalu.
"Karena dia memiliki kakak sepertimu Jim. " Jimin tersenyum memandang sang ayah, inilah mengapa ia tak rela bila Hoseok membencinya.
Suga melambaikan tangannya pada pasien sekaligus sepupunya itu, cuci darah yang berlangsung 2 jam itu telah usai beberapa menit yang lalu. Dan tinggallah Suga dan Hoseok yang masih berdiri di tempatnya memperhatikan dari kejauhan, Jimin yang membantu adiknya masuk dalam bangsal yang menjadi tempat perawatan.
Hoseok mengikuti langkah dokter muda yang sudah 4 bulan lamanya penyambung tangan Tuhan untuk menyelamatkan putranya, mencoba tegar adalah salah satu kekuatan yang pria itu punya saat ini.
"Silahkan duduk ahjussi. " Hoseok mendudukkan dirinya di kursi yang telah tersedia di ruang sederhana itu, dia masih mengembangkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEAF [end]
FanfictionIni aku ambil dari kisah sahabatku. yang menceritakan dirinya dengan seorang teman yang membuat dirinya terlampau berbeda. cerita ini aku persembahkan untuk seseorang.