[11]

935 207 28
                                    

KITA ADALAH KEMUNGKINAN

:::::

Kalau kita sedang membicarakan kemungkinan, berapa perbandingan antara kemungkinan kamu bertemu dengan seseorang di masa lalumu atau seseorang untuk masa depanmu? Bagaimana kalau mereka orang yang sama? Bagaimana kalau mereka bukan orang yang sama?

Aleyna memiliki beribu-ribu kemungkinan dalam hidupnya. Seperti misalnya, kemungkinan Kylie yang menunggunya karena tak kunjung kembali ke kampus, kemungkinan dosen yang mengabsen namanya di mata kuliah yang dirinya lewatkan, dan kemungkinan Arfael yang sadar akan perbuatannya.

Irish berulang kali meringis kesakitan. Akibat kejadian tadi, kaki Irish berhasil mendapatkan sedikit goresan yang merusak keindahan kaki mulusnya. Wanita cantik tersebut sedang berada di kubikel pada ruang kerjanya. Irish ditemani oleh salah satu rekan divisinya di kantor, seorang wanita yang sepertinya juga memiliki garis Indonesia, dilihat dari wajahnya.

"Udah mendingan?" tanya wanita itu yang Aleyna ketahui bernama Luna. Luna memastikan keadaan Irish saat kapas lembut menyentuh luka di kakinya.

Irish menganggukkan kepalanya seolah memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja. Lalu, Irish menoleh ke arah sofa di sudut ruanganㅡtempat Aleyna sedang melamun ditemani oleh laki-laki yang Irish ketahui bernama Arka.

"Kamu temannya Aleyna?" tanya Irish kepada Arka. Berjalan menyambangi mereka berdua secara perlahan.

Arka menatap Irish saat mendengar pertanyaan wanita tersebut yang ditujukan untuk dirinya. Arka ragu dengan jawaban yang harus dia berikan. Aleyna tidak menganggapnya teman, walaupun Arka sebaliknya.

"Dia mahasiswa program pertukaran asal Indonesia di kampus aku, Mbak," sahut Aleyna menjawab pertanyaan Irish. Tidak memberikan Arka kesempatan untuk menjawab.

Arka hanya bisa menunduk dengan guratan kecewa. Ini kenyataannya dan Arka harus bisa menerimanya. Beruntung Aleyna tidak mendapatkan luka sedikit pun di tubuhnya. Namun, siapa yang tahu kalau luka tersebut justru bersembunyi di balik raganya.

"Mbak, aku boleh pulang?" tanya Aleyna kepada Irish. Berada di sini terlalu lama membuat Aleyna berpikir bahwa itu merupakan pilihan yang salah. Aleyna tidak mau mengalami kemungkinan terburuk untuk hari ini atau mungkin untuk hidupnya.

Irish memandang Aleyna sebentar, lalu matanya berpindah melihat Arka yang hanya tertunduk sendu. "Arka, bisa antar Aleyna?"

Aleyna dan Arka menatap Irish dalam dua detik hitungan secara bersamaan. Raut wajah mereka menafsirkan makna yang berbeda. Aleyna dengan tatapan, mengapa harus dia? Dan Arka dengan tatapan, memangnya Ale mau?

Irish bukan ahli pembaca ekspresi seseorang. Wanita itu hanya tersenyum menatap Aleyna dan menganggukkan kepalanya pelan. Aleyna menangkap maksud Irish dan pasrah untuk menerima kelanjutannya.

Aleyna bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Irish. Lalu, gadis 19 tahun tersebut memeluk Irish. Pelukan yang menyalurkan rasa bersalah dan terima kasih dalam waktu bersamaan.

Aleyna berjalan meninggalkan Aire Jurnalism Company tanpa kata dan tanpa bertemu lagi dengan sang kakak, Arfael. Bahkan mungkin Aleyna akan membutuhkan waktu berhari-hari untuk mau membuka kembali suaranya kepada Arfael.

Arka segera menyusul Aleyna. Laki-laki tersebut sudah diberikan amanat oleh Irish, maka yang dilakukannya sekarang ialah menghentikan langkah kaki Aleyna. "Gue anter pulang," sahut Arka pelan.

Jangan mengecewakan orang yang kamu hormati. Aleyna menghormati Irish, maka yang dilakukannya sekarang ialah menerima ajakan Arka.

Untuk ketiga kalinya Aleyna duduk di jok belakang motor milik Arka. Padahal beberapa hari yang lalu gadis tersebut mengatakan bahwa saat itu merupakan saat terakhir dirinya diantar oleh Arka.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang