PEREMPUAN DI UJUNG KABUT
:::::
"Renatha, panggil aja Atha."
"Aleyna."
"Dipanggil Ale, 'kan?"
"Eh?" Aleyna tersenyum kaku, lalu kembali menatap Renatha. "Sebenarnya itu panggilan dari Arka. Tapi kalau Kakak mau manggil aku pakai Ale juga nggak apa-apa."
Renatha membalas senyuman Aleyna. Lalu, Renatha dengan semangat melambaikan tangannya ketika melihat Olivia yang baru keluar dari gedung perkuliahan. "Sini, entar keburu jam besuknya habis."
"Maaf lama," ucap Olivia sambil memperbaiki ikatan rambutnya.
Mereka bertiga pun langsung menuju halte bus. Hari ini Olivia menawarkan diri untuk menemani Aleyna menjenguk Dennies di rumah sakit. Kebetulan Renatha juga ingin ikut dikarenakan gadis tersebut tak ingin sendirian di tempat tinggal Olivia. Renatha menambah waktunya untuk berada di Seoul beberapa lama lagi. Tentu setelah Renatha mendapat izin dari rombongan kedutaan agar dia diperbolehkan pulang sendiri.
Aleyna tidak keberatan mengajak Renatha bersama mereka. Dia sudah cukup mengenal Renatha dan siapa dia dari cerita Olivia. Kata Olivia, tidak ada yang harus ditutup-tutupi, karena mengetahui belakangan hanya akan meninggalkan rasa sakit.
Awalnya Aleyna takut merasa ciut bertemu dengan Renatha. Dari cerita Olivia, Aleyna bisa menarik kesimpulan kalau Renatha adalah sosok wanita cerdas. Benar saja, saat Aleyna memerhatikan penampilan dan merasakan cara Renatha bersikap atau berbicara, Aleyna bisa paham mengapa Arka mengagumi sosok wanita tersebut.
Sudah empat hari ini semenjak kejadian di apartemen Dennies, Aleyna dan Arka belum ada lagi bertegur sapa. Dia tidak ada niat untuk membuat Arka bingung dengan sikapnya. Aleyna hanya merasa sedang berada di titik rendah siklus kekecewaan dan patah hatinya.
***
"Hm, siapa tadi namanya? Dennies?" tanya Renatha ketika mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit.
Olivia dan Aleyna kompak mengangguk. Mereka pun sampai di depan pintu ruang rawat inap Dennies. Mereka bertiga sedikit terlonjak kaget ketika melihat dua orang laki-laki yang berada di dalam ruang tersebut sedang berbincang dan sesekali mengeluarkan suara tawa.
"Kak Attaya," sahut Aleyna dari pintu. Tetap saja, gadis tersebut masih enggan untuk masuk ke dalam ruangan.
Attaya dan satu laki-laki lagi, Arka, melirik bersamaan ke arah pintu. Mereka saling melempar senyum, tetapi senyuman Arka tak dibalas oleh Aleyna. Hanya Renatha yang melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah laki-laki tersebut.
"Lo di sini, Ka?" Renatha berjalan memasuki ruangan. "Halo! Gue Renatha, temannya Arka dan Oliv. Gue juga baru mulai jadi temannya Aleyna," ucap Renatha ceria sambil mengulurkan tangannya ke arah Dennies.
Dennies membalas senyuman itu. Dia ikut mengulurkan tangan, menyambut salam Renatha di hadapannya. "Dennies. Senang bertemu dengan kamu."
Renatha memiringkan kepalanya, memberikan gerakan menerima perkenalan itu dengan senang. Kemudian Renatha menoleh ke arah pintu dengan alis bertaut. Aleyna masih berdiri di sana, ditemani Olivia di sampingnya. Gelagatnya menandakan keraguan untuk masuk ke dalam ruangan.
Terdiam selama beberapa saat, Aleyna akhirnya menyahuti Attaya. "Aku ke kafetaria rumah sakit dulu. Kakak mau titip sesuatu?"
Attaya menggaruk pelipisnya melihat tingkah Aleyna. Dia menggeleng pelan, lalu menatap Arka yang duduk di sampingnya. Attaya mengisyaratkan Arka untuk menemani adiknya tersebut. "Mungkin kamu bisa ajak Aleyna bicara, Ar," pinta Attaya berbisik pelan.
![](https://img.wattpad.com/cover/95740297-288-k245896.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA
Художественная прозаAda satu masa ketika Aleyna merasa hatinya sedang bermain-main dengannya. Mengalami perpisahan dan menorehkan kenangan tak terlupakan dalam satu waktu, membuat Aleyna percaya bahwa menjadi setia untuk menunggu adalah takdir semesta untuknya. Lalu, a...