[27]

726 162 15
                                    

MEDIASI SATU DIMENSI

:::::

Awalnya berat, jujur saja. Kepribadian Aleyna yang kaku, dingin, dan apatis memang menjadi halangan besar dan membuat dia tak menikmati hidup dengan benar-benar tulus. Ayolah, bagaimana bisa seorang gadis berusia sembilan belas tahun menjalani hidup seperti Aleyna? Di usianya sekarang, seharusnya Aleyna belajar, menyusun mimpinya, pergi berbelanja pakaian model terbaru, mengoleksi barang-barang girly, dan bergosip tentang laki-laki tampan di kampus bersama teman-temannya.

Be able to smile truely adalah harapan Aleyna ketika menemukan pribadi aneh seperti Arka.

Aleyna selalu memiliki pola pikir jika terkadang yang dibutuhkan hanyalah diam dan menerima, karena tak ada satu pun kata yang bisa dengan tepat menjelaskan the shit that's going on in her mind and heart. Namun, kedatangan Arka justru menampik semua ilusi semu dan pesimis seorang Aleyna.

Arka itu aneh. Wajahnya tampan, tetapi sikapnya menyebalkan. Dia selalu datang dengan filosofi-filosofi menggelitik rasionalitas seseorang. Dia selalu menyuap Aleyna dengan hal-hal unik yang dia punya. Arka selalu berhasil membuat Aleyna tersenyum tulus, walau kadang tak disadarinya. Dan Arka selalu berhasil mengerti Aleyna tanpa harus lewat kata-kata.

Bahkan Arka hanya butuh melakukan hal-hal sederhana. Seperti mengajaknya ke toko buku, mendengarkan lagu bersama rintik hujan, menceritakan lelucon anehnya, ataupun bertingkah konyol seperti di dalam kereta waktu dulu. Tak ketinggalan, hanya dengan berbekal iming-iming menghabiskan satu hari di flat milik Arka, Aleyna bisa melupakan masalahnya begitu saja.

Lalu sekarang, kalau Arka harus kembali ke Indonesia, kepada siapa Aleyna akan menghilangkan keresahannya? Kelemahannya—tak bisa mengekspresikan sesuatu dengan leluasa seperti Arka. Dan Arka malah pergi meninggalkannya tanpa kejelasan, persis seperti Dennies yang dulu menghilang tanpa kabar.

"Aleyna, teman-teman kamu udah datang." Arfael mengintip dari balik pintu kamar ketika Aleyna sedang memeriksa ponselnya.

"Oke," jawab Aleyna dan segera bangkit membereskan kamarnya.

Arfael mengangguk, lalu kembali berkata, "Kakak sama Irish ke rumah sakit untuk melihat keadaan Dennies. Hati-hati kalau mau pakai kompor," pesan Arfael.

Aleyna mengangguk dan segera mengantar Arfael hingga pintu depan, seraya menyambut Anya dan lainnya. Attaya tidak ada di rumah hari ini, laki-laki tersebut harus berkutat di kampus untuk menyelesaikan beberapa paper kuliahnya.

"Ale-Ale!" Kylie langsung memeluk Aleyna ketika dia mendapati gadis mungil itu berjalan menyambangi pintu. Diiringi tawa Anya dan Olivia mendengar panggilan tersebut. "Jam berapa kamu bangun? Jam sembilan? Sepuluh?"

"10.15 KST lebih tepatnya," jawab Aleyna dan mengajak mereka masuk.

Olivia langsung berjalan cepat memasuki kamar tidur Aleyna. Dia menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit kamar Aleyna yang penuh dengan gantungan bernuansa hippie dan potret persahabatan mereka dalam bentuk polaroid. "Sudah berapa lama kita nggak sister-time seperti ini, ya?" tanyanya.

"Haduh!" Anya ikut menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan memeluk Olivia dengan tangan kanannya. "I bet this year is the most memorable one for every of us. Terlalu banyak yang terjadi hampir setahun ini," gumam Anya setelahnya.

Kylie mengangguk sambil meletakkan kantung plastik berisi camilan ke atas meja belajar Aleyna. "Apa kalian ada rencana berlibur ke Jepang untuk berburu daun maple di sana?" Kylie tiba-tiba berceletuk ringan.

"Belum terpikirkan, sih. Oh ya, orang Jepang bilang kalau kamu bisa mendapatkan maple dengan delapan kelopak, it means you will find your true soulmate. Kalian percaya mitos seperti itu?" tanya Anya setelahnya.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang