[26]

714 167 5
                                    

AWAL MUSIM GUGUR

:::::

Waktu ke waktu perlahan Aleyna mencoba merakit egonya sendiri. Dia ingat sapaan dan senyum pertamanya kepada Dennies setelah bertahun-tahun. Tentu saja Dennies membalas sapaannya dengan senyum yang Aleyna rindukan.

Walaupun keadaan Dennies tidak sebaik dulu, tetapi senyum laki-laki tersebut masih sama bagi Aleyna. Masih terlihat menenangkan hati, bahkan lebih berenergi. Seolah-olah Dennies menampik kenyataan bagaimana hidup membawanya berakhir di atas kasur rumah sakit bersama selang-selang asing.

Renatha dan Arka acap kali menemani Aleyna ke rumah sakit. Katanya, mereka berdua banyak belajar dari Dennies. Aleyna tak sepenuhnya paham maksud dua orang tersebut. Aleyna sering melihat ketika dirinya baru kembali dari kantin rumah sakit, Renatha dan Dennies terlihat sibuk di depan laptop sambil memandang sesuatu yang Aleyna tidak tahu. Kadang Arka terlihat sedang terlibat percakapan serius bersama Dennies, tetapi terkadang ekspresi mereka tak tertebak oleh Aleyna.

Ada sedikit rasa cemburu yang dirasakan Aleyna kepada Renatha. Wanita tersebut terlihat mudah akrab dengan semua orang, bahkan Anya dan Kylie saja menyukai kepribadian Renatha. Dennies pun begitu juga. Laki-laki tersebut terlihat senang dengan kehadiran Renatha dan Arka yang sering mengunjunginya. Sedangkan Aleyna yang sudah sangat lama mengenal Dennies, masih sulit untuk kembali membangun interaksi hangat antara mereka berdua.

"Jangan melamun, entar nggak sadar kalau ada cowok cakep yang lewat." Arka mengejutkan Aleyna yang duduk menunggu Arka di taman kampus.

Aleyna mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia menghela napas dan tersenyum tipis menatap Arka. "Dari mana? Lama banget," tanyanya.

"Dari Ruang TU Akademik? Ya pokoknya kantor TU gitu, lah. Gue nggak tahu namanya apa di Seoul," jawab Arka dan kembali menatap ke depan. Kepala Arka menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat sudut-sudut jalan yang dihiasi guguran daun. "Lo lebih suka mana, musim semi atau musim gugur?" tanya Arka setelahnya. Laki-laki tersebut membuka percakapan dengan topik yang aneh.

Aleyna menolehkan kepalanya ke samping menatap Arka. "Tiap musim selalu mempunyai sesuatu yang menjadi kesukaan orang-orang, Ar."

"Kalau gue suka kedua-duanya," jawab Arka tanpa pertanyaan balik dari Aleyna. "Enam bulan yang lalu pertama kali gue nginjak kaki di Seoul, gue disambut sama musim semi. Terus, bunga apa tuh namanyaㅡ"

"Azalea?" jawab Aleyna mengerti.

Arka menganggukkan kepalanya dengan senyum lebar. "Nah, itu! Seoul kelihatan merona dengan bunga Azalea yang berwarna merah muda."

"Kata-kata kamu terdengar cheesy banget, Ar," potong Aleyna terkekeh pelan.

Mendengar Aleyna terkekeh, Arka tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Rugi rasanya kalau tak ikut terlibat dalam satu frekuensi tawa cerah seorang Aleyna.

"Kalau musim gugur, daun-daun pohon gingko jadi warna kuning. Banyak daun maple juga. Gue suka," lanjut Arka.

Aleyna mengangguk setuju dengan ucapan Arka. Membuatnya memandang dedaunan yang berguguran. "Musim gugur lebih berwarna dari musim semi. Merah, kuning, hijau, cokelat... Cantik, 'kan?"

Arka mendongakkan kepalanya menatap langit musim gugur Seoul. Dia mengangguk pelan dan kembali bersuara. "Kalau hidup lo, Ale? Lebih berwarna di musim semi kemarin atau di musim gugur ini?"

Aleyna menolehkan kepalanya ke depan. Dia mengeratkan genggamannya pada novel yang memang sejak tadi berada di atas pangkuannya. Aleyna terdiam sejenak mendengar pertanyaan Arka. Mengenal Arka selama satu semester ini membuat Aleyna mulai bisa memahami karakter laki-laki tersebut. Arka itu begitu merdeka atas dirinya sendiri. Kalimat-kalimatnya juga bebas, tetapi selalu ada maksud aneh yang kerap laki-laki itu selipkan.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang