[9]

889 205 18
                                    

SEBAIT KISAH TERAKHIR 2013

:::::

Cahaya dan bias-bias matahari menyingsing ke dalam kisi-kisi jendela kamar Aleyna. Aleyna segera membuka dua kelopak matanya, membiarkan mata cokelat tersebut meresap cahaya sehingga mencapai retina dan dirinya bisa melihat secara leluasa.

Aleyna memeriksa ponselnya yang tergeletak di atas laci kecil berwarna cokelat di samping tempat tidurnya. Pukul 08.00 WIB dan dia memiliki janji dengan Dennies pukul 09.00 WIB. Hari itu minggu pertama Februari. Seperti janji Dennies dahulu, laki-laki itu akan mengajak Aleyna ke sebuah panti asuhan di daerah Subang.

Bersiap-siap untuk segera pergi, Aleyna menatap lamat dirinya di depan cermin setinggi dada di kamarnya. Di pantulan cermin tersebut berdiri seorang gadis manis dengan seragam SMA miliknya. Aleyna tersenyum sambil merapikan rambut panjang sedadanya yang tergerai hitam ke bawah. Hari itu, Dennies akan mengajak Aleyna bernostalgia bersama karena Dennies juga akan memakai seragam SMA miliknya.

"Pa, Aleyna pamit dulu ya diajak jalan-jalan sama Kak Dennies," sahut Aleyna saat melihat sang ayah duduk dengan pandangan menatap koran di hadapannya.

"Joshimi gayo." (Hati-hati di jalan). Sang ayah melirik putri kecilnya berjalan keluar rumah.

Aleyna berjalan keluar rumahnya dan segera menghampiri laki-laki tinggi yang sedang berdiri di samping mobilnya. Dennies sudah bersiap, terlihat gugup karena dia beberapa kali tampak memperbaiki kerah seragamnya. Menggemaskan.

"Kak Dennies!" sapa Aleyna menepuk pelan lengan laki-laki tersebut.

Dennies segera berbalik menatap Aleyna. Memberikan senyuman pertamanya untuk hari ini. "Bagaimana penampilan saya, Aleyna? Sudah satu tahun saya tidak memakai seragam SMA." Dennies menanyakan pendapat Aleyna tentang penampilannya.

Aleyna tersenyum dan mengangkat jempol kanannya sembari berkata, "Jjang." (Keren).

"Jang? Apa arti dari kata jang?" tanya Dennies kebingungan.

Aleyna hanya tersenyum dan berlari memasuki pintu depan mobil. "Subang itu jauh loh, Kak. Ayo kita berangkat sekarang!" teriak Aleyna diiringi kekehan kecil dari bibir Dennies.

Kedua mata Aleyna tak hentinya memandang keluar jendela. Sedangkan kepalanya sejak tadi terus bergoyang mengikuti alunan lagu yang diputar di dalam mobil Dennies. Aleyna meresapi lirik lagu yang didengarnya saat itu. Menikmatinya dalam keheningan yang tercipta antara Dennies dan Aleyna.

Kalau dulu di pertemuan pertamanya dengan Dennies, Aleyna mendengarkan lagu Mocca. Sekarang bersama dengan Dennies, Aleyna mendengarkan satu lagu dari Banda Neira berjudal Hujan di Mimpi. Tak cukup Dennies berhasil membuat Aleyna menyukai novel roman, sekarang Dennies berhasil membuat Aleyna jatuh cinta dan menambahkan Banda Neira ke dalam daftar musisi indie & folks lokal terbaik Indonesia versi miliknya.

"Menenangkan, bukan?" tanya Dennies melirik Aleyna dari ujung matanya.

Aleyna menganggukkan kepalanya pelan tanpa mengalihkan tatapannya dari jendela mobil. "Benar-benar teduh seperti hujan di dalam mimpi," gumam Aleyna meniru salah satu lirik lagu tersebut.

Perjalanan mereka menuju Subang hari itu hanya ditemani sunyi dan alunan musik indie. Aleyna terus menikmati bait-bait liriknya, sedangkan Dennies terus menikmati kebersamaannya bersama Aleyna.

"Sudah sampai," ucap Dennies tatkala mereka sampai di sebuah persawahan yang luas.

"Di sini tempatnya?" tanya Aleyna bingung. Sejauh mata memandang, dirinya hanya dapat melihat hamparan sawah yang berundak.

"Menapaki sedikit persawahan bersama desir angin, maka tempat tujuan kita akan menanti di sana," ucap Dennies menunjuk ke persawahan dan berhasil membuat Aleyna tertawa pelan. Lucu mendengar kalimat Dennies yang entah mengapa memberikan kesan romantis di telinga Aleyna.

Mereka pun segera melangkahkan kaki-kaki mereka melewati jalan setapak di antara dua bentangan sawah yang hijau. Semilir angin menerbangkan rambut hitam Aleyna. Mungkin berlebihan, tetapi Aleyna seperti merasa dirinya sedang menjadi pemeran sebuah kisah manis seorang gadis desa.

"Kakak percaya nggak sama takdir?" tanya Aleyna tiba-tiba sedikit mengeraskan suaranya.

Saat itu Aleyna berjalan di depan Dennies, sedangkan Dennies mengikuti bagaimana kaki mungil Aleyna melangkah di depannya.

"Iya dan tidak," jawab Dennies singkat.

"Maksud Kakak?" Aleyna menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap Dennies.

Entah sejak kapan, saat itu mereka sudah berdiri di tengah-tengah jembatan desa. Di bawahnya mengalir sungai kecil yang beriak dan menghasilkan suara menenangkan di telinga yang mendengarnya.

Dennies berjalan menghampiri Aleyna. Laki-laki tersebut berdiri di hadapan gadis mungil yang tak disadarinya berhasil menempati posisi istimewa di hatinya. Mungkin? Entahlah, Dennies masih belum cukup yakin.

"Saya percaya takdir saat dengan ketidaksengajaan saya bertemu dengan bocah SMP di kafe buku satu tahun yang lalu. Tetapi saya tidak percaya takdir saat kenyataannya saya harus meninggalkan bocah SMP yang sekarang sudah menjadi remaja pemilik senyum manis ini," ujar Dennies menatap kedua mata Aleyna.

Dennies mengangkat tangannya dan menangkup kedua pipi Aleyna. Bagaimana ceritanya Dennies bisa merasa berbunga-bunga hanya karena bocah SMA yang empat tahun lebih muda darinya?

"Kakak kenapa, sih? Kakak cuma kuliah di Depok dan selalu pulang paling nggak sekali sebulan." Aleyna merasa resah. Dirinya paham perkataan Dennies yang membiaskan sebuah perpisahan. Namun, hatinya seolah menolak kalimat Dennies yang terdengar menyesakkan untuknya. Terasa sakit walaupun itu sedikit manis.

Dennies terus menatap lekat kedua manik Aleyna. Membiarkan angin menerbangkan helai-helai rambut gadis itu dan menutup sebagian wajahnya. Lalu, di detik selanjutnya tepat saat daun pohon mahoni jatuh dan tersangkut di helai-helai rambut hitam Aleyna, Dennies menghapus jarak di antara mereka.

Dua ribu tiga belas. Aleyna mendapatkan ciuman pertamanya.

Dua ribu tiga belas. Aleyna kehilangan cinta pertamanya.

Karena setelah mereka menorehkan kenangan terakhir di panti asuhan tersebut, Dennies tidak pernah kembali. Laki-laki itu tetap berkuliah di kampusnya hingga lulus sarjana. Namun entah apa salah Aleyna, Dennies seolah menghilang dan enggan menemui dirinya lagi.

Dennies pergi membawa jawaban yang Aleyna butuhkanㅡjawaban untuk ciuman pertama mereka dan jawaban untuk perasaan mereka.

Entah karena alasan apa.

Entah untuk alasan apa.

Aleyna pun mengerti arti kehilangan untuknya.


AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang