MERETAS LAWAN
:::::
Berhasil mendidik anak-anak dengan baik adalah impian semua orangtua. Setiap orangtua pasti ingin agar anaknya bisa sukses dan bahagia, tetapi apakah pada kenyataannya semudah itu? Arka pernah berpikir bahwa hal negatif yang mungkin secara tidak sengaja ditanamkan ke pikiran bawah sadar sang anak akan terus mendominasi dan mengendalikan hidupnya, memengaruhi masa depan.nya Seperti itulah yang Arka tangkap atas cerita Dennies satu jam ini.
Sepulang mengikuti kegiatan rutin di Kelas Internasional bersama para peserta pertukaran pelajar lainnya, Arka memutuskan untuk mengunjungi Dennies di rumah sakit. Laki-laki tersebut sudah bangun dan mulai memulihkan tubuhnya. Setelah mendengar keadaan kesehatannya, Dennies akan memilih melakukan pengobatan sesuai anjuran dokterㅡmelakukan radioterapi.
"Di mana-mana kerja pasti capek, Bang." Arka mengupas kulit apel sambil duduk di salah satu kursi ruang rawat inap tersebut. "Di mana-mana kalau capek butuh pelampiasan, gitu juga hati. Tapi pelampiasan nggak harus bersifat destruktif juga, 'kan?" tanyanya menatap Dennies.
Dennies masih diam setelah selesai menceritakan masalahnya kepada Arka. Mungkin karena pembawaan Arka yang santai dan terlihat bersahabat, hanya dalam waktu beberapa jam Dennies tidak menghindar untuk bercerita kepada laki-laki yang terpaut tiga tahun dari dirinya tersebut. Dennies mengetahui posisi Arka di kisahnya. Namun, dirinya bukan tipe laki-laki yang suka menilai orang hanya dari penampilan dan kesan pertama.
"Arka, saya waktu itu hidup sendiri. Nggak ada yang jadi dukungan saya untuk tetap menggunakan akal sehat." Dennies merendahkan suaranya.
Arka menghela napas dan berjalan ke samping ranjang Dennies. Dirinya menyerahkan piring berisi potongan apel yang dikupasnya tadi. "Kalau gitu kenapa nggak mencoba menghargai diri sendiri aja, Bang? Kalau lo sedih dengan apa yang lo alami, berarti itu artinya lo peduli sama diri lo sendiri, 'kan? Tapi kenyataannya lo malah ngerusak diri lo sendiri. Kalau gitu jangan main setengah-setengah. Hancur ya hancur aja, kalau kadang sadar tapi kadang juga khilaf sama aja lo bohong."
Dennies tertawa cukup keras setelah mendengar kalimat Arka yang terkesan kasar untuk ukuran orang yang baru dikenalnya, tetapi sukses menampar Dennies. Dirinya seorang pria, maka kalimat yang seperti ini yang dibutuhkannya. Bukan untaian kata yang terkesan dilembut-lembutkan karena tak tega dengan keadaannya.
"Hidup jadi mahasiswa bukan asli Indonesia, hidup sebagai anak tunggal, jauh dari orangtua dan akhirnya menerima kenyataan kalau hubungan orangtua saya kandas di tengah jalan, di saat saya sedang gila-gilanya semangat kuliah dan menikmati masa muda. Di titik itu saya lelah dan memilih untuk nggak menyeret Aleyna. Saya dan Aleyna hanya menikmati kesenangan, nggak pernah terpikirkan sama saya untuk mengajak Aleyna merasakan imbas dari sikap saya yang berubah." Dennies menghela napasnya dalam.
"Bang, lo suka novel, ya?" tanya Arka tiba-tiba mengalihkan topik mereka. Dennies menaikkan alisnya, lalu mengangguk pelan. "Dan pasti lo juga jago nulis. Makanya bisa jadi editor di tempat kerja Kak Arfael," lanjutnya yang membuat Dennies kembali menganggukkan kepala.
"Cuma lewat menulis saya berani menceritakan masalah saya selama ini, sebelum saya ketemu kamu pastinya," ucap Dennies dengan senyum tulus di bibirnya yang masih pucat.
"Wah, berarti gue keren dong bisa buat lo cerita ke gue." Arka tertawa sambil membentuk jari tangannya seperti pistol dan mengeluarkan suara tlak dari decakan lidahnya. "Gue suka selera lo, Bang!"
Dennies tertawa melihat laki-laki di hadapannya saat ini. Begitu positif dan bersemangat. Tidak berusaha sok jadi dewasa dan bijak, tetapi kata-kata sederhananya justru terkesan lebih menohok tepat mencapai maksudnya. "Kamu juga suka novel, Ar?"
"Nggak terlalu. Gue lebih suka baca biografi, komik, sama buku-buku antologi. Kalau baca novel, perut gue suka geli-geli, Bang," jelasnya yang berhasil membuat Dennies tertawa.
"Apa kamu mau saya buat jadi suka sama novel? Aleyna dulu suka novel roman karena saya cekokin mulu," ucap Dennies yang berhasil membuat Arka menaikkan alisnya. "Aleyna itu unik, kamu setuju, Ar?"
Arka mengangguk semangat dan mulai menceritakan tentang dirinya dan Aleyna yang memiliki ketertarikan terhadap hal-hal yang sama. "Gue suka buku antologi berisi sastra, kumpulan prosa, dan kawan-kawannya. Sedangkan Aleyna suka novel. Tapi, musik dan selera kultur kita sama."
Dennies mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Aleyna itu mudah dipengaruhi, Ar. Coba kamu pinjamin dia buku-buku kamu itu, pasti lama-lama dia jadi ketagihan," ungkapnya riang. Membayangkan bagaimana dulu Aleyna begitu antusias setiap Dennies membawa novel rekomendasi terbaru.
"Tapi perasaannya nggak bisa dipengaruhi, Bang." Arka segera memperbaiki posisi duduknya. "Sejujurnya, lo mau Aleyna balik ke lo atau mau Aleyna mengerti keadaan lo sekarang dan berharap ada skenario lain untuk kalian berdua?" tanya Arka tiba-tiba tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.
Dennies menelan ludahnya setelah mendengar pertanyaan Arka tersebut. Cara dia berbicara benar-benar tegas dan Dennies justru merasakan kalau Arka secara tak langsung meminta kepastian untuk Aleyna. Dennies bisa melihat kalau Arka paling tidak sudah tahu sejauh mana masa lalunya dan Aleyna.
"Saya mau Aleyna berdamai sama masa lalunya, tanpa menjadikan saya alasan dia untuk terus berlarut-larut kayak gini." Dennies menatap lurus pada ujung kakinya yang tertutup selimut.
Arka mengangguk-anggukkan kepalanya dan kembali menatap Dennies. "Lo mau Aleyna berdamai sama masa lalunya, tapi lo nggak berani menceritakan apa sebenarnya masalah lo dan alasan-alasan yang buat Aleyna masih terikat sama lo. Gimana keinginan lo bisa tercapai, Bang?"
Dennies lagi-lagi berhasil dibuat bungkam dengan serangan Arka. Dirinya menggeleng pelan dan membasahi bibirnya. "Udah terlambat, Ar. Semuanya udah terlanjur hancur. Kamu bisa lihat sendiri gimana sikap Aleyna sekarang terhadap saya."
Arka mendesah frustrasi mendengar jawaban Dennies. Arka bangkit dari duduknya dan menatap Dennies serius. "Aleyna itu cewek yang sok kuat, Bang. Dia kelihatan dingin dan tangguh di awal, itu cuma kesan pertama yang sengaja dia tunjukin ke orang yang baru dikenalnya. Itu cuma cara dia menanamkan impresi supaya nggak dicap lemah. Karena kenyatannya, keinginan hatinya sendiri aja dia belum bisa mengerti. Jadi, harusnya lo bersikap tegas sama perasaan lo ke dia. Jangan jadikan waktu sebagai alasan."
Dennies setuju dengan ucapan Arka. Dia bisa mengingat bagaimana pertemuan dirinya dan Aleyna pertama kali. Aleyna terlihat suka menghakimi orang dengan tatapan matanya, terlihat dingin, dan terkadang bersifat cuek. Namun, lambat laun setelah mengenal gadis tersebut, Dennies bisa melihat kalau Aleyna tidak seperti itu.
"Gue pamit dulu ya, Bang. Biasa, tugas numpuk. Jangan segan cerita ke gue, Kak Arfael, Kak Attaya, ataupun Aleyna. Kita hidup bergantung satu sama lain sebagai satu perantauan." Arka segera mengambil tasnya dan berjalan meninggalkan ruang rawat inap Dennies.
Di dalam langkah kakinya, Arka tersenyum bangga akan dirinya sendiri. Menurut Arka, manusia dilahirkan untuk bertahan sebaik mungkin. Walaupun akhir hidup tak dapat dihindari, tak ada alasan mengapa kehidupan tak dapat menyenangkan dan lama. Hanya satu hal yang merintangi hidup, yaitu bagaimana cara memilih sudut pandang yang akan digunakan untuk bertahan.
Arka melakukan pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Di saat dirinya berusaha mengajak Dennies, secara tak langsung mau berkompromi atas perasaanya terhadap Aleyna. Arka juga berhasil menjadikan lawannya tersebut menjadi kawan.
"Mengalahlah dalam hal-hal sepele, sambil diam-diam mencapai tujuan lo, Ka." Begitu ucap Renatha yang secara tersirat membuat Arka memilih mengalah agar Aleyna mau kembali memperbaiki hubungannya dan Dennies. Hubungan yang bagi Arka harus diselesaikan dengan cara yang baik untuk keduanya, dan menguntungkan untuk Arka ke depannya.
Licik? Tidak.
Hidup adalah pertarungan akan kekuasaan. Dan sekali Arka berhenti bertarung untuk apa yang ingin dicapainya, maka sesuatu yang tidak dinginkannya malah justru yang akan mengambil alih secepatnya. Tinggal apa yang mau dipilih saja. Menjadi Dennies, Arka, Aleyna, atau menjadi diri sendiri dengan belajar dari pengalaman-pengalaman yang didapat dari kisah orang-orang di sekitar.

KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA
General FictionAda satu masa ketika Aleyna merasa hatinya sedang bermain-main dengannya. Mengalami perpisahan dan menorehkan kenangan tak terlupakan dalam satu waktu, membuat Aleyna percaya bahwa menjadi setia untuk menunggu adalah takdir semesta untuknya. Lalu, a...