TAK SELAMANYA PATAH HATI DIOBATI
:::::
"Ale!"
"Neng Ale!"
"Apa?" desis Aleyna sambil menurunkan tangannya memegang novel yang menutupi separuh wajahnya.
Arka mendengus kecil dan merapikan beberapa kertas di atas mejanya. "Lo masih di Bumi, 'kan?"
Aleyna mendelikkan matanya dan kembali membaca novel di genggamannya, memilih mengabaikan Arka. Suasana hening perpustakaan sangat mendukung Aleyna untuk berlayar bersama novelnya ke dunia miliknya sendiri.
Ponsel Aleyna bergetar dari dalam tasnya. Aleyna segera memeriksanya dan mendengus pelan ketika melihat pesan dari Arfael yang memintanya untuk bertemu.
"Lo mau ke mana?" tanya Arka yang melihat Aleyna menutup novelnya dan berjalan keluar perpustakaan. Laki-laki tersebut mengekori Aleyna yang tidak menjawab pertanyaannya.
Aleyna berjalan ke taman kampus, tempat sang kakak menunggu dirinya. Terlihat Arfael sedang duduk di salah satu bangku taman dengan masih memakai setelan jas kantornya.
"Arka, aku mau bicara sama kakakku dulu. Bisa kamu menunggu di sini aja?" tanya Aleyna berbalik dan menatap Arka di belakangnya.
Arka menganggukkan kepalanya dan melirik ke belakang. Kemudian memilih untuk berjalan menyambangi tempat teduh, duduk di bawah pohon azalea taman tersebut. Sedangkan Aleyna bergegas menuju Arfael yang berada lumayan jauh dari tempat Arka berteduh.
"Aleyna," sapa Arfael saat melihat Aleyna berjalan dan menduduki bangku yang sama dengannya. "Kakak akan langsung ke intinya. Kenapa kamu bisa langsung berpikiran kalau Kakak menyembunyikan sesuatu dari kamu?" tanya Arfael.
Aleyna mendengus pelan mendengar kalimat yang keluar dari bibir Arfael. Arfael berbeda dengan Attaya, sangat berbeda. Pembawaan Arfael sangat serius, terlalu menghargai waktu, dan memiliki kepribadian yang kaku untuk seorang kakak.
"Aku melihat dia, Kak." Aleyna menatap tajam Arfael. "Salah satu copy-editor di Aire. Kenapa Kakak tega menyembunyikan hal ini dari aku?" tanya Aleyna mengingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu.
"Kakak sudah bilang, Aleyna. Ada rahasia yang harus dirahasiakan hanya untuk menyelamatkan salah satu pihak," tegas Arfael menatap Aleyna.
"Dan pihak yang sedang Kakak selamatkan itu adalah dia, seperti itu?"
Arfael menggelengkan kepala tidak tahan dan mendengus kasar. "Kakak justru menyelamatkan kamu. Kamu, Aleyna! I know you are the one who get the pain. This is the reason, I'm trying to save you. Kakak capek melihat kamu yang selalu mengharapkan dia." Arfael menegaskan ucapannya, mengacak rambut hitamnya, dan berdiri dari duduknya.
Aleyna ikut berdiri dari duduknya dan mendongak menatap kedua mata Arfael. "Kakak salah! Pada kenyataannya, you just let me feel the pain more and more, Arfael. Kakak nggak tahu apa yang aku lihat dengan mata kepalaku. He's different and... worst, Kak. Diaㅡ"
"Merokok? Terlihat cuek dengan penampilannya? Kakak tahu, Aleyna. Dia datang kepada Kakak sudah dalam keadaan seperti itu!" jelas Arfael memandang Aleyna, memohon adiknya tersebut untuk mengerti.
Aleyna menatap Arfael berkaca-kaca. Benar apa yang dikatakan Arfael, penampilannya memang berbeda. Oleh karena itu, Aleyna sempat membuang jauh pikiran anehnya saat melihat dengan matanya sendiri. He's totally not a guy which Aleyna adores in the past. Dia menghilang, benar-benar sudah menghilang karena dia yang kembali sekarang tampil dalam keadaan yang membuat hati Aleyna justru pilu, bukannya bahagia.
"Kalau hanya karena perubahaan dia yang seperti itu menjadi alasan Kakak enggak mau jujur sama aku, maka pemikiran Kakak terlalu pendek. Karena setelah mengetahui keadaannya dengan mata aku sendiri, justru membuat aku semakin ingin mencari tahu dan mengambil dia kembali!" tegas Aleyna dan berbalik untuk berjalan menjauhi Arfael.
Arfael menendang angin dengan frustrasi dan menggeram kesal. Dirinya tidak mengerti jalan pikiran Aleyna. Terlampau keras kepala dan menuruti apa yang dia pikir benar. Arfael sangat menyayangkan hal itu.
Arfael pun menarik napasnya pelan dan mulai kembali mengeluarkan kata-katanya. "Kalau ini adalah permintaan dia untuk merahasiakannya dari kamu, apa kamu tetap akan mencari tahu, Aleyna?" teriak Arfael tertahan dengan suara yang masih dapat didengar oleh Aleyna.
Aleyna berhenti setelah mendengar kalimat dari Arfael. Kedua pelipisnya semakin sakit karena menahan air mata yang mendesak ingin keluar. Tatapan Aleyna bertubrukan dengan Arka yang mungkin sejak tadi menatap dirinya, meskipun Aleyna yakin laki-laki tersebut tidak dapat mendengar percakapannya dengan sang kakak. Aleyna memejamkan matanya sejenak. Kemudian dengan keyakinan pasti, dirinya membawa kedua kaki mungil itu berlari menuju Arka.
Arka langsung berdiri dan mengerutkan dahinya saat melihat Aleyna berlari menghampirinya. Angin berembus sepoi dan menggoyangkan beberapa dahan saat Aleyna berhenti di hadapannya. Tatapan Arka teralihkan oleh kelopak berwarna merah muda yang terbang perlahan dan mendarat di puncak kepala Aleyna. Tangannya pun tergerak mengambil kelopak tersebut dan menunjukkannya kepada Aleyna yang masih menahan tangisnya.
Mata Aleyna semakin sendu saat telapak tangan Arka terbuka di hadapannya, menampakkan sekelopak bunga kesukaannya di sana. Awalnya tangan Aleyna terangkat ragu untuk mengambil kelopak tersebut, tetapi yang dilakukannya pada akhirnya adalah membuka telapak tangannya dan menelungkupkannya di atas telapak tangan Arka.
"Hey, Ale. Azalea petal is falling, but why are you crying?" tanya Arka lembut saat melihat Aleyna membiarkan kelopak azalea tersebut terperangkap di antara telapak tangan mereka berdua.
Aleyna mengangkat kepalanya dan menatap Arka. Saat pandangan mereka bertemu, Aleyna tidak dapat lagi menahan air matanya. Untuk kali ini saja inginnya, biarkan Arka melihat dirinya menangis tanpa alasan yang tidak laki-laki tersebut ketahui.
Hati dan logika memang selalu tak sejalan ketika berhadapan dengan keadaan seperti ini. Oleh karena itu, Aleyna justru menatap nanar Arka seolah mencoba mencari harapan untuknya.
"Arka, bagaimana caranya berhenti dan melepaskan? Atau bagaimana caranya menerima kembali tanpa beban?" tanya Aleyna lirih dengan tetes-tetes air mata yang masih mengalir perlahan.
Arka memejamkan matanya setelah melihat wajah Aleyna. Hari terindahnya dan hari terburuknya di Seoul terjadi dengan keadaan yang samaㅡmelihat Aleyna tersenyum untuk pertama kalinya dan melihat Aleyna menangis untuk pertama kalinyaㅡArka mengalami keduanya bersama jatuhnya sekelopak azalea. Tentu saja Arka benci menerima kenyataannya.
Arka menggelengkan kepalanya dan membuka mata menatap Aleyna. "Gue nggak akan ngasih tau lo cara melepaskan ataupun menerima kembali, Ale. Tapi gue bakal nunjukin ke lo gimana caranya menerima hati yang baru sehingga lo bakal berhenti gitu aja tanpa harus repot mikirin gimana caranya."
Dan Arka akan mematahkan pemikiran orang-orang selama ini. Karena sejatinya hati yang terluka tidak harus selalu diperbaiki ataupun diobati, tetapi mereka hanya butuh hati baru yang dapat mengambil alih posisi.

KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA
Ficción GeneralAda satu masa ketika Aleyna merasa hatinya sedang bermain-main dengannya. Mengalami perpisahan dan menorehkan kenangan tak terlupakan dalam satu waktu, membuat Aleyna percaya bahwa menjadi setia untuk menunggu adalah takdir semesta untuknya. Lalu, a...