MUSIM SILIH BERGANTI
:::::
"Latte?"
"Hm?" Aleyna menolehkan kepalanya ke samping. "Makasih Kak Anya," ucap Aleyna selanjutnya dan mengambil latte dari tangan gadis cantik yang berdiri di sampingnya.
Anya nampak mengetukkan jari telunjuknya ke badan cangkir latte di tangannya. Gadis tersebut menunggu Aleyna untuk mengeluarkan suaranya, membicarakan sesuatu setelah hampir setengah jam gadis mungil tersebut hanya berdiri di depan ruangan kaca dan memandang seseorang yang terbaring di atas ranjang di dalam ruangan tersebut.
"Kak." Aleyna akhirnya berinisiatif mengeluarkan suaranya. "Sampai kapan aku cuma berani lihat dia dari sini?" lirih Aleyna yang masih belum juga menyeruput latte miliknya.
Mendengar pertanyaan Aleyna, Anya hanya bisa mengembuskan napasnya karena lagi-lagi dia mendengar suara Aleyna yang bergetar. Dirinya bukan Attaya yang bisa mengerti Aleyna, bukan Olivia yang bisa bersikap dewasa, dan dirinya bukan Arka yang selalu menjadi alasan Aleyna lebih banyak tertawa.
Anya hanya menepuk pelan pundak Aleyna dan mengelusnya lembut. Setelah tiga hari yang lalu Aleyna datang ke rumah sakit bersama Attaya, si bungsu Kim tersebut tak kunjung berani untuk masuk ke dalam ruang perawatan Dennies. Dirinya memilih memandang Dennies yang belum juga terbangun dari tidurnya melalui jendela kaca. Katanya, dia tak pantas ada di sisi Dennies ketika laki-laki tersebut telah jatuh. Aleyna merasa bersalah, sungguh merasa bersalah.
"Anya, kita harus balik ke kampus." Suara Attaya mengalun pelan di lorong rumah sakit. Anya menolehkan kepalanya dan melihat Attaya yang berdiri sambil memandang mereka berdua. "Aleyna, Kak Arfael sama Mbak Irish di perjalanan ke sini. Kamu mau ke kampus bareng Kakak sama Anya?" tawar Attaya selanjutnya.
Aleyna menundukkan kepalanya dan menggeleng pelan. Walaupun Aleyna tak berani menyambangi Dennies, tetapi dia bersikeras untuk tetap menemanilaki-laki tersebut.
"Kakak duluan aja." Hanya itu yang Aleyna katakan.
Attaya memandang Anya dan mengajak gadis tersebut untuk meninggalkan Aleyna di sana. Anya segera menyusul Attaya setelah mengusap pelan rambut Aleyna. Menyalurkan perasaan bahwa mereka semua selalu ada untuk Aleyna.
Aleyna kembali berusaha menahan tangisnya agar tak pecah. Sebenarnya dirinya ingin meminta Anya untuk menemaninya di sini hingga Arfael dan Irish sampai di rumah sakit. Berdiri sendiri dengan melihat keadaan Dennies hanya bisa membuat Aleyna ingin menangis dan semakin menyalahkan dirinya.
Gadis tersebut pun memilih duduk di kursi dan menyeruput latte miliknya. Musim panas yang harusnya membawa keceriaan, ternyata hanya membawa kisah lain untuk Aleyna. Sudah tiga hari ini pikirannya dipenuhi akan Dennies dan apa yang harus dirinya lakukan. Aleyna ingin meminta tolong, tetapi lagi-lagi egonya tidak menginginkan orang lain turut menyelam bersamanya.
Jujur saja, berulang kali Aleyna ingin menghubungi Arka. Laki-laki tersebut selalu berhasil membuat Aleyna lupa akan tekanan yang dia dapatkan. Namun, Aleyna tahu kalau Arka sedang memiliki tamu dari Indonesia. Olivia yang menceritakannya kepada Aleyna. Membuat Aleyna berpikir kalau Arka tak mungkin datang ketika dia meminta. Arka juga punya kehidupannya sendiri.
"Aleyna." Sahutan Irish berhasil membangunkan Aleyna dari lamunannya. Wanita dengan garis wajah lembut itu datang memeluk Aleyna. Cerita Arfael tentang keadaan Aleyna berhasil membuatnya ikut merasa bersalah karena tak bisa membantu Arfael menjaga Aleyna. Irish melepaskan pelukan mereka dan memandang Aleyna lembut. "Kita pulang dan istirahat, ya?"
Aleyna menggelengkan kepalanya. Kemudian matanya menangkap Arfael yang berjalan ke arah mereka. "Irish, aku ke apartemen Dennies dulu mengambil beberapa pakaian ganti dan USB berisi berkas pekerjaan. Aku titip Aleyna."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA
General FictionAda satu masa ketika Aleyna merasa hatinya sedang bermain-main dengannya. Mengalami perpisahan dan menorehkan kenangan tak terlupakan dalam satu waktu, membuat Aleyna percaya bahwa menjadi setia untuk menunggu adalah takdir semesta untuknya. Lalu, a...