"Iya, Pak. Tapi sepertinya setelah maghrib baru bisa. Apa tidak terlalu kemalaman untuk Lilyn?"
"Kak Aura mau ngeles Lilyn? Ke rumah Lilyn?"
Aura tersenyum lembut dan membelai kepala Lilyn penuh sayang. Hal itu tidak dibuat-buat dan Ardan bisa merasakan pancaran kasih sayang itu dari Aura. Diam-diam Bu Maudy memberi kode pada Ardan melalui lirikan mata. "Itu yang bikin Lilyn nempel sama Aura," gerakan bibir Bu Maudy tanpa suara.
"Bener, Kak?"
"Lilyn mau les sama Kak Aura? Kak Aura bisanya malem loh. Biasanya kan Lilyn suka nonton kartun kalau malem." Ardan mencoba menggoyahkan keyakinan anaknya. Ia takut kalau nantinya Lilyn akan merengek meminta les berhenti karena mengganggu jadwal nontonnya.
"Nggak apa-apa, Pa. Lebih enak belajar sama Kak Aura."
Ardan dan Aura beradu pandang. Disitulah Ardan mempersilakan Aura mengambil keputusan. Lilyn itu juga bertekat kuat. Di sisi lain, Ardan yakin kalau Lilyn akan sangat betah les dengan Aura.
"Baiklah. Tapi jadwal kosongnya Kakak cuma Kamis dan Sabtu malam. Bagaimana dong?"
"Iya... iya... iya..." Lilyn yang bahagia dan belum mengenal hari, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengiakan ucapan Aura.
"Berarti Kamis aja ya, Lyn?"
Kening Lilyn berkerut. Ardan, Aura, dan Bu Maudy segera menatap anak berambut panjang dengan poni ala-ala Dora itu dengan saksama. "Kok pakai 'aja' sih, Pa?! Berarti Lilyn cuma dikit les sama Kak Aura-nya?"
"Lyn..."
"Nggak mau! Papa kalau pakai 'aja', berarti cuma pas Papa libur. Lilyn nggak mau belajarnya sama Kak Aura cuma dikit!"
Aura dan Ardan kembali beradu pandang setelah melihat Lilyn yang sudah cemberut dan melipat tangannya di depan dada.
"Lilyn kan bisa ketemu sama Kak Aura kalau Kak Fara les. Kak Aura juga sibuk, Sayang."
"Tapi Lilyn maunya sama Kak Aura banyak... banyak hari..."
"Eh, Lilyn jangan nangis. Cup... cup... cup..." Aura memeluk Lilyn dengan sangat lebut. "Ya udah, Kamis sama Sabtu malam ya, Sayang. Cup... cup... cup..."
Pemandangan itu tak terlepas dari pengamatan Bu Maudy dan Ardan yang takjub dengan kedekatan Lilyn dan Aura. Jika orang luar melihat, pasti mereka akan mengira jika mereka adalah pasangan ibu dan anak yang memiliki cinta melimpah. Menyadari hal itu, Ardan malah semakin menatap lekat ke arah Lilyn dan Aura. Wyn, andai saja kamu masih hidup, pasti sekarang yang meluk Lilyn itu kamu.
"Ya sudah, Bu, Pak, saya pamit dulu," ucap Aura yang tiba-tiba menarik Ardan kembali ke kenyataan.
Ardan mengerjapkan matanya, kemudian menegapkan punggungnya dan berkata, "Jadi bagaimana, Mbak? Tidak apa-apa waktu malam minggunya diganggu sama Lilyn?"
Aura tersenyum bahkan nyaris tertawa pelan akibat pertanyaan Ardan itu. Lilyn yang masih memeluk Aura juga mendongakkan kepalanya menatap kakak kesayangannya itu dengan tatapan takjub. "Tidak apa-apa, Pak. Waktu malam Minggu saya kosong. Terima kasih sudah memberikan jadwal baru untuk saya."
"Lho, Mbak Aura lagi jomlo?"
"Iya, Bu," jawab Aura malu-malu.
"Jomlo itu apa, Budhe?"
Ardan menoel hidung Lilyn dan perlahan menarik Lilyn ke dalam gendongannya. "Anak Papa pinter banget, sih," ucap Ardan sambil tersenyum lebar. Melihat pemandangan ini, Aura tak bisa mengalihkan pandangan dan merasa salut dengan interaksi Ardan dan Lilyn. Sejak awal ia memang sudah mengecap Ardan sebagai pria kaku dan lain sebagainya, tetapi ia bisa semakin memuji Ardan dengan sikap pria itu saat menghadapi purinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming Stepmother ✅
General Fiction"Aura, maukah kau menjadi ibu pengganti untuk Lilyn?" Aura Nerissa Jasmine tertegun mendapati dirinya dilamar oleh seorang duda beranak satu. Hal yang menohok hatinya adalah, lamaran tanpa kata 'cinta' dari pihak laki-laki. Namun, tatapannya berp...