Bab 17

29.4K 2K 40
                                    

Aura duduk termenung, menunggu Ardan yang tak kunjung datang. Pasalnya, sore ini ia memiliki janji dengan Ardan untuk pergi bersama tanpa Lilyn.

Untuk kesekian kalinya, Aura membaca pesan terakhir yang ia terima dari Ardan. Katanya, pria itu sedang dalam perjalanan menuju rumah Aura, langsung sepulang dari kantor.

"Ra."

Senyum Aura tergaris dengan tipis. Ibunya yang terbilang muda, diukur dari usia anak yang sudah 20an tahun itu, kini berjalan mendekati putrinya. Daster batik berwarna hijau sedikit berkibar karena angin sore yang hari ini menerpa cukup kencang.

"Tunggu di dalam, nanti kamu masuk angin kalau di sini."

Aura menggeleng dan tak lupa menunjukkan senyumnya. Sekilas ia melihat sang ayah yang tampaknya sibuk dengan sebuah panggilan. Tatapan keduanya sempat beradu, tetapi ayah Aura segera memutus kontak.

Menyadari tatapan Aura yang seolah diabaikan oleh ayahnya, ibunda Aura berkata, "Ayah sibuk banget dari tadi. Ibu sampai heran, ada masalah apa di sekolah. Sejak pulang, lho."

Aura tersenyum saja.

"Besok ada jadwal ngajar?"

Aura mengangguk. Tidak ada senyum yang menyertai. Emosi seolah naik setelah mendapat pertanyaan itu.

"Sepertinya itu Ardan."

Kepala Aura tertoleh ke arah mobil hitam yang perlahan berhenti di depan rumahnya. Tak lama, sosok Ardan keluar dan langsung menunjukkan senyumnya. Pembawaannya yang formal membuat Aura segera berdiri.

"Assalamu'alaikum," ucap Ardan yang langsung mengulurkan tangan ke ibu Aura.

"Wa'alaikumsalam." Aura dan ibundanya menjawab dengan kompak.

Kemudian, Ardan menoleh ke arah Aura dan tersenyum. "Maaf, tadi jalanan macet."

"Ardan mari masuk dulu."

"Terima kasih, Bu. Tapi maaf, saya takut nanti pulangnya terlalu malam. Apa saya boleh izin untuk mengajak Aura pergi?"

"Boleh. Sebentar." Ibu Aura melongokkan kepalanya ke arah dalam rumah. "Yah, dipamitin."

Ardan dan Aura beradu pandang. Walau gugup, Ardan tetap menunjukkan ketenangannya. Ia bahkan menyapa ayah Aura dengan sangat ramah dan berbincang ringan walau hanya sebentar.

"Pak, saya minta izin mengajak Aura ke makam almarhumah..."

"Ya. Hati-hati di jalan," potong ayah Aura yang beberapa saat lalu menatap wajah putrinya.

Ardan mengangguk dan langsung menyalami kedua orangtua Aura. Kemudian, ia mengarahkan Aura untuk berjalan bersamanya menuju mobil. Tak lupa, ia membukakan pintu untuk Aura.

"Kita beli bunga dulu ya?" tanya Ardan setelah mobil melaju meninggalkan daerah rumah Aura.

Aura menoleh, kemudian mengangguk. Setelah itu, ia kembali menatap jalanan depan dan tak sengaja pandangannya menangkap sosok yang tak asing. Dedi. Ya, pria itu tengah mengendarai sepeda motor dan secara kebetulan juga bertemu pandang dengannya.

"Itu cowok yang di cafe sama rumah sakit," ucap Ardan yang juga menyadari pertemuan tak sengaja itu. "Siapa namanya?"

"Dedi."

Ardan tersenyum tipis dan mengangguk. "Masih muda ya? Kamu nggak nyesel kan milih aku dibanding dia?"

"Tidak, Mas."

"Makasih ya..."

Aura menoleh dan tersenyum.

Mobil yang Ardan kendarai berhenti di depan toko bunga. Aura seolah ragu untuk turun. Namun, ia segera bergerak setelah Ardan membukakan pintu untuknya.

Becoming Stepmother ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang