"Aura..."
Aura menoleh. Tatapannya bertemu dengan mata bulat milik pria yang tak begitu memiliki perbedaan tinggi badan dengannya. Pria itu masih tampak muda, memiliki wajah yang tak begitu ramah karena kurangnya senyum di wajahnya. Jika dilihat sekilas, mereka tampak seusia. Walau sebenarnya, usia Aura lebih muda dibanding pria itu.
"Oh... Dedi," sapa Aura. Ia kini berdiri untuk menyapa pria yang menyapanya tadi.
"Iya."
Mendapat balasan seperti itu, Aura hanya tersenyum saja. Apa lagi yang bisa ia ucapkan? Bahkan, ia sejujurnya tidak begitu nyaman bertemu dengan pria muda ini. Isi pikirannya mendadak kosong dan ia hanya mampu berdiri menatap pria kaku di hadapannya.
"Ada janji?"
Aura mengangguk. Kemudian, gadis cantik ini tersenyum tipis dan berkata, "Kamu juga?"
"Iya. Teman-temanku ada di sana," balas Dedi yang berpakaian casual itu sembari menunjuk empat orang teman-teman laki-lakinya.
"Oh... begitu. Lagi kumpul ya..." Aura mengangguk dan tersenyum. Berarti dia punya sedikit keramahan dan inisiatif untuk lebih dekat denganku.
"Iya." Dedi tampak memikirkan sesuatu. Kemudian, pria muda itu berdeham dan memantapkan tatapannya ke arah Aura. "Ibuku tadi sudah bilang, kalau..."
"Oh... Pak Ardan sudah sampai?" suara Aura memotong ucapan Dedi yang terdengar ragu-ragu. Tatapannya yang sebelumnya juga ditujukan untuk Dedi, kini sudah berpindah pada sosok pria yang tengah berjalan ke arahnya. Masih di belakang Dedi.
"Maaf kalau saya mengganggu. Jika Mbak Aura dan Anda masih ada kepentingan, saya cari kursi lain. Saya akan menunggu. Silakan, Mbak, Mas."
Aura tersenyum canggung dan menggerakkan tangannya tanda tak mempermasalahkan kedatangan Ardan. "Kami juga tidak sengaja bertemu di sini, Pak. Tadi sekadar menyapa saja. Iya, kan, Dedi?"
"Iya."
Ardan melemparkan tatapannya ke arah Dedi. Dari sana, ia tahu jika pria muda itu tidak nyaman dengan kehadirannya. Bahkan, mereka akhirnya saling bertukar tatapan dan sama-sama menempatkan tatapan mereka dalam mode saling menelisik. Namun, Dedi memilih untuk memutus adegan itu.
"Kalau begitu, aku kembali ke teman-temanku dulu ya, Ra. Permisi, Pak."
"Silakan," Ardan juga mempersilakan menggunakan gerakan tangan.
Di mata Aura, gerakan Ardan itu terlihat berkarisma. Benar-benar menarik di matanya. Pak Ardan dan Dedi benar-benar sosok yang berbeda. Kepribadian dan gaya mereka benar-benar sangat kontras. Pak Ardan terlihat sangat menarik dengan setiap gerakannya yang sangat tenang dan berwibawa. Cara berpakaiannya juga sangat rapi, kemeja yang sikunya dilipat itu benar-benar membuatnya terlihat menarik. Bebeda dengan Dedi yang... Aura segera menghentikan celotehan hatinya. Seketika ia sadar, tidak seharusnya ia membandingkan Ardan dan Dedi seperti itu. Secara tidak langsung, ia hanya mau melihat kelebihan dalam diri Ardan dan kekurangan dalam diri Dedi.
"Mbak Aura..."
Aura langsung tergagap mendengar panggilan Ardan itu. "Oh iya, Pak. Mari, silakan duduk," ucap Aura, kemudian duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming Stepmother ✅
General Fiction"Aura, maukah kau menjadi ibu pengganti untuk Lilyn?" Aura Nerissa Jasmine tertegun mendapati dirinya dilamar oleh seorang duda beranak satu. Hal yang menohok hatinya adalah, lamaran tanpa kata 'cinta' dari pihak laki-laki. Namun, tatapannya berp...