Bab 16

27.9K 1.9K 66
                                    

Perlahan tapi pasti, ayah Aura membalas uluran tangan Lilyn. Debar jantung Ardan yang sebelumnya tak terkendali, kini semakin kacau saja. Ia tak menyangka jika pria paruh baya di hadapannya itu, kini tengah membalas uluran tangan putrinya sambil menyunggingkan senyum tipis. Baginya, itu adalah hal yang sangat mengharukan. Darah dagingnya diperlakukan lebih baik. Hal yang membuat Ardan benar-benar ingin berterima kasih sembari memeluk ayah Aura adalah ketika satu tangan ayah Aura membelai kepala Lilyn dengan lembut.

"Pak..." suara Ardan terdengar serak. "Terima kasih."

Ayah Aura mengangguk. "Jadi ini calon cucuku ya? Ya sudah, sana ketemu sama Aura."

Senyuman Ardan belum luntur. Ia menunduk dan mengucap syukur. Walau hubungannya dan Aura masih mengambang di restu berbagai belah pihak, tetapi melihat Lilyn diakui, itu sangat bermakna untuknya. Luar biasa.

Ayah Aura berjalan menuju tempat wudhu. Ardan yang sudah menjalankan sholat, segera menuju kamar Aura setelah mendapat perintah tadi dari ayah Aura. Selama perjalanan menuju kamar rawat Aura, Lilyn terus saja mengoceh dan Fara hanya tersenyum membalas ucapan Lilyn yang kadang kala diarahkan untuknya.

"Ma, bener ya Kak Aura mau jadi mamanya Lilyn?" tiba-tiba Fara mendongak dan melemparkan pertanyaan itu.

Ardan sempat menghentikan langkahnya. Tatapannya beradu dengan tatapan sang kakak yang tampak terkejut.

"Iya. Papa sama Mama Aura bakal nikah," balas Lilyn dengan semangat dan dilengkapi gaya sok tahunya.

"Lilyn siapa yang kasih tahu gitu?" Bu Maudy tampak terkejut.

"Papa. Iya, kan, Pa?" Lilyn menoleh sebentar ke arah sang ayah kemudian kembali menatap Bu Maudy. "Kata Papa, kalau Lilyn jadi anak yang baik, Papa bakal nikah sama Mama Aura."

Bu Maudy kembali melangkah, membuat Ardan mengikuti langkahnya. "Kenapa kamu janjiin gitu? Bahaya bikin janji sama Lilyn, padahal hubungan kamu sama Aura belum pasti bakal lanjut ke pernikahan," bisik Bu Maudy saat Lilyn sudah turun dari gendongan Ardan dan kini berjalan bergandengan dengan Fara.

"Aku nggak tahu, Mbak. InsyaAllah impian Lilyn itu akan terlaksana, Mbak. Nanti kalau Aura sudah sembuh, aku tanya mau kapan siap dilamar resminya."

"Kamu udah yakin sama Aura?"

Ardan mengangguk.

"Padahal dulu pas sama Wyna, kalian harus pacaran hampir lima tahunan baru kamu yakin buat nikah."

"Dulu kita masih sama-sama muda, Mbak. Aku belum punya tabungan. Sekarang aku punya Lilyn yang pengen punya mama."

"Yakin ngizinin Aura nempatin posisi Wyna?"

Kali ini, Ardan terdiam. Ia tak merespons dan membiarkan pertanyaan itu dibawa oleh angin rumah sakit. Sikapnya yang seperti itu membuat Bu Maudy menarik tangannya. "Kalau kamu belum yakin sepenuhnya, jangan maksain diri, Dan."

"Aku bakal ajak Aura ke makam Wyna, Mbak. InsyaAllah aku bisa jalanin. Kebahagiaan Lilyn nomor satu."

"Pikirkan juga perasaan kamu. Perasaan Aura juga."

"Aku nggak pernah main-main sama keputusanku, Mbak."

Melihat Lilyn sudah membuka pintu salah satu kamar rawat, Ardan mempercepat langkahnya. Ternyata putrinya itu memiliki indra pengingat yang luar biasa.

"Lilyn... Fara..."

"Mama..."

"Kak Aura..."

Mereka berinteraksi dengan sangat semangat. Apalagi kondisi Aura sudah lebih baik. Ia lebih banyak duduk. Dan wajahnya mulai menunjukkan warna cerah.

Becoming Stepmother ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang