Selamat membaca. Kalau nemu typo mohon dimaklumi. Belum aku edit. Udah keburu ngantuk. Nggak papa ya. Jadwal lagi penuh, jadi harap maklum.
***
Langkah kaki Ardan sempat goyah selama menyusul sosok yang tengah dibawa oleh pihak medis. Tangannya semakin mengeratkan gendongan pada tubuh Lilyn. Saat sosok yang dikenalinya telah dibawa masuk ke ruang IGD, Ardan berjalan pelan mendekati pria separuh baya yang kini hanya berdiri menatap pintu yang baru saja tertutup. Walau ragu, Ardan tetap mencoba meyakinkan dirinya agar ia tahu mengenai kondisi pasien baru itu. Aura Nerissa Jasmine. Ya, Ardan sangat yakin jika sosok berwajah pucat yang baru saja membuat banyak petugas medis bergegas melaksanakan pekerjaan mereka adalah sosok ibu perinya Aerilyn.
"Maaf, Pak..." Ardan menatap ayah Aura yang perlahan melemparkan tatapan ke arahnya.
Ayah Aura terdiam. Walau begitu, Ardan dapat melihat sorot keterkejutan dari tatapan itu. Bahkan, ayah Aura tampak mengenalnya, tetapi berakting seolah Ardan adalah orang asing yang sangat mengganggu. Melihat hal itu, tidaklah membuat Ardan gentar. Ia malah semakin mendorong dirinya untuk maju beberapa langkah untuk berinteraksi dengan ayah Aura.
"Saya Ardan, ayah dari salah satu anak yang diles oleh Mbak Aura." Ardan menarik napas sebelum melanjutkan rentetan kalimat selanjutnya. "Maaf, kalau boleh saya tahu, ada apa dengan Mbak Aura, Pak?"
"Oh, jadi benar kamu duda yang sering mengajak Aura pergi?"
Ardan mengangguk. Ia sudah menebak akan seperti ini jadinya. Namun, ia tak pernah merasa menyesal melakukan ini semua. Malah, Ardan sangat ingin memberikan penjelasan agar tidak timbul kesalahpahaman. "Iya, Pak. Saya minta maaf atas kelancangan dan ketidaksopanan saya. Semalam, saya ingin menemui Bapak dan keluarga untuk meminta maaf karena terlalu larut mengantarkan Mbak Aura. Ban mobil saya bocor di jalan dan cukup lama mengganti ban cadangan."
Lilyn bergerak dalam gendongan Ardan. Hal itu tak luput dari pandangan ayah Aura yang sejak tadi menatap Ardan dan Lilyn bergantian. Merasakan tatapan aneh dari ayah Aura, Ardan membenarkan Lilyn dalam gendongannya. Anak itu memeluk lehernya menggunakan tangan dan melingkarkan kakinya di pinggang Ardan.
"Ini anak kamu?"
"Iya, Pak."
"Apa benar ibunya sudah meninggal?"
"Iya, Pak." Ardan menjawabnya dengan mantab dan santai. Ia bahkan melupakan kesedihannya yang bersangkutan dengan mendiang istrinya.
Ayah Aura hanya menganggukkan kepalanya. Pria itu kemudian duduk dan bersedekap. Tatapannya juga masih sangat menilai ke arah Ardan. Merasakan tatapan itu, Ardan hanya diam. Ia menunggu kalimat-kalimat selanjutnya yang akan ayah Aura lontarkan. Sungguh, Ardan sangat merasakan ketidaksukaan ayah Aura terhadap dirinya.
"Boleh saya minta sesuatu?" tanya ayah Aura yang kini menegapkan duduknya.
"Silakan, Pak."
Terdengar helaan napas panjang dari ayah Aura. "Tolong jangan libatkan Aura ke dalam masalahmu. Jika kau membayarnya untuk mengeles privat anakmu, biarkan dia mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Tapi jika kau memintanya untuk menjadi pengasuh untuk anakmu, lebih baik hentikan kerjasama kalian mulai sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming Stepmother ✅
General Fiction"Aura, maukah kau menjadi ibu pengganti untuk Lilyn?" Aura Nerissa Jasmine tertegun mendapati dirinya dilamar oleh seorang duda beranak satu. Hal yang menohok hatinya adalah, lamaran tanpa kata 'cinta' dari pihak laki-laki. Namun, tatapannya berp...