It's Start

5.6K 656 7
                                    

Desiran aneh itu kembali menyapa Yoongi, disaat ia mengetahui siapa pelaku 'penculikan' atas dirinya di Stasiun pagi ini.
Perasaan yang pernah menggelayutinya saat pertama kali mereka bertemu, disaat menatap mata satu sama lain dalam keramaian yang membisu kini membumbung kembali.

Yoongi masih terdiam di tempatnya, duduk tak tenang di jog penumpang karena kecanggungan yang menerpa dirinya. Walaupun tidak seperti beberapa saat yang lalu, kekhawatiran dan ketakutannya lenyap begitu saja saat mengetahui siapa pria yang sekarang duduk disampingnya.

Pria itu adalah, Park Jimin.

Pria dengan segala feromon beracunnya, yang siap mengoyak kewarasan Min Yoongi apabila ia tidak siap siaga.

"Dimana alamat rumahmu Yoongi?"
Suara Jimin sedikit mengagetkan Yoongi di tengah pikirannya yang tiba-tiba kosong. Bukannya langsung menjawab, Yoongi malah memandang ke arah Jimin.

"Alamat rumahmu."

Jimin menginterupsi Yoongi sekali lagi, saat pria yang ia tau jauh lebih muda dari dirinya ini diam menatap dirinya dengan tatapan kosong.

"Ah maaf, 3 Blok keselatan setelah Taman Kota nomer 1309."

Jawab Yoongi cepat dan kembali menatap jalanan yang mereka lewati. Tiba-tiba otaknya terasa penuh, banyak hal yang mengganggu pikirannya. Bagaimana bisa seorang Park Jimin berada di Daegu tepat di hari kepulangannya. Bahkan Park Jimin sempat mengikuti Yoongi saat berada di Stasiun dan dengan paksa menyeret Yoongi hingga berada dalam keadaan sperti saat ini.

"Apa kau akan langsung dengan mudahnya memberikan alamat rumahmu ketika ada orang asing menanyakannya?"

Yoongi kembali menatap Jimin namun dengan secepat kilat kembali menatap jalanan Daegu yang mengiringi perjalanan mereka karena bertemu pandang dengan Jimin yang meliriknya sekilas.

"Anda adalah saudara Taemin atasanku, jadi kupikir Anda bukanlah orang asing."

Jawab Yoongi sekenanya, Namun memang jawaban itu yang bisa ia pikirkan saat ini.

"Bukan berarti aku juga orang baik."
Jimin berucap tanpa ekspresi, tetap menatap lurus pada jalanan kota yang mereka kendarai dengan kuda besi kesayangannya.

"Jangan mudah percaya pada orang yang baru kau kenal, itu akan sangat berbahaya untukmu."
Apa feromon pria disamping Yoongi ini begitu kuat sehingga aura mendominasi Jimin menguar sangat hebat membuat Yoongi merasa terintimidasi dengan kehadiran Jimin disekitarnya.

"K-kenapa anda bisa berada di Daegu?"

Jimin kembali melirik Yoongi, tak lama. Kemudian kembali fokus kembali pada jalanan yang tak sepapat jalanan kota Seoul itu.

"Urusan bisnis."

Hanya itu? Batin Yoongi kurang puas mendengar jawaban Jimin.
Ia menggembungkan kedua pipinya, berharap ada jawaban lain.

Sekedar mengikutinya mungkin?

Waktu Jimin terlalu berharga hanya untuk mengikutinya saja, memang sebesar apa pengaruh Yoongi terhadap Jimin hingga membuat seorang CEO besar seperti Jimin membuang waktu berharganya hanya untuk seorang Min Yoongi.

Jangan bermimpi di siang bolong Yoongi.

Yang Yoongi bisa hanya mengangguk paham dan tidak ingin bertanya lebih jauh lagi, atau ia akan berharap yang tidak bisa ia gapai. Yoongi lebih memilih membiarkan keheningan kembali mengudara, menemani perjalanannya pulang ke rumah bersama tuan Unexpected.

Namun disisi lain, tampak beberapa orang tengah berkumpul di sebuah ruang tamu yang terlihat begitu penuh saat ini. Tidak ada raut keceriaan yang terpancar di wajah mereka, ketegangan tersirat begitu jelas menaungi mereka.

Beberapa orang dengan pakaian seperti preman tampak berdiri tegap mengelilingi seorang pria dengan stelan abu-abu yang tengah memegang sebuah cerutu dengan asapnya yang terus mengudara di tengah ruangan tersebut, duduk dengan kedua kaki saling bertumpu satu dengan yang lainnya.

"Aku akan memberi kalian waktu selama 1 bulan, segera kosongkan tempat ini atau aku akan menyeret kalian secara paksa."
Kalimat ancaman itu diakhiri dengan kepulan asap yang kembali mengudara, diiring dengan seringaian tanpa belas kasih dari sang pria bercerutu.

Tatapan kepiluan terpancar jelas dari sepasang suami istri yang saling menggenggam erat mencari kekuatan dari satu sama lain. Memikirkan berbagai macam cara agar tempat ini bisa mereka selamatkan.

"Berikan kami waktu sedikit lagi, kami pas ak..."
Gebrakan diatas meja terdengar sebelum sang kepala keluarga menyelesaikan kalimatnya, tampak sang istri tengah menahan air matanya agar tak menangis dihadapan suaminya.

"Itu bukan urusanku, yang aku tahu tempat ini harus kosong dalam waktu 1 bulan. Atau kalian ingin aku mempersingkat waktunya menjadi seminggu hah? Sialan!"
Teriakan pria itu menggema di udara, ia menggeram tajam.

"Jangan sampai kalian menyesal karena membuatku marah. Paham!"
Cerutu yang sedari tadi ia hisap ia buang kelantai dan menginjaknya begitu saja.

"Atau kalian akan berakhir seperti ini." Kemudian ia melenggang pergi, meninggalkan sepasang suami istri yang tengah menunduk lesu memikirkan semua hal yang terjadi beberapa waktu terakhir ini.

"Sayang apa yang harus kita lakukan?"
Setetes air bening keluar dari sudut mata sang istri, mata yang dulunya begitu cantik menampakkan senyum kebahagiaan kini berubah sendu dengan hiasan kantung mata yang semakin terpatri jelas di wajahnya.

"Pasti kita akan menemukan jalan keluar, tetaplah bersama anak-anak dan jangan beritahukan masalah ini dulu kepadanya. Jangan buat ia khawatir untuk sekarang ini."
Ia memeluk sang istri yang tengah terisak dalam dekapannya, walau jauh dalam hatinya ia begitu hancur.

Apa yang harus mereka lakukan?




Next...

(Completed) Lead You! Need You! Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang