"Aku sudah memenuhi segala kemauan appa. Aku sudah melepaskannya sesuai keinginan appa. Dan sekarang apalagi umma?"
Frustasi.
Itulah yang ia rasakan saat ini. Ia harus melalui kejadian demi kejadian yang sudah diatur oleh orang yang ia panggil dengan sebutan 'appa' hanya karena sebuah ancaman bernama balas budi.
"Kau hanya cukup mengikuti apa yang ia ucapkan Taehyung. Akupun membenci hal ini, tapi ini demi kebaikan kita bersama."
Taehyung menarik nafas begitu dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Hatinya bergejolak, emosinya membuncah hingga mencapai ubun-ubun yang berkedut begitu hebat menciptakan rasa nyeri yang luar biasa. Hingga ingin rasanya ia berteriak sekuat tenaga untuk melegakan hatinya, akankah hal itu bisa menyelesaikan apa yang sudah terjadi.
Tidak sama sekali.
Ia hanya bisa memejamkan mata sembari mengepalkan kedua tangan dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tempat ia dan seorang wanita cantik dengan tengah duduk berdua. Wanita itu hanya menggunakan riasan sederhana namun tetap dapat menunjukkan dimana kelasnya berada yang tak lain adalah ibu dari seorang pria bernama Kim Taehyung.
"Umma, tidakkah umma lelah dengan segala ketidakberpihakan keadaan ini kepada kita? Jika bukan karenamu aku tidak akan pernah mau melakukannya."
Taehyung menggenggam erat tangan wanita yang telah melahirkannya tersebut dengan lembut. Ia kecup buku-buku jari sang umma dengan mata tertutup, mengarahkan kedua tangan ummanya untuk menangkup pipinya. Mencoba merasakan kehangat diantara dinginnya kegelapan yang kini tengah menjeratnya.
"Taehyung. Kau adalah kekuatanku bertahan hingga saat ini. Selama anakku bersamaku, maka tidak akan ada hal yang membuatku lelah termasuk memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi milikmu."
Nyonya Kim mengusap lembut kepala Taehyung sembari tersenyum kepada putra semata wayangnya tersebut.
"Sekarang hanya ini yang bisa kita lakukan. Jadi bersabarlah sayang. Demi umma."
Ia tidak ingin kehilangan orang terpenting dalam hidupnya untuk yang kedua kali.
Pertama, ia kehilangan cintanya. Dan ia tidak ingin ada yang kedua kali dengan kehilangan ummanya.Bolehkah Taehyung berharap setelah semua kekacauan yang menyesakkan ini berakhir ia bisa mendapatkan cintanya kembali?
Menikmati kembali kebersamaan bersama cintanya?
Bolehkah ia meminta hal ini kepada Tuhan?
-----
"Kita sudah sampai, turunlah."
Jimin menghentikan mobilnya tepat dihadapan rumah Yoongi. Rumah yang tidak terlalu besar namun memiliki halaman yang luas dengan berbagai macam tanaman hias di pinggiran rumahnya. Pagar kayu bercat coklat menjadi pembatas halaman dan jalan utama yang melintasi rumah Yoongi.
"Ah. Ya Terima kasih.".
Dengan sigap Yoongi merapikan setiap barang yang ia letakan di atas pangkuannya karena takut ada yang tertinggal dan lebih buruknya merepotkan pria bernama Park-Dingin-Jimin.
Sebutan baru Yoongi untuk Jimin.
Entah memang sifat dasar dari pria berambut ash grey tersebut atau ia sedang ada tujuan lain saat dengan tanpa persetuan si empunya ia terus memandang Yoongi yang tengah berkutat dengan seluruh barang bawaannya tanpa berniat mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Apakah itu sopan?
Menurut kamus Park Jimin, jika ia menginginkannya maka itu sah dalam kamus tata krama.
Namun yang ditatap tidak menyadarinya sedikitpun, ia sedang sibuk memeriksa barang-barangnya.
"Ransel, Iphone, Tas tangan..."
Yoongi menyebutkannya satu persatu dengan sesekali membasai bibir merah sakuranya yang terasa mengering karena sapuan pendingin mobil Jimin.
Jimin akui, bibir mungil itu memang sangat indah untuk ukuran pria seperti Yoongi. Jimin terpesona, namun ia masih sanggup menjaga kewarasannya untuk tidak melumpuhkan pria manis dihadapannya dengan satu hentakan yang pasti akan sangat menggairahkan bila dilakukan di dalam kendaraannya.
Oh jaga pikiranmu tuan Park.
"Terima kasih tuan Park Jimin untuk tumpangannya."
Yoongi membungkuk hormat dan berniat langsung keluar dari mobil Jimin. Ia hendak bangkit namun sesuatu menahan pergerakannya hingga ia kembali terduduk di tempat semula.
Hal tersebut sontak membuat Yoongi membulatkan kedua matanya dengan rona merah yang muncul menghiasi kedua pipinya saat menyadari apa yang menarik tubuhnya."Kau belum melepas sabuk pengamanmu Yoongi."
Ucap Jimin yang sedari tadi masih setia menatap Yoongi dengan segala macam tingkahnya yang membuat pria bermarga Park itu menyeringai kecil.
Yoongi merutuki kebodohannya, ingin rasanya ia berlari sekarang juga. Tapi Yoongi mencoba untuk menetralkan tindakannya, ia memutar tubuhnya mencoba melepas sabuk pengaman yang sempat menahan pergerakannya saat ia akan beranjak meninggalkan mobil Jimin.
"Biar kubantu."
Jimin mendekat ke arah Yoongi, membantu Yoongi melepaskan sabuk pengaman karena ia yang gugup sehingga tangannya terlihat tak begitu terampil.
Jujur betapa tidak nyamannya Yoongi terperangkap dalam keadaan di luar kendali otaknya ini. Seakan ia tidak diijinkan untuk mengaturnya hari ini.
Semua hal selalu saja terpusat kepada pria yang sekarang tengah menatapnya dan melakukan pergerakan yang membuat Yoongi terlonjak saat Jimin semakin mendekat kearahnya, mengulurkan tangan kanannya guna meraih knop pintu mobil untuk membantu Yoongi.Waktu seakan berhenti berputar, Yoongi terperangkap dalam kondisi yang tak pernah ia duga. Terjebak dan diseret secara paksa dalam pusaran aura mendominasi seorang Park Jimin. Dengan jarak yang begitu dekat, Yoongi dapat mencium aroma maskulin Jimin yang begitu kuat menguar menyeruak masuk dalam indra penciumannya.
Sialan!
Apa Yoongi sudah melupakan mantan kekasihnya sehingga ia bisa bersemu hanya karena terjebak dalam keadaan seperti ini bersama seorang Pria yang membuatnya merasa terintimidasi?
"Ah ya Terima kasih."
Yoongi buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari mobil Jimin.
Bergegas menuju kediamannya tanpa kembali menoleh ke belakang.
Membuat Jimin, lagi-lagi tersenyum karena seorang Min Yoongi."Hmm Min Yoongi."
![](https://img.wattpad.com/cover/96795785-288-k122479.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(Completed) Lead You! Need You! Love You
Romansa{SLOW UPDATE) "Apa yang telah kau lakukan padaku Min Yoongi, bahkan kau menggenggam jantung dan hatiku tanpa ku tau kapan kau mengambilnya." Park Jimin