Chapter 9 -- Rumor

83.7K 3.1K 12
                                    

Inez bisa merasakan beberapa pasang mata meliriknya. Tidak, bukan beberapa. Hampir semua orang di hall kampus meliriknya.

Ada yang melirik sinis, ada yang penasaran. Ada yang melirik karena dia tidak tahu kenapa semua orang melirik gadis itu-Inez.

"Errr... Aneh banget sumpah, Rin..." Bisik Inez pada Arina. Arina hanya mengangguk. Mereka berdua membalas tatapan orang-orang yang melihat mereka aneh.

"Woy!" Seseorang menyentuh pundak Inez, membuat gadis itu terlonjak.

"Raz! Sialan lo." Iraz, teman Inez dan Arina sejak SMA, berdiri dibelakang mereka berdua sambil menunjukkan giginya.

"Sini bentar deh Nez, ada yang mau gue tanyain sama lo," ujar Iraz. Dia menarik Inez dan Arina ke tempat yang lebih sepi.

"Kenapa?"

"Jadi rumor itu bener Nez?" Tanya Iraz. Dia memperhatikan jari manis tangan kanan Inez. Tersemat sebuah cincin berwarna silver polos.

"Rumor apa?" Inez menatapnya tidak mengerti.

"Kalau lo nikah, lah. Masa rumor kalau gue pacaran sama Arina?" Jawab Iraz sewot. Arina tertawa disebelah Inez.

"Eh tunggu, rumor lo jadian sama Arina? Sejak kapan? Kok gue nggak tahu?" Inez menatap mereka berdua bergantian. Iraz menjitak kepala Inez.

"Ih, nggak lah odong," ujarnya. "Udah jawab dulu pertanyaan gue."

Inez menghela napas, lalu melihat ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada yang mendengar. "Iya, bener," jawabnya.

Iraz mengangguk-angguk.

"Lo tahu dari mana emang?" Tanya Inez. Lalu dia teringat sesuatu. "Eh, tunggu. Kalau lo tahu, berarti...semua orang di kampus tahu dong?!"

Iraz mengangguk lagi. "Dan gue tahu dari senior. Cewek. Katanya sih, dia mantannya suami lo."

"Mantannya Rama? Siapa, Nez? Lo kenal?" Tanya Arina. Inez menggeleng.

Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi orang yang seharusnya bertanggung jawab saat ini.

"Halo? Lo dimana? Gue mau ketemu sekarang."

"McD sebelah kampus," ujar suara di seberang telepon.

Inez langsung menutup flap ponselnya. Dia menoleh ke Arina dan Iraz. "Gue cabut kelas ya, tolong absenin."

Setelah itu, Inez langsung berlari keluar kampus.



"Kenapa?" Rama menatap gadis dihadapannya. Inez mengambil kentang yang daritadi dimakan Rama.

"Lo udah denger rumor itu?"

"Rumor apa?" Tanya Rama. Keningnya berkerut.

"Rumor tentang kita..." Inez menatap sekelilingnya, memastikan tidak ada yang mendengar. "Nikah," lanjutnya.

"Hah? Ada rumor kayak gitu?" Rama makin mengerutkan keningnya.

Inez menatapnya kesal. Ini orang pura-pura tuli atau tuli beneran sih?

"Rumor darimana sih?" Tanya Rama. Inez menghela napas, lalu memajukan duduknya.

"Kalau gue tahu itu rumor siapa yang nyebarin, gue juga nggak akan tanya sama lo, Rama sayang..." Tukas Inez.

Rama menatapnya tajam. "Gue nggak suka dipanggil 'sayang' didepan umum."

"Dih, gue juga nggak niat kok. Males ba-" Omongan Inez terputus ketika matanya menangkap sosok perempuan yang berdiri disamping meja mereka. Perempuan itu menatap Rama dan Inez bergantian, tatapannya marah.

"Rama! Jadi semua itu benar? Kamu putusin aku gara-gara cewek nggak jelas ini?" Gadis itu berganti menatap Inez.

"Maura, mantan gue yang paling aneh, kenapa lagi sih? Nggak jelas. Kalau udah putus ya putus aja. Freak." Tanpa menunggu lebih lama, Rama segera bangkit dari kursinya. Dia menarik tangan Inez, lalu segera meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan Maura yang menatap mereka berdua dengan kesal.



"Itu siapa, Ram?"

"Maura, mantan gue," ujar Rama. Tatapannya beralih ke jalan raya didepannya. Yap, mereka berdua memutuskan untuk tidak mengikuti kuliah pada hari itu, hal yang pertama kali dilakukan oleh Inez.

Lalu terdengar lagu Happy dari Pharrell Williams, nada dering Rama. Dia segera mengangkat telepon tanpa melihat caller IDnya.

"Ya? Oh, lo Yan." Rama terlihat serius mendengarkan. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Setelah hening yang agak lama, tiba-tiba Rama menggebrak setir mobil dengan keras, membuat Inez melonjak kaget dari tempat duduknya.

"Damn!"

"Serius lo?!" Ujarnya lagi, masih kepada orang yang menghubunginya.

"Oke, thanks, bro." Rama meletakkan ponselnya ke dashboard mobil. Wajahnya tampak kesal.

"Kita nggak langsung pulang. Temenin gue nonton." Kata-kata itu lebih mirip perintah, tapi entah kenapa Inez enggan membantahnya.

Mobil melaju ke daerah Senayan. Sesampainya di Senayan City, mereka segera naik lift ke lantai 5, menuju bioskop.

Tanpa bertanya lebih dulu pada Inez, Rama sudah membeli 2 tiket.

"E-eh... Ram, ini mau nonton apa ya?"

Rama menunjukkan tiket itu pada Inez tanpa suara. Inez melotot begitu melihat judul filmnya.

"Ram? Ini nggak salah? Misteri Apartemen 13 Lantai? Ini kan film horor..." ujar Inez pelan.

"Berisik. Kalau nggak mau nonton, ya udah nggak usah nonton," tukas Rama. Dia segera berjalan menuju teater karena film sudah akan dimulai.

Didalam, Rama berbisik pada Inez. "Selamat menikmati ritual penghilang-stres-karena-rumor-ala-Rama."

Dan Inez tidak bisa berkomentar apa-apa lagi karena film sudah dimulai.


*

Nggak nyambung ama judulnya ya? pendek ya? Jelek ya?

Sabar yaa~ hahahaha!

Tokoh Maura freak ya? Udah diputusin, gak rela, nyebarin gosip, tapi masih pengen tau yang sebenernya gimana. Huft banget. ~curhatan author

-np

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang