Chapter 13 -- The First But Not the Last

83.3K 3.4K 17
                                    

"Ci-cinta pertama...?" Rama mengangguk pelan.

"Kami kenalan di akhir SMP, pacaran selama SMA. Dia pacar pertama gue, orang pertama yang bisa bikin gue jatuh cinta," jelas Rama. Entah mengapa, mata Inez terasa panas mendengar penjelasan itu. Sebutir air mata sudah hampir jatuh ke pipinya, tapi dia tahan.

"Lalu...kenapa kalian pisah?" Tanya Inez lagi.

"Waktu kelulusan, dia bilang akan kuliah di Belanda, karena itu kami memutuskan untuk pisah," jawab Rama.

"Terus, lo masih cinta sama dia?" Ingin rasanya Inez menampar mulutnya sendiri karena bertanya hal itu. Dia tidak ingin tahu jawabannya, maka itu dia mencoba memendam dalam hati. Tapi apa daya, kali ini hati, mulut dan pikirannya tidak sejalan.

Rama tidak menjawab. Jujur saja, dia masih bingung dengan perasaannya sendiri. Dia yakin bahwa dia masih mencintai Ve, tapi setelah kejadian ini, kenapa hatinya tidak bisa menetapkan?

"Nggak usah dijawab." Inez berdiri sambil menghapus air matanya. "Gue ke rumah Arina dulu."

Rama ikut berdiri. "Mau di antar?"

Inez menggeleng. Dia berjalan menjauh tanpa menoleh lagi ke belakang.

"Van, sibuk nggak lo? Gue udah kayak cewek nih, butuh tempat curhat. Ketemu bisa?"

Mendengar jawaban Revan--sahabatnya, Rama langsung menutup flap ponselnya. Lalu dia mengambil kunci mobil dan langsung pergi ke tempat yang disebut Revan.

"Nez, tenang dulu, tenang..." Sophia mengelus punggung Inez yang--lagi-lagi--menangis sesenggukan.

Arina masuk ke kamarnya dengan membawa cookies dan jus stroberi.

"Inez. Berhenti dulu nangisnya, terus cerita ke kita. Gue, terutama, butuh penjelasan banget kenapa tadi lo ninggalin gue di kafe," ujar Sophia.

Inez mencoba menghentikan tangisnya. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia ingin dipeluk lagi oleh Rama.

"Lo tahukan, cewek yang tadi nyamperin Rama di kafe?" Tanya Inez pada Sophia ketika tangisnya sudah berhenti. Sophia mengangguk.

"Tunggu tunggu. Rama? Cewek? Kafe? Ini ada apaan sih sebenarnya?" Arina mengerutkan kening. Dengan singkat, Sophia menjelaskan kejadian tadi pagi.

"Terus terus?" Arina beralih ke Inez.

"Nah, pas gue pergi, ternyata Rama ngejar gue. Gue nangis di pinggir jalan, dia nyamperin terus meluk gue, trus dia ngajak gue pulang. Dirumah tadi, dia cerita kalau cewek itu..."

Inez tidak melanjutkan. Hatinya terasa sesak, sesuatu yang baru terjadi ketika dia mendengar penjelasan dari Rama. Hanya dengan Rama. Dia tidak pernah merasakan se-sesak ini dengan pacar-pacarnya terdahulu.

Arina dan Sophia menunggu penjelasan Inez. Mereka tidak ingin mendesak Inez.

"Cewek itu cinta pertamanya, pacar pertamanya juga waktu SMA..."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Inez kembali menangis.

"Gue nggak mau ketemu sama Rama dulu, Sof, Rin," ujar Inez disela-sela tangisnya. Kedua sahabatnya itu mengangguk.

Arina mengeluarkan ponselnya. Dia menatap Sophia meminta persetujuan, yang dianggukki oleh gadis itu. Arina berjalan menuju balkon supaya Inez tidak mendengar percakapannya.

"Halo? Rama, ini Arina. Gini, Inez nginep dirumah gue dulu ya?...Iya, daritadi dia nangis, gue ama Sophia nggak ngerti lagi mesti gimana. Boleh nggak? At least biar dia tenang dulu gitu... Sip." Arina mematikan ponselnya.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang