Chapter 10 -- Sick

81.7K 3.3K 5
                                    

"Nez, lo dengerin gue ngomong nggak sih?"

Inez membetulkan letak gagang teleponnya. Tangannya kembali berkutat dengan laptop dihadapannya.

"Iya, iya denger kok. Bawel deh," ujar Inez tidak sabaran. "Masih ada lagi nggak nih, yang mau diomongin?"

Di seberang telepon, Sophia melengos. "Gitu lo ya, sama sahabat sendiri. Mentang-mentang udah nikah. Eh, kalian udah ngapain aja nih?"

Inez berhenti mengetik ketika mendengar perkataan Sophia. "Belum ngapa-ngapain. Kenapa? Lo mau diapa-apain sama suami gue?"

"Idih, najong deh lo," ujar Sophia sambil tertawa. "Eh, gimana nih, jadi nggak kita ke Bandung? Kalau your husband mau ikut boleh kok."

Rama? Ikut?

"Wah, gue nggak yakin dia mau ikut, Sof. Habis, akhir-akhir ini juga dia aneh banget. Jadi lebih jutek, lebih dingin dari sebelumnya," ujar Inez. Dia melupakan laptop dihadapannya. Fokusnya saat ini, cerita ke sahabatnya tentang kelakuan si suami akhir-akhir ini.

"Aneh? Contohnya?"

"Ya, gitu deh. Masa waktu itu kan gue mau sarapan, eh ternyata dia nggak bikinin gue sarapan, udah gitu gue ditinggal ke kampus pula. Padahal biasanya juga kita berangkat bareng. Terus pas malamnya gue tawarin makan, dia bilang udah kenyang. Jadi kayak menghindar gitu deh pokoknya," jelas Inez.

"Ah, lagian lo manja abis. Sarapan aja minta dibikinin, bikin sendiri kan bisa," ujar Sophia.

"Bukan gitu, Sof. Iya, gue juga tahu kalau gue bisa bikin sarapan sendiri. Tapi masalahnya, ini udah jadi perjanjian kita dari awal. Gue bikin dinner, dia bikin breakfast. Sekarang, udah bagus gue bikin makan malam buat dia, eh dia malah ka-"

"Malah kenapa?" Inez terkejut mendengar suara itu. Yang diomongin sudah berdiri tenang didepan pintu, tangannya terlipat didepan dada. Tatapannya tenang, tapi tajam.

"E-eh, Sof, udahan dulu ya," ujar Inez terbata-bata.

"Iya deh. Pasti dia udah pulang ya? Gue dengar suaranya kok. Yaudah, kalau ada apa-apa, just give me a buzz," kata Sophia. "Oh, jangan lupa, besok pagi agak siangan ke Bandung ya!" Tambahnya lagi sebelum menutup telepon.

"Siapa?" Tanya Rama. Intonasi suaranya menjadi dingin.

"Sophia... Dia ngajakin ke Bandung besok," ujar Inez. Tanpa sadar, kepalanya menunduk karena takut.

"Oh. Terserah." Rama berjalan ke kamar mandi masih dengan pakaian rapinya. Tadi dia habis mengikuti bimbingan skripsi.

"Ehm... Mau makan?" Tanya Inez ragu. Suaranya semakin pelan.

"Nggak lapar." Setelah itu, dia menutup pintu kamar mandi.

Inez's POV

Padahal, aku sudah menunggunya supaya bisa makan malam sama-sama, berhubung akhir-akhir ini dia sering pulang malam karena bimbingan untuk skripsi.

Aku memegang perutku yang keroncongan. Memang sih, aku bisa saja makan sendiri. Tapi aku ingat apa yang Mama dan Bunda bilang.

"Kalau udah bersuami, usahakan selalu sarapan dan makan malam bersama. Itu cara paling cepat untuk lebih dekat satu sama lain."

Aku melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup. Rama belum selesai mandi.

Yah, apa boleh buat. Toh aku udah siapin makanan. Dimakan syukur, nggak dimakan juga nggak apa-apa bisa buat besok, batinku.

Perlahan, aku naik ke tempat tidur. Tanpa menunggu Rama, mataku sudah terpejam lebih dulu.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang