Chapter 21 -- Home

72.9K 3.1K 28
                                    

Prang!

Entah sudah berapa banyak gelas yang Ve pecahkan di dapur rumahnya, namun belum juga dapat meredakan emosinya.

Ini semua gara-gara Inez sialan itu... Batinnya.

Ve mengambil salah satu pecahan beling yang paling besar, lalu membawanya ke dalam kamar. Digoreskannya pecahan kaca itu di foto Inez, lalu ditusukkannya kaca itu tepat disamping pisau yang masih menempel.

Sambil menahan emosi, Ve mengambil ponselnya dan menghubungi Bagas.

"Gas, sekali lagi, aku butuh bantuanmu."

Inez termangu sambil menatap keluar jendela. Dia ingin sekali pergi kuliah lagi, bertemu teman-temannya. Tapi apa daya, kecelakaan seminggu lalu membuatnya tidak bisa kemana-mana kecuali kekamar mandi.

Itupun harus dibantu oleh orang lain.

Rama sudah membujuk Inez untuk tetap stay di rumah sakit sampai dia benar-benar sembuh, dan keputusan cowok itu tidak bisa dibantah, sekalipun Inez membujuknya dengan puppy eyes andalan gadis itu.

Inez mengecek ponselnya, lalu menaruhnya lagi. Dia benar-benar bosan. Rasanya ingin sekali dia jalan-jalan, meskipun hanya sekadar disekitar lorong rumah sakit.

Dan yah, tentu saja. Rama tidak akan mengijinkannya.

"Nanti berdarah lagi," ujar Rama.

"Ya ampun Ram, nggak akan lah. Kan udah di jahit," rengek Inez.

"Ish. Nggak, nurut kenapa, Nez."

Itulah percakapan 'wajib' Inez dan Rama setiap harinya ketika Inez mulai merengek agar dibolehkan keluar dari kamar.

Lagi-lagi, Inez hanya bisa menghela napas. Apalagi kalau mengingat kelakuan Rama yang sangat berbeda akhir-akhir ini, semenjak kejadian itu.

Dia jadi lebih perhatian. Lebih protektif juga. Hal itu membuat Inez kangen dengan Rama yang 'dulu', meskipun sebenarnya dia juga sangat puas dengan perubahan suaminya itu.

"Mikirin apa?" Suara Sophia membuyarkan lamunannya. Saking asiknya Inez melamun, dia sampai tidak sadar kalau Sophia sudah memasukki kamarnya.

"Hahaha. Nggak," ujar Inez.

"Bohong. Pasti lagi mikir yang aneh-aneh ya?" Goda Sophia. Inez tertawa melihat sahabatnya itu.

"Eh, gue bawain materi nih, berhubung sebentar lagi mau UAS. Udah gitu, lo banyak ketinggalan materi juga. Baik kan gue?" Sophia menaruh beberapa buku di atas meja.

"Yes, thank you, Sof. Duh, beneran deh gue mau ke kampus. Nggak betah kelamaan di rumah sakit," gerutu Inez.

"Ck. Lo belum 100% pulih, Nez. Jadi jangan ngaco," ujar Sophia. Dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. "Eh, Vian kemana?"

Inez tersenyum curiga. Sejak dia kecelakaan, Vian memang sering ke rumah sakit. Katanya sih, disuruh temenin Rama. Padahal Rama bilang, kalau Vian yang merengek agar diajak supaya bisa bertemu Sophia.

"Mana gue tahu, Sof. Mungkin sama Rama. Memangnya kenapa?"

Sophia terlihat gelagapan. "E-enggak, nanya aja."

"Halah, alibi banget. Alasan biadab," ledek Inez.

"Sialan," ujar Sophia sambil tertawa.

"Eh iya, terus lo kapan pulang ke rumah?" Tanya Sophia setelah tawa mereka reda. Inez mengangkat bahu.

"Maunya sih se-"

"Inez pulangnya nanti, kalau udah sembuh total." Suara Rama terdengar dari arah pintu, membuat kedua gadis itu terlonjak kaget.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang