Chapter 24 -- Plan

73.7K 3K 25
                                    

Inez's POV

Sudah hampir dua bulan berlalu sejak kejadian Rama melabrak Ve. Entah apa saja yang dikatakan Rama kepada perempuan itu, tapi aku tidak ambil pusing. Yah, meskipun aku sedikit penasaran.

Bagaimana aku tidak penasaran, kalau seminggu setelah kejadian itu, aku—dan Rama—bertemu dengan Ve lagi. Dan kejadian berikutnya membuatku sedikit—oke, sangat—tidak percaya.

Aku melangkah dengan terburu-buru di sepanjang koridor kampus. Dan ini semua gara-gara Rama. Dia memintaku untuk segera ke restoran disamping kampus. Ada perlu, katanya.

5 menit berjalan, sekarang aku sudah berada didepan restoran itu. Ketika aku membuka pintu dan masuk, sebuah pemandangan mengejutkanku.

Ada Rama. Itu biasa, karena aku memang janjian dengannya. Tapi, didepannya ada Ve. Itu yang mengejutkan, mengingat yang dia bilang seminggu lalu, kalau dia sudah memberi peringatan kepada wanita itu.

Aku berusaha sekuat tenaga menahan amarah melihat mereka berdua.

Jangan asal tuduh, Nez... Sabar... Aku terus menerus mengulang kata-kata itu dalam hatiku.

Aku menghampiri mereka. Begitu menyadari kehadiranku, Rama langsung berdiri dan tersenyum. Dia mencium kedua pipiku didepan Ve.

Dari sudut mataku, aku melihat Ve tersenyum. Ada kesedihan terpancar diwajah itu. Sekesal-kesalnya aku pada Ve, aku tetap bisa merasakan kesedihan itu. Tentu saja, feeling sesama wanita.

Kami sama-sama pernah—pengecualian untukku, tentu saja—memilikki Rama. Sekarang aku bisa merasakan, wajar saja kalau Ve sangat bersemangat untuk mendapatkan Rama kembali.

Rama itu bagaikan pusat tata surya. Aku, Ve, dan mungkin wanita-wanita lain yang menyukainya, bagaikan planet yang berputar disekelilingnya. Berputar dan tidak bisa lepas dari pusat tata surya itu.

Rama memanggilku pelan, membuyarkan lamunanku.

"Nez," bisiknya. Aku menoleh kearahnya, lalu ke Ve.

"Inez, saya mau...ehm...minta maaf sama kamu," ujar Ve kemudian.

Aku tertegun. Sebuah tangan—tangan Rama—mengelus punggungku.

"Kalian sama-sama wanita, selesaikan ini dengan cara yang baik," ujar Rama. Lalu dia berdiri. "Aku duluan ya, Nez. Mau diskusi tentang tanggal sidang sama dosenku."

Aku mengangguk. Setelah itu, Rama langsung meninggalkan restoran.

Tatapanku beralih ke Ve lagi, yang saat ini sedang menunduk.

"I can feel your pain, Ve. Kamu kehilangan seseorang yang pernah menjadi bagian di masa lalumu, dan aku rasa, aku mengerti," ujarku setelah hening yang agak lama. Ve mendongakkan wajahnya ketika mendengar kata-kataku.

"Maafin aku, Nez. Aku sangat salah untuk berusaha merebut Rama darimu. Harusnya aku sadar, kalau dihati Rama sudah tidak ada aku, tapi cuma ada kamu. Dia sendiri yang bilang waktu itu, waktu aku menyuruhmu ke rumahku." Ve menatapku nanar.

"Aku dengar kejadian setelah itu, saat kamu kecelakaan. Sungguh, dalam hatiku yang paling dalam, aku nggak pernah sekalipun berniat untuk membuat orang lain celaka. Tapi pikiranku mengambil alih. Bodohnya, yang saat itu aku pedulikan hanya bagaimana caranya mendapatkan Rama kembali.

"Tapi aku salah. Sangat salah. Dia nggak akan pernah kembali karena sekarang hatinya sudah ada yang memilikki," lanjutnya.

Aku tertegun mendengar kata-kata itu.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang