Ve menyesap minumannya. Sudah 2 minggu berselang semenjak pertemuan terakhirnya dengan Rama, pacar pertamanya.
Tidak bisa dipungkiri, dia sangat senang bisa bertemu dengan Rama lagi. Tapi dia juga sedih begitu mengetahui Rama sudah memilikki pendamping hidup.
Dia teringat pertemuan terakhir itu. Bagaimana tatapan Rama kepadanya, sentuhan-sentuhan itu... Lalu semuanya lenyap, digantikan kepergian cowok itu yang meninggalkan Ve untuk mengejar istrinya yang tiba-tiba, out of nowhere, lari meninggalkan kafe.
Ugh. Betapa rindunya dia dengan Rama. Diam-diam, Ve menyesal karena dulu meninggalkannya untuk menuntut ilmu di negeri kincir angin. Tapi itu dulu.
Sekarang, Ve sudah kembali ke Indonesia. Dia baru saja menyelesaikan studinya. Dan sekarang saatnya dia mendapatkan kembali prianya, tidak peduli apapun halangannya.
∞
"Hai, Brian." Ve menepuk pundak seorang pria didepannya. Pria tersebut-Brian, menoleh. Ekspresinya kaget begitu melihat siapa yang menyentuhnya barusan, tapi dia tidak berbicara apa-apa.
"Lo nggak mempersilakan gue duduk?" Tanya Ve lagi. Brian hanya menatapnya dingin.
"Oke," ujar Ve lagi. Dia memposisikan badannya disebelah Brian, lalu duduk.
Tepat ketika Ve duduk, Brian berdiri dari kursinya dan pindah ke kursi diseberangnya, sebisa mungkin berjauhan dari Ve.
"Tahu dari mana gue disini?" Ucapan Brian terdengar sinis, tapi Ve tetap memasang senyum di wajahnya, meskipun sebenarnya dalam hati dia gondok juga. But she'll do anything to get Rama back.
"Brian, please. Gue tahu abang lo punya studio foto didekat sini, dan gue tahu lo sering disitu. Dan dari pemikiran gue, pasti lo akan makan siang disini."
"Cih." Brian tersenyum sinis. "Gue baru tahu kalau lo bisa mikir."
Oke. Kata-kata itu cukup membuat Ve 'panas'. "Dulu lo nggak segininya sama gue. Sekarang kenapa?"
"Lo masih tanya kenapa? Disaat lo udah membuat Rama sama Inez berantem, lo masih tanya kenapa?"
Jadi namanya Inez? Batin Ve.
"Kok gue? Gara-gara yang di kafe itu? Loh, yang mulai duluan kan Rama," kilahnya. Padahal, Ve yang berusaha mati-matian agar Rama kembali melihatnya seperti dulu.
"Ve sayang, cowok itu ibarat ikan. Dikasih umpan, kita ambil. Dan lo terlalu banyak memberi 'umpan' buat Rama."
"Ugh. Whatever, Yan. Gue cuma mau lo bantuin gue untuk rebut Rama dari si Inez-Inez ini," ujar Ve to the point.
Brian mengernyit. "Gue rasa lo udah gila, Ve. Kebentur apa di Belanda, sampai otak lo yang dulu waras, sekarang jadi begini?"
"Brian, gue serius."
"Dan gue juga serius, Ve. Nggak, maaf. Gue nggak bisa bantu lo. Rama sama Inez udah sepaket, nggak bisa dirombak lagi."
Ve tersenyum sinis. Dengan sengaja dia memajukan badannya, membuat belahan dadanya terlihat dengan harapan, Brian tidak akan menolaknya.
Tapi Brian tidak seperti itu. Dan dia tidak akan mempan digoda dengan cara itu.
"Kita lihat nanti, Brian sayang, siapa yang akan memenangkan pertarungan ini," ujar Ve tanpa merubah posisinya.
Brian ikut memajukan badannya, membuat wajah mereka berdekatan. Ve bisa merasakan nafas hangat dari cowok 'dingin' didepannya ini.
"Yup, let's see. Dan gue berani bertaruh, it's not you."
Brian memundurkan badannya ke posisi semula. Setelah itu dia berdiri dan meninggalkan Ve tanpa berkata apa-apa.
∞
Dua hari kemudian, Ve sudah berdiri didepan sebuah gedung. Begitu dia memasukki gedung itu, seseorang menghampirinya.
"Ve? Venada Rasyita?" Ve tersenyum kepada pria yang memanggilnya.
"Hai, Bagas." Dengan santai, Ve mencium bibir pria itu, yang mengundang lirikan dari orang-orang sekitar mereka.
Bagas yang pertama melepas ciuman itu. Lalu dia menarik Ve ke ruangannya yang berada di lantai 11 gedung tersebut.
Sesampainya didalam, Ve kembali mencium Bagas dengan ganas, membuat Bagas bereaksi cepat dengan membalas ciuman itu. Mereka saling melumat satu sama lain.
Bagas mendorong Ve ke sofa, lalu dia menciumi leher jenjang Ve.
"Gas," ujar Ve ditengah-tengah sesi make out mereka. Panggilan itu disertai lenguhan Ve, sehingga membuat Bagas semakin 'jadi' menciumi leher Ve.
"Gas..Aaah..." Ve tidak bisa berbicara, dia terlalu menikmati ciuman itu. Tapi, baginya urusan ini lebih penting.
Ve menarik kepala Bagas menjauhinya. "I need a favor," ujarnya dengan cepat, sebelum Bagas melakukan 'aksinya' lagi.
"Tell me." Bagas menarik dirinya dari Ve, lalu membantu Ve duduk. Tidak di sofa, tapi di pangkuannya.
Diam-diam, Ve bisa merasakan 'Bagas junior' menonjol dari balik celana cowok itu ketika Ve menduduki pahanya.
"I need to get Rama back. I MUST. Karena itu, aku butuh beberapa anak buahmu untuk memata-matai Inez, istrinya Rama," ujar Ve.
Mendengar nama Rama disebut, Bagas sedikit jealous. Gadis ini tidak pernah bisa melupakan Rama. Bahkan saat mereka berdua masih di Belanda, Ve sering berbicara tentang Rama.
Bagas, yang saat itu hanya berstatus sebagai senior dan 'sahabat tapi mesra'-nya Ve, hanya bisa menjadi pendengar meskipun hatinya terbakar.
"Bagas..." Melihat Bagas yang hanya diam, Ve memutuskan untuk sedikit bergerak. Dia tahu, Bagas menyukainya. Dia tahu, Bagas tidak suka dia berbicara tentang Rama.
Tapi Ve juga tahu, Bagas akan melakukan apapun asalkan Ve bahagia.
Ve bergerak sedikit dipangkuan Bagas, sehingga menimbulkan gesekan yang mengakibatkan 'benda' itu semakin tegang. Dalam hati, Ve tahu bahwa Bagas sangat menginginkannya.
Memang, dia tidak menolak jika harus berpacaran dengan Bagas. Hanya saja, selain wajahnya yang hanya sedikit kurang ganteng dibanding Rama, Bagas itu playboy.
Melihat perlakuan Ve, Bagas tidak bisa menahan geramannya. Dia langsung mencium bibir Ve dengan ganas. Baru 5 detik, Ve menarik diri.
"Aku kasih ke kamu, tapi kamu harus bantu aku. Gimana?" Ujar Ve.
Karena sudah tidak tahan, Bagas mengangguk pasti. Lalu dia kembali mencium Ve yang balas menciumnya dengan liar.
∞
Ve menatap foto-foto ditangannya. Foto Inez, diambil secara rahasia dan dari berbagai arah.
Perempuan itu menempelkan salah satu foto Inez yang lebih jelas di sebuah papan. Dia mengambil sebuah pisau, lalu dilemparkannya pisau itu tepat di foto Inez.
"You'll lose, Inez."
*
I'm baaack! Maaf pake banget udah updatenya lama, trs pendek pula.
Cuma mau kasih dr point of view-nya Ve aja.
Update selanjutnya....nggak bisa janji akan cepat, tp diusahakan.
-np
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Wedding
RomanceInez Mahestari tidak suka dijodohkan! Baginya, pernikahan itu seharusnya atas dasar sama-sama suka, sama-sama cinta. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena ternyata orang tuanya sudah mempersiapkan semuanya! ∞ Ramakrisna Handaru hanya bisa...