Intermezzo--Hello, Girl!

101K 2.9K 51
                                    

HELOOOO!!

Bukan bukan, ini nggak ada hubungannya sama chapter 20... Cuma mau bikin selingan aja, iseng-iseng. Oh ya, ini juga bukan tentang Rama-Inez.

Terus tentang apa dong? Ini tentang sahabat mereka, Brian dan Arina.

Sekali lagi diingatkan, INI NGGAK ADA HUBUNGANNYA--well, mungkin sedikit--DENGAN CHAPTER SEBELUMNYA jadi tolong jangan pada protes yaaa...

Chapter selanjutnya akan di update mungkin, setelah tanggal 20 berhubung authornya mau UAS :'(

Oh ya, buat yang pengen tau, cast Forced Wedding tuh seperti apa, boleh dilihat di multimedia atau silakan dibuka link ini: http://weheartit.com/entry/114923579/via/gallery-ios

Selamat membaca :)

-np

*

Brian menatap sekelilingnya dengan malas. Dia tidak terlalu suka keramaian, sekalipun keramaian itu berarti 'Pernikahan Rama dan Inez'.

Disebelahnya, Vian dan Revan asik sendiri membicarakan tentang betapa-cantiknya-sepupu-Rama-dan-Inez.

Brian sendiri tidak tertarik. Dia lebih suka menyendiri, seperti yang dilakukannya sekarang.

Tiba-tiba, Rama datang dengan merangkul--menarik, lebih tepatnya--seorang gadis yang Brian tahu sebagai Inez.

"Cuma mau kenalin sahabat-sahabat gue. Ini Revano Mirchaell," ujar Rama pada Inez. Mereka berdua berdiri didepan Revan yang melempar senyumnya ke Inez.

"Hai, gue Revano. Panggil aja Revan," ujar Revan, tangannya menyalami tangan Inez. "Selamat ya, atas pernikahannya."

"E-eh iya, sama-sama," ujar Inez terbata-bata, membuat Brian setengah mati menahan tawa melihatnya. Bagaimana tidak, tadi mereka bertiga sempat bertaruh mengenai senyum (sok) maut-nya Revan, yang katanya bisa membuat perempuan klepek-klepek.

Vian tidak setuju, Brian memilih untuk tidak ikut-ikutan. Lalu, Rama mengalihkan Inez ke Brian.

"Nah, kalau yang ini Febrian Ganesha. Panggilannya Brian." Brian tersenyum kecil sambil menatap Inez.

"Dia orangnya memang pendiam," tambah Rama, membuat Inez hanya bisa membalas senyum Brian sambil mengangguk singkat.

"Yang terakhir, Arvian Romero," ujar Rama lagi. Vian tersenyum lebar pada Inez, lalu meraih tangan gadis itu dan menjabatnya.

"Gue Vian," ujarnya singkat.

"Oh ya, jadi, nanti malam kalian mau ngapain? Langsung malam pertama atau mau ditunda dulu nih? Inez masih kuliah kan?" Ujar Revan tiba-tiba. Hampir saja Brian tertawa ngakak mendengar ledekan itu. Dia yakin sekali, saat ini Rama pasti sudah menahan diri untuk tidak menjotos Revan.

"Ehm, guys, gue kesana dulu ya," ujar Brian. Meski didepannya sedang ada joke dadakan, tetap saja rasa bosan lebih menguasainya.

Tanpa menunggu balasan mereka, Brian sudah lebih dulu meninggalkan tempat itu. Dia berjalan menuju halaman depan rumah Rama, lalu duduk dibangku.

Brian menyalakan rokoknya. Dia menghirup pelan, lalu membuang asapnya dengan pelan juga.

Tiba-tiba, terdengar suara batuk disebelahnya. Brian reflek mematikan rokok tersebut di asbak.

"Maaf," ujarnya ketika menoleh ke orang yang batuk tersebut. Ternyata cewek.

"Hmm, it's okay," ujarnya singkat. Wajah cewek ini terasa familiar. Brian berusaha mengingat dimana kira-kira mereka pernah bertemu.

"Sahabatnya Inez ya?" Tanya Brian, setelah beberapa detik mencoba mengingat kembali memorinya. Cewek itu mengangguk singkat.

"Gue sahabatnya Rama," ujar Brian lagi. Dia mengulurkan tangannya pada cewek itu. "Gue Brian."

Cewek itu menatap tangan Brian yang terulur sebelum menjabatnya. "Arina."

Brian hanya mengangguk kecil sambil tersenyum pada 'gunung es' disebelahnya. Bagaimana tidak, bahkan seulas senyum pun tidak tampak diwajah Arina. Dan itu membuat Brian penasaran.

Apa perempuan seperti Arina mempan akan godaannya?

"Gue nggak nyangka, ternyata Inez punya sahabat secantik lo," ujar Brian, mencoba menguji pertahanan Arina.

"Hmm, gue tahu kok. Thanks," ujar Arina ketus.

Sepersekian detik, Brian bengong mendengar jawaban itu. Dia sempat mengira, Arina akan blushing mendengar kata-katanya tadi. Tapi ternyata tidak. Malah, wajah gadis itu datar-datar saja.

"Lo orang pertama yang bilang gue cantik selain keluarga gue," lanjut Arina, yang disambut tawa oleh Brian. Arina mengernyitkan dahi melihat pria disampingnya yang tertawa hanya karena ucapannya. Bukankah tadi dia sudah bersikap sinis?

"Tapi seriusan loh, lo cantik. Sangat cantik. Bahkan gue terpesona melihat lo," ujar Brian dengan sengaja. Dia masih penasaran dengan Arina, sehingga berusaha untuk menggodanya lagi.

"Terimakasih atas pujiannya, tapi gue tidak akan termakan rayuan gombal pulau kelapa-mu itu," ujar Arina. Kali ini, nada bicaranya cenderung sinis, ingin melindungi diri.

Jawaban itu cukup membuat Brian puas.

Wanita ini beda dengan wanita lain yang ada disekelilingnya. Dan Brian merasa, akan sangat sulit untuk mendapatkan seorang Arina.

Tapi disitulah tantangannya, dan Brian akan berusaha sebisa mungkin memecahkan gunung es disebelahnya itu.

Bagaimanapun caranya.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang