Chapter 20 -- Reunite

73.8K 3.1K 33
                                    

Rama menatap sahabat-sahabatnya. Tatapannya berhenti pada Brian-yang sampai sekarang masih menatapnya dengan penuh kekesalan, sekalipun Rama sudah memberikan penjelasan.

Satu kalimat yang diucapkan Brian sesudah mendengar cerita Rama.

"Gue nggak nyangka lo segitu bodohnya percaya tipuan iblis itu."

Dan Rama tidak mengelak, dia memang merasa amat sangat bodoh saat ini.

Harusnya, dia tahu kalau semua yang dikatakan Ve kemarin hanya jebakan.

Harusnya, dia sadar kalau Ve melakukan itu agar bisa kembali padanya.

Harusnya.

Sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Inez sudah terlanjur kesal padanya. Tapi bukan Rama namanya kalau menyerah secepat itu.

"Gue butuh bantuan kalian," ujar Rama. Dia menatap Brian. "Terutama lo, Yan."

Inez mengintip sekelilingnya sebelum membuka mata, kalau-kalau ada Rama.

Ternyata tidak ada.

Paling lagi sama perempuan itu...

"Inez." Seseorang memanggilnya. Inez melihat ke arah pintu, mendapati Brian sedang berdiri disana sambil memegang rantang.

"Hai, Brian," ujar Inez sambil tersenyum kecil.

Brian menghampiri Inez, membantunya duduk. Dia menaruh rantang itu dimeja sebelah Inez.

"Dari Arina, tadi gue ketemu dia dikampus. Tadinya dia mau ikut kesini, tapi masih ada kuliah. Jadi nanti dia nyusul," ujar Brian. Senyum Inez berubah menjadi senyum curiga.

"Kalian dekat sekali. Ketinggalan berita apa nih?"

Brian tertawa mendengarnya. Lalu dia duduk disamping Inez. "Nggak tahu. Sahabat lo itu...kadang lucu juga," ujar Brian, pikirannya seketika tertuju pada Arina.

"Hahaha. Cie banget deh. Vian ama Sophia, lo sama Arina. Cinta lokasi semua nih," ledek Inez.

"Hahaha. Bisa aja lo," ujar Brian. "Ehm. Kalau lo sama Rama, gimana dong?"

Ekspresi Inez berubah menjadi dingin. "Gue nggak mau bahas Rama, Yan."

"Nez, Rama udah jelasin semuanya. Dia dijebak sama Ve."

"Ve?"

"Pacar pertamanya itu loh. Gue nggak akan bilang dia cinta pertamanya Rama karena pacar pertama belum tentu jadi cinta pertama, iya kan?" Inez mengangguk pelan.

"Nah, Rama kemarin cerita, dia dijebak. Ve bilang kalau dia sendirian dirumah, orang tuanya kan lagi di Austria. Lalu dia bilang pembantunya pulang kampung. Katanya juga, baru-baru ini ada perampokan di daerah rumahnya dan dia takut. Dia minta tolong Rama untuk stay with her, just one night. Tapi itu semua cuma tipuan aja," jelas Brian. "Dia mau rebut Rama dari lo, Nez."

"Tapi Yan, kemarin gue lihat sendiri, Rama begitu menikmati kissing sama Ve itu."

"Inez, yang namanya cowok itu seperti ikan. Dikasih umpan, ya diambil. Sekuat apapun pertahanan diri Rama, tapi kalau umpannya se-gila Ve, dia nggak bisa menolak," ujar Brian lagi. "Bahkan, gue sendiri hampir tergoda sama wanita itu."

Inez tertegun. Yang dikatakan Brian ada benarnya. Tapi tetap saja, seharusnya Rama lebih bisa menahan diri. Dia kan, sudah menikah. Pertahanan dirinya harus lebih kuat daripada yang belum, kan?

Brian menatap istri sahabatnya yang sedang termenung itu. Dia tersenyum. Paling tidak, Inez masih mau mendengarkannya. Well, sekesal-kesalnya Brian pada Rama, dia tetap tidak bisa sepenuhnya menyalahkan cowok itu. Bagaimanapun, Rama tetap sahabatnya. Dan dia tahu watak sahabatnya itu.

Forced WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang