Hana pov.
Bagian bawah mataku sedikit menghitam. Aku tidak bisa tidur semalam, was-was kalau hantu itu muncul lagi. Oke, hantu itu ganteng. Lumayan lah, termasuk pada kriteria cogan milikku. Tapi tetap saja dia hantu!
Bahkan kemarin aku harus menurunkan harga diriku untuk merengek pada Agil agar dia mengecek keberadaan makhluk itu di kamar. Tapi, tidak ada orang disana. Hantu laki-laki itu sudah pergi. Aku sempat bernafas lega. Sayangnya hanya sebentar. Malam harinya dia menyantroniku lagi dari luar jendela.
Aku takut.
"Hana?"
Aku mendongak, "Apa?" Tanyaku pada tanteku yang masih awet muda itu.
Ia menggeleng, "Gak papa. Cuma, kok kamu nglamun terus?"
Baru saja aku hendak menjawab, Agil sudah lebih dulu mempermalukanku.
"'Kan Hana takut banget habis liat hantu sih katanya. Masa sampe melas banget ke aku, Ma" adunya sambil tersenyum sinis padaku.
Aku langsung menatapnya tajam sementara tante langsung menatapku khawatir, "Beneran?"
"Gak tau, mungkin cuma halusinasi" jawabku berusaha meyakinkan.
Tapi, entah kenapa aku merasa familiar dengan hantu itu. Aku merasa pernah melihatnya. Mungkin aku benar-benar harus memeriksakan mataku. Aku tidak pernah punya teman laki-laki yang sudah mati. Jadi, mungkin dia cuma hantu asal yang jail.
Aku berangkat sekolah bersama Agil. Saat aku masuk ke kelas, dia ada disana. Duduk santai di mejaku. Aku melangkah mundur keluar dari kelas. Mungkin sebaiknya aku ke kamar mandi untuk mencuci muka dahulu.
Dingin bat, airnya. Setelah mencuci muka, aku menghela nafas melihat wajahku.
"Kok lari sih?"
Aku terkejut. Aku tidak bisa melihatnya dari cermin. Pelan-pelan, aku menoleh ke samping. Dia berdiri menyender pada dinding pintu, menatap heran ke arahku.
Aku langsung mengalihkan pandangan dan keluar melewatinga. Hantu gila! Mau neror atau apa sih? Aku bahkan tidak mengenalnya!
|<>|
Seharian ini, aku tak bisa fokus. Hantu itu menggangguku selama di kelas. Aku masih sabar kalau dia hanya menganggu saja. Tapi ini, dia bahkan minta tolong padaku.
"Gue cuma mau minta tolong ke elo buat cari orang yang berharga buat gue selama gue masih hidup. Gue hilang ingatan waktu mati, jadi gue lupa siapa orang yang berharga buat gue itu."
Kata-kata itu terus berputar di kepalaku. Entah kenapa aku ingin memukulinya kalau saja dia bisa kusentuh. Oke, hantu itu gila.
Pertama, kenapa dia minta tolong padaku? Kenapa tidak orang yang indigo saja? Aku ini bukan orang yang punya indra keenam!
Kedua, dia sungguh gila! Dia saja tidak tau siapa orang yang berharga untuknya, bagaimana bisa aku tau!? Aku bahkan tidak mengenal hantu itu!
Ketiga, dia seenaknya saja mengancamku kalau aku tidak menurutinya. Apalagi, ancamannya itu sangat menakutkan dan nista!
"Gue bisa nembus benda, mungkin gue bisa ngintipin lo."
'Kan itu tai, namanya!
Jadi, aku terpaksa mematuhi permintaannya dengan berat hati. Kini hantu itu mengikutiku kemana pun, kecuali kalau aku ke kamar mandi tentunya. Aku sangat terganggu! Walaupun dia tampan layaknya orang tertampan bagi kalian, tetap saja aku takut karena disatroni hantu.
"Gil" panggilku pada Agil yang sedang menyetir disampingku.
"Napa?"
"Lo percaya gak, kalau gue bisa liat hantu?" Tanyaku langsung, mengabaikan hantu yang duduk di bangku belakang sambil tertawa mendengarku mengatakan hal itu.
"Gak" jawab Agil datar, "Lo gak pernah bisa liat hantu. Ngelindur ya lo?"
Aku menghembuskan nafas berat, "Nyatanya, gue bisa liat hantu. Tapi cuma satu doang" kataku sepenuhnya jujur sambil melihat hantu yang sedang tersenyum lebar. Kena aku ditakdirkan ketemu hantu ganteng begini, sih?
Agil menatapku heran, "Ngaco."
"Yaudah sih kalau lo gak percaya" ucapku, "Gue juga tau lo gak bakal percaya."
Aku turun dari mobil diikuti oleh hantu itu. Aku menghela nafas dan masuk ke kamar, begitu juga hantu gila tersebut. Ia tersenyum padaku, "Jadi?"
Aku berdecak kesal, "Gini ya, pertama gue gak kenal lo. Kedua, gue masih ragu mau bantuin lo. Ketiga, kenapa lo minta bantuan ke gue? Kenapa gak ke orang yang indigo aja. Keempat, kenapa gue bisa liat lo padahal gue bukan anak indigo. Kelima, jawab pertanyaan gue" kataku cepat tanpa berhenti.
Hantu itu tertawa, "Hahahaa! Oke, gue jawab pertanyaan lo. Pertama, biar gue memperkenalkan diri gue. Nama gue Noe, itu cuma nama panggilan sih. Kedua, gue beneran bisa melakukan ancaman gue ke elo loh. Ketiga, gue rasa lo orang yang tepat gue mintain tolong. Keempat, terkadang hantu bisa menunjukkan diri ke orang yang diinginkannya. Karena gue baik, gue kasih bonus satu lagi, sebenarnya gue ini belum mati" jelasnya dengan senyuman yang membuatku terpaku.
Aku tercengang saat mendengar kalimat terakhirnya, "Kalau lo belum mati, berarti lo bukan hantu, dong?" Tanyaku memastikan.
Neo menggeleng, "Bukan dong. Gue ini cuma jiwa yang melayang-layang. Kayaknya sih, gue juga gak tau" katanya.
"Tetep aja gue takut!" Seruku kesal, "Gini ya, kalau misalnya gue bantuin lo, apa lo berani menjamin lo gak bakal ngintipin gue!?"
"Bahasa 'ngintipin' itu gak enak di denger" kata Neo, "Tapi gue bisa jamin hal itu."
Aku memicingkan mata. Aku ragu kalau dia benar-benar akan melakukan hal itu. Aku menghela nafas, "Oke. Tapi kalau sampe ganggu gue sekali aja. Gue bakal bikin lo mati dua kali" ancamku.
Neo mengangguk, "Karena gue penepar janji, gue keluar dulu. Lo pasti mau ganti baju, 'kan?" Ucapnya lalu menembus dinding dan keluar dari kamar.
Aku bergidik ngeri lalu masuk ke kamar mandi sambil membawa baju.
|<>|
KAMU SEDANG MEMBACA
I With the Ghost {END}
Teen FictionAku tak pernah menyangka akan bertemu dengan makhluk seperti ini.