Empat belas

849 66 0
                                    

"Kemana aja lo?" Tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba menghampiri mejaku, Caca, dan Vella.

"Plis, Alden, gue capek" kata Vella memelas.

"Inget perjanjian kita. Lo mau gue bocorkan semua isi Hp lo?" Tanyanya sinis.

"Tapi gue capek, Al."

"Gak ada bantahan, cepet lo beliin gue es teh. Lo yang bayar, oke."

Aku menghela nafas, "Bisa pergi gak?" Tanyaku dingin, "Lo mengganggu acara makan gue."

Cowok yang sepertinya bernama Alden itu menatapku, "Hana, 'kan?"

"Wah, gue terkenal banget ya" ucapku dingin, "Iya gue Hana, emang kenapa?"

"Gak papa sih. Vel, lo cari bantuan ya?" Tanya Alden.

"Minggat sono" ucapku sinis lalu memakan bakso kecil.

"Kok lo nyuruh-nyuruh ya?" Sindir Alden.

"So what?"

"Kayaknya rumor yang beredar bener ya. Lo anak yang gak berperi. Pantas lo dibilang pembunuh" kata Alden.

Aku memegang erat garpu di tanganku. Aku menatap Alden sambil tersenyum, "Minggir atau gue colok mata lo pakai garpu."

"Oke, gue minggir" kata Alden. Ia benar-benar pergi ke tempat teman-temannya. Baguslah.

"Na, sori ya, tapi kayaknya lo sensi banget kalau dibilang 'pembunuh'. Emang ada kejadian buruk ya?" Tanya Caca.

Aku menghela nafas, "Kalian bener pengen tau?"

"Kita sudah sepakat buat jadi teman lo, begitu juga lo. Gue ngerti kalau lo gak semudah itu percaya sama orang, tapi bisa lo ceritakan?" Tanya Vella.

Aku menghela nafas. Lalu menceritakan semuanya, mulai dari orangtuaku, Yoel, hingga Ela. Sebagai bonus, aku juga menceritakan tentang Noe.

"Oh" gumam Vella, "Kita sama, Hana. Eh, tapi cuma bokap sih."

"Hah?" Tanyaku tak percaya, "Sekarang lo tinggal bareng nyokap lo doang?"

"Iya. bareng adek-adek gue juga" katanya, "Gue punya kembaran, laki-laki. Gue juga punya 3 adek, mereka kembar dan laki-laki juga."

"Hah? Hahaha..." Aku tertawa kecil.

"Adek lo sekolah disini dong?"

"Mereka berempat. Yang tiga, adek kelas kita. Kembaran gue, satu geng sama Alden" ucapnya kesal di kalimat terakhir.

"Kayaknya kalian lucu, boleh gue ke rumah lo?" Tanyaku.

Vella mengangguk, "Boleh, boleh. Boleh banget malah!"

"Gue ikut ya" kata Caca.

|<>|

Aku, Vella, dan Caca sudah sampai di depan rumah Vella. Untuk seukuran anak perempuan yang tinggal bersama kembarannya dan 2 pembantunya, rumah ini cukup besar.

Vella memasuki rumah bertingkat dua. Aku dan Caca mengikutinya dari belakang. Kami tadi kesini naik angkot. Aku sendiri heran, seharusnya Vella berangkat bersama kembarannya, tapi kenapa ia pulang pergi sendiri?

"WOY! ADEK-ADEKKU!" Teriak Vella.

"Apaan sih? Ngapa--"

Ucapan anak laki-laki itu terputus saat melihatku. Ia berjalan cepat dan berbisik sesuatu pada Vella. Aku tidak tau apa yang dia bisikkan, yang jelas tiba-tiba saja Vella menarikku, "Dia Hana, teman gue sekarang."

"Anjir, Vel. Lo yakin temenan sama dia?" Tanya anak itu.

"Yakin lah. Na, lo duduk aja deh. Gue mau ganti baju dulu."

Aku hanya mengangguk dan duduk di samping Caca. Caca tertawa kecil, "Kayaknya lo bener dianggap pembunuh ya."

Aku hanya mengangkat bahu, "Bodo amat. Bukan urusan gue juga. Yang penting, apa yang mereka pikirkan belum tentu itu kenyataannya. Oh, yang tadi siapa?"

"Adek Vella. Anak pertama dari 3 kembar bersaudara" kata Caca, "Raxa, ketos sekolah kita walaupun masih kelas 10."

"Oh..."

"Cakep ya?" Tanya Caca, "Tapi lebih cakep lagi kembaran Vella, namanya Vero. Ya ampun Hana, dia itu cool banget, humoris, baik, ah pokoknya perfect banget. Lo pasti suka dia waktu pertama kali liat dia" katanya sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.

"Yaelah. Gue udah punya orang yang gue suka. Tapi kalau dia memang ganteng, dipastikan gue bakal langsung move on dari Yoel dan beralih ke Vero."

"Eits, jangan. Vero itu punya gue seorang" kata Caca, "Tapi sayang, dia udah punya pacar. Pacar itu baik sih, sayangnya diam-diam menghanyutkan. Ngeri pokoknya. Kalau sampai ketemu dia, mending kabur deh" kata Caca.

"Ya, ya, ya. Gue ragu ada anak yang berani sama gue setelah kejadian kemarin" kataku.

"Btw, kemarin lo itu keren banget sumpah! Gue sama Vella aja sampe tercengang. Gue sama Vella sempat mau nolongi lo, tapi jujur kita takut. Sori ya" ucap Caca.

"Gak papa. Kalau lo nolongi gue saat itu, gue bakal usir lo. Gue gak mau kalian ikut dibenci gara-gara gue."

"Thanks. Lo baik ya."

"Thanks balik. Gue sebenernya 'nak baik, tapi gue cuma males aja berkomunikasi."

"Tapi itu gak baik lo, Hana."

"Lo lama-lama kayak Noe ya."

"Wah, mau dong disamain sama hantu cakep. Coba gue bisa liat dia."

"Lo ke dukun sana."

"Hah ngapain?"

"Biar dikasih air suci yang keluar dari mulut dukun, siapa tau lo tiba-tiba dapet pencerahan dan bisa liat setan."

"Idih, no! Yang ada gue langsung bau seketika."

"Nah tuh tau."

Ting!

Agila: Pulang, ada Ela.

Sial.

"Ca, bilangin Vella ya, gue pulanh dulu. Ada masalah di rumah."

I With the Ghost {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang