Enam

1K 76 0
                                    

Aku menghela nafas di kelas dan langsung mendapatkan pelototan tajam dari Neo yang duduk di sebelahku. Aku tersenyum bersalah, "Sori, gue lupa" lirihku.

Neo berdecak, "Lo tuh kenapa sih kok sukanya kayak gitu?" Tanyanya kesal.

Aku mengangkat bahu lalu menulis di halaman terakhir buku yang kugunakan untuk menulis tentang Neo. Gatau, gue cuma ngerasa 'lelah' aja.

Neo menggeleng-gelengkan kepala, "Aneh. Padahal lo ini termasuk anak yang sedikit kurang kerjaan."

Aku mengangkat bahu dan memilih untuk melihat ke luar jendela, tepatnya ke lapangan yang sedang digunakan beberapa orang untuk bermain futsal. Enak ya, kalau main bareng gitu.

Tiba-tiba bel berbunyi. Guru masuk dan mengenalkan murid baru yang wajahnya sangat familiar bagiku.

"Halo" sapanya, "Nama gue Gabriela, kalian bisa panggil gue Ela" katanya lalu mengedarkan pandangan ke seluruh kelas.

Ia menatapku sambil tersenyum sementara aku menatapnya heran. Kemudian Ela disuruh duduk denganku, karena kursi di sampingkulah yang kosong. Saat Ela meletakkan tasnya di kursi, Noe langsung meloncat dan berdiri di belakangku, "Ngeselin amat."

Aku menatap Noe tajam dan menggumamkan kata diam. Ela menatapku sambil tersenyum, "Hana."

"Hah?" Aku heran. Dia kenal aku, tapi aku tidak mengenalnya. Beneran deh, memang aku pernah melihat wajahnya tapi aku lupa dia siapa. "Siapa ya?" Tanyaku.

"Ampun dah" ucapnya kesal, "Gue Ela, mantannya Yoel."

Ela? Mantannya Yoel? Aku berusaha mengingat-ingat. Sedetik kemudian aku menepuk tanganku pelan, "Oh, Ela!" Kataku senang.

Ela mengangguk, "Kita ketemu lagi."

Aku tersenyum. Noe mengernyit heran melihatku dengan Ela, "Siapa?" Tanyanya.

"Entar gue ceritain" kataku lirih.

Noe mengangguk lalu pergi keluar kelas.

|<>|

"Jadi lo sekolah disini?" Tanya Ela senang.

Aku hanya mengangguk sambil memakan bakso yang aku beli. Ini pertama kalinya aku pergi ke kantin, aku tidak akan kemari kalau saja Ela tidak memaksaku. Kantin ini itu tempat yang ramai, aku tidak suka keramaian.

"Gue kira, gue gak bakal punya kenalan" katanya, "Beruntung ada lo disini."

Aku tersenyum, "Kelas 10 lo sekolah dimana?" Tanyaku.

"SMA sebelah" katanya, "Rivalnya SMA sini, tuh."

Aku hanya mengangguk-angguk sok mengerti, padahal aku tidak mengerti apapun. Saat aku sedang makan sambil sesekali menanggapi Ela yang bercerita, ada dua anak laki-laki datang. Aku menghela nafas, plis deh aku tidak pandai berbaur dengan orang lain. Walau aku tau incaran dua anak laki-laki itu bukan aku melainkan Ela, tetap saja aku benci.

"Boleh duduk sini?" Tanya salah satu dari mereka.

Ampun dah. Pasti salah satunya duduk di sampingku. Berhubung aku dan Ela duduk berhadapan di pinggir, sementara kursi di sampingku dan Ela masih kosong. Aku tidak terlalu menyukai perubahan, aku lebih suka hidupku yang biasa-biasa saja.

Neo yang baru tiba dan langsung duduk di sebelahku menatap tajam dua orang laki-laki yang masih berdiri, "Udah pewe gue. Seandainya gue bukan hantu, udah gue usir mereka" katanya.

"Boleh" kata Ela senang.

Mereka duduk. Salah satunya disampingku, membuat Neo langsung meloncat dan berdiri di belakangku. Neo mengumpat kesal pada orang yang duduk di sampingku.
"Anak baru ya?" Tanya ornag di sampingku pada Ela. Aku sadar diri kok yang mereka tanya itu bukan aku.

Ela mengangguk, "Gue Ela. Kalian?"

"Fano" jawab orang disamping Ela, "Lo panggil gue sayang aja."

"Gombal lu" ucap orang disampingku, "Gue Zidan."

"Lo?" Tanya Fano.

Aku mendongak, "Hana" ucapku lalu kembali menunduk memakan baksoku yang tinggal sedikit. Aku ingin cepat-cepat pergi dari sini.

Mereka bertiga asik berbicara sementara aku hanya mendengarkan Neo yang kini ada di sampingku, "Cepet elah, habisin. Entar ke belakang sekolah. Jelasin soal Ela, gue punya firasat buruk tentangnya."

Aku tidak menjawab dan hanya menghabiskan makananku. Lalu aku berdiri dan langsung mendapat perhatian dari ketiga orang itu. Aku menarik nafas, "Gue ke kelas dulu ya."

Ela terkejut, "Eh, gue ikut. Sori ya, Dan, No, kapan-kapan kita sambung lagi" katanya lalu mengikutiku pergi dari kantin.

"Lo gak berubah ya, Na" ucap Ela.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Lo tetep gak bisa beradaptasi dengan orang lain" katanya, "Kebiasaan buruk lo itu harus diubah."

"Halah, justru itu yang buat Hana jadi beda" kata Neo membalas perkataan Ela meskipun Ela tidak mendengarnya, "Jangan didengerin, Na."

Aku hanya mengedikkan bahuku, "Ini ciri khas gue, La."

"Gue gak menyalahkan lo sih" katanya lalu terdiam, "Gue kangen Yoel."

Ukhh... aku merasa bersalah. "Gimana kalau kita ke Yoel nanti?" Tawarku.

Ela mengangguk senang, "Boleh!" Serunya mendapatkan perhatian dari orang yang berlalu-lalang di koridor.

Aku hanya tersenyum. Hanya ini yang bisa kulakukan agar tidak terlalu merasa bersalah.

|<>|

Ela dan aku memasuki lobi rumah sakit. Neo tidak ikut karena harus pergi ke suatu tempat, katanya sih untuk memastikan sesuatu. Setelah menaiki lift menuju lantai 3, kami memasuki kamar yang dihuni Yoel.

Sebenarnya aku ingin duduk di samping ranjang Yoel, tapi Ela sudah lebih dahulu duduk disana. Aku terpaksa duduk di sofa sambil mengamati Ela yang menatap Yoel sedih.

Aku tau Ela masih menyayangi Yoel. Ela adalah pacar pertama Yoel, begitu juga sebaliknya. Dulu yang menembak pertama adalah Ela dan Yoel menerimanya, mereka pun berpacaran dan dianggap sebagai pasangan paling harmonis di sekolah.

Selagi mereka beromantis ria, aku hanya diam sambil menerima gosip yang mengatakan kalau aku hanyalah pengganggu hubungan mereka. Yah, mau gimana lagi? Dari kelas 1 SMP, aku dan Yoel dekat. Sementara Ela dan Yoel berpacaran saat kelas 2. Aku juga tidak mungkin menjauh dari Yoel secara tiba-tiba, karena Yoel sendiri tidak mungkin memperbolehkanku menjauh darinya. Dia orang yang egois, ya?

Aku tercekat saat melihat Ela mencium kening Yoel. Secepat mungkin aku mengalihkan pandanganku pada Hp milikku. Semakin lama aku melihat Ela seperti itu, aku mulai merasa bersalah, sangat bersalah.

Tidak lama kemudian, Ela mengajakku pulang. Aku hanya mengiyakan saja. Aku berjalan lebih dulu untuk mencari taksi, setelah itu taksi tersebut mengantar Ela lebih dulu kemudian aku. Jadi terpaksa aku yang membayarnya.

Aku masuk ke kamar dan langsung melihat Neo yang bersedekap sambil menatapku datar. Aku mengangkat alis bertanya apa-?

"Jauhin, Ela" katanya dingin.

|<>|

I With the Ghost {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang