Duapuluh empat

847 75 0
                                    

Huaa! Akhirnya gue bisa kenalan sama Hana!

Oke, gue cowok yang cukup alay karena nulis beginian. Gue sedih karena gue alay.

Tapi gue seneng banget, bro! Akhirnya gue bisa kenalan sama cewek cantik di sebelah gue!

Oke, gue alay.

Ah intinya, gue seneng banget punya temen kek Hana!

Hana terkejut membacanya. Ia tertawa kecil karena ia tak pernah menyangka Yoel akan sampai seperti itu saat kejadian di pemakaman dulu. Ia membaca tulisan di sampingnya.

Gue udah cerita ke lo, Hana. Gue pengen ganti nama jadi Noe deh. Yah arti nama Noe itu istirahat, gue pengen istirahat gitu. Eh, tapi bukan mati lho ya! Gue cuma pengen istirahat tanpa melakukan apapun, sehari dua hari aja.

Dugaannya benar. Noe dan Yoel adalah orang yang sama. Astaga dia bodoh karena baru sadar sekarang.

Kalau misalnya gue mati ya Hana, gue bakal jadi hantu. Dan orang pertama yang bakal gue satroni itu lo, Hana! Orang yang sejak dulu gue sukai. Kalau beneran terjadi, lo pasti gak pernah menyangka hal itu.

Ah ya, gue denger hantu itu bakal menghilang kalau tujuannya telah tercapai. Jadi gue putuskan kalau gue mati dan jadi hantu, tujuan gue adalah membuat lo sadar kalau hantu yang nyatroni lo itu gue! Huahahaha!

Soal gue suka sama lo, gue beneran suka sama lo Hana. Bahkan sayang. Ah seandainya gue bisa bilang langsung ke elo, gue gak bakal pacaran sama Ela si gila itu! Gue dari pertama kali lihat Ela, gue langsung gak suka sama dia. Apalagi kalau dia deketin lo. Gue paling benci itu.

Egois memang, tapi gue cuma mau kalau gue lah temen lo. Cuma gue.

Hana meremas kuat buku biru tersebut. Matanya berkaca-kaca. Ya Tuhan, sejak kapan ia menjadi cengeng begini?

Ia berlari kencang keluar, tak peduli dengan panggil Tante Mei padanya. Ia tak peduli. Hana berlari ke jalanan, memanggil taksi, dan kembali ke rumah sakit.

Hana berlari seperti orang kesetanan. Ia membuka kamar Yoel, tidak ada siapapun. Rasanya ia bodoh karena hendak mencari Noe yang notabene hantu.

Tapi masa bodoh! Ia harus bertanya pada Noe.

Hana kembali keluar dan berlari tak tentu arah. Ia tak peduli kakinya membawa kemana. Ia tak peduli tatapan aneh dari orang-orang yang melewatinya.

Tanpa ia sadari, ia telah sampai di taman tempat Yoel tertabrak. Hana tetap memegang buku bersampul biru itu sambil mengatur nafasnya. Rekor, Hana berlari sekitar 2 km lebih.

Hana berjalan menyusuri taman itu. Sepi. Tidak ada yang berkunjung. Apalagi lampu yang menerangi hanya sedikit. Tapi beruntunglah, di tempat Hana berdiri ada lampu terang yang menyertai.

"Hai, Na."

Suara itu, suara yang sangat Hana kenali. Hana menoleh kebelakang, "Noe! Maksud lo apa!?" Teriaknya kesal. Ia hendak menyemprot Noe, tapi ia langsung diam saat melihat tubuh Noe semakin transparan.

Noe tersenyum, "Lo udah baca 'kan?" Tanyanya. "Itu yang sebenarnya. Gue baru ingat semuanya waktu lo di-bully kelas 11 kemaren. Maaf, gue gak bilang."

Mata Hana kembali berkaca-kaca, "Kenapa lo gak bilang?" Tanyanya lirih.

"Karena gue gak mau hilang. Gue masih mau bareng sama lo. Tujuan gue sebenarnya adalah bikin lo bahagia dan ingat sama gue, Na" jawab Noe, "Maaf."

"Lo jahat" ucap Hana, "Lo jahat."

"Iya gue jahat" balas Noe, "Gue gak mau hilang Hana. Gue bahkan gak tau kalau gue hilang nanti, jiwa gue bakal balik atau bakal melayang. Karena itu, selama masih ada waktu gue gak akan bilang."

Hana menatap Noe --atau Yoel-- Tubuh Noe semakin transparan. Air mata Hana mulai merebak keluar, "Gue minta maaf. Gue minta maaf."

"Buat?"

Hana diam dan hanya berjongkok sambil menutupi wajahnya. Ia tak sanggup meredam isakannya.

"Hana, gue paling gak suka kalau ada cewek nangis di depan gue" kata Noe, "Apalagi kalau itu lo. Sebelum gue menghilang, gue akan mengatakan sejujurnya. Gue suka lo Hana, gue sayang lo. Pacaran sama Ela itu cuma pelarian semata. Bahkan Bonyok marahin gue waktu gue bilang pacaran sama Ela. Mereka lebih memilih kalau gue sama lo."

"Gue tau" ucap Hana. "Gue tau lo suka sama gue. Gue udah baca."

"Nah, kalau gitu lo tau 'kan kalau gue bakal menghilang?"

Hana mengangguk ragu, "Gue tau."

"Hana, kalau gue benar mati jangan kabur" ucap Noe, "Jangan kabur. Jangan jadi orang yang gak berperikemanusiaan. Gue tau kalau lo bakal sedih karena gue gak ada. Tapi, jangan biarkan kesedihan itu membuat lo gak bisa mikir apalagi waktu ujian besok. Lo udah belajar, jadi jangan disia-siakan. Kerjain dengan baik dan wujudkanlah cita-cita lo."

"Jangan berkata seolah lo bakal benar-benar menghilang."

"Gue gak tau" balas Noe, "Ingat ya" lanjutnya sambil mengangkat tangannya ke atas kepala Hana, seakan mengelus kepala Hana.

"Plis jangan ngomong seakan lo mati" kata Hana.

"Gak ada yang tau. Hanya yang diatas yang tau."

"Plis, Yoel, apa lo gak bisa tinggal?"

"Gak bisa" jawab Yoel, "Gue berterima kasih karena lo udah suka sama gue. Bahkan lo udah jujur kalau lo suka gue secara gak langsung. Ah, gue pengecut ya."

Hana tidak peduli dengan ucapan Yoel. Ia justru menangis melihat Yoel yang mulai menghilang.

"Ingat kata-kata gue ya, Na. Jangan kabur."

Lalu menghilang. Yoel atau Noe sudah tidak ada.

Hana tak bisa menangis. Ia tak bisa. Jadi ia hanya duduk dengan pandangan kosong. Hana meremas erat jaket yang dipakainya.

Ia tak bisa melakukan apapun, jadi Hana hanya berjalan lunglai pulang ke rumah. Ia tak peduli dengan teman-teman Agil yang menatapnya heran.

"Kenapa deh dia?"

"Entah, tapi gue tau betul kalau ini ada hubungannya dengan hantu yang selalu mengikutinya."

Hana langsung menangis mendengar perkataan Tera. Kenapa ia baru bisa menangis sekarang? Ia benci terlihat lemah.

|<>|

I With the Ghost {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang