Empat

1.1K 86 0
                                    

Neo selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Dia ikut saat aku ke sekolah, saat aku di rumah, ataupun saat aku berbelanja makanan ringan di minimarket. Aku sedikit kesal saat dia merengek agar aku membelikannya makanan juga. Oh ayolah, dia hantu, mana mungkin bisa makan?

Bangkuku yang biasanya kosong, tidak lagi kosong bagiku. Neo selalu duduk di sebelahku dan terkadang memarahiku saat aku mengerjakan soal dengan jawaban yang salah.

"Lo bego apa gimana?" Sinis Neo, "Ini tuh jawabannya delapan, Hana. Udah jelas-jelas delapan malah lo tulis 2" katanya kesal.

Aku berdecak, "Iya, iya" kataku lirih agar anak-anak lain tidak mendengarnya. Ribet juga punya temen hantu yang pintar, apalagi lebih pintar dariku.

"Ah, lo 'kan emang selalu ogeb dari sananya" katanya.

"Bodo, bodo, bodo" gumamku berkali-kali, "Lo mah, pinter. Beda sama gue, udah deh diem aja" lirihku.

Aku jarang berinteraksi dengan Neo di sekolah. Karena aku tidak mau tambah di cap aneh. Di kelas ini, bahkan sekolah ini, hanya aku satu-satunya anak yang tidak memiliki teman sama sekali. Bahkan anak yang cupu saja punya teman walaupun hanya 1.

Aku menghela nafas. Neo langsung menatapku tajam, "Gak boleh buang napas terus-terusan, Hana" katanya dingin, "Kebiasaan jelek itu."

Ya, Neo selalu memarahiku kalau aku membuang nafas terus-terusan. Sama seperti Yoel. Aku menghela nafas lagi. Lagi-lagi Noe menatapku tajam, "Hana Zerlinda."

Aku berdecih pelan, "Iya, iya. Maap. Gak lagi, kok."

"Dibalik kata 'kok' biasanya ada kebohongan" kata Noe sambil berjalan diantara murid-murid yang serius mendengarkan penjelasan guru.

Ukkhh... kesel juga kalau punya temen bawel gini. Rasanya kuping bisa budeg kalau dimarahi terus setiap hari. Ganteng sih, tapi kalau lagi marah itu lho, sadis.

Aku tidak fokus pada guru dan malah memperhatikan Noe yang kini sedang berdiri di depan guru. Aku nyaris tertawa saat melihatnya menjulurkan lidahnya pada Pak Yus yang termasuk guru killer. Noe menggerakkan tangannya ke arah kanan-kiri tepat di deoan wajah Pak Yus yang sedang menjelaskan.

Bisa-bisa aku ketawa disini. Aku menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, biasanya kalau aku begini aku tidak akan ketawa lagi.

Kemudian bel berbunyi. Semuanya langsung keluar bersama, begitu juga Pak Yus. Hanya sedikit yang menetap di kelas. Aku keluar diikuti oleh Noe yang sekarang seperti bodyguard hantuku saja.

Aku memasuki perpustakaan. Neo langsung bermuka masam, "Kok lo suka tempat kayak ginian, sih?"

"Ada wi-fi gratis. Sepi lagi" kataku lalu mengambil asal salah satu buku.

Aku duduk di bangku panjang, membuka buku itu entah di halaman belakang lalu membuka HPku. Aku sudah terlalu sering kesini, aku juga dekat dengan penjaga perpustakaannya, jadi aku diberitahu password wi-finya.

Noe menatapku datar, "Lo aneh ya. Buka buku tapi main HP."

Aku menjulurkan lidahku, "Bodo amat" kataku lalu kembali fokus untuk membaca cerita di aplikasi bergambar W.

Noe berdecak. "Lo gak nyari ide biar ingatan gue balik, gitu?" Tanyanya heran.

Aku menggeleng sambil men-scroll layar Hpku, "Gue gak kenal lo, gimana gue mau bantu lo?"

"Ya, seenggaknya cari ide gitu" kata Noe sedikit kesal. Mungkin aku terlalu cuek ya? Sudahlah, bodo amat.

Aku menghela nafas, "Lo sukanya ganggu ya. Oke, nanti kita cari rumah orang tua lo" putusku final.

I With the Ghost {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang