Hana terbangun dengan mata sembab. Kejadian kemarin, masih berbekas di ingatannya. Ia melirik jam, pukul enam kurang lima. Hari ini, sekolahnya mengadakan ujian untuk mendapat beasiswa ke Inggris.
Ia berjalan lunglai ke kamar mandi. Ia mandi, memakai seragam, mempersiapkan tasnya, dan berjalan turun ke bawah. Ia mengabaikan pandangan kasihan Agil, Bunda, dan Ayah.
"Hana, kamu bener mau ikut ujian?" Tanya Ayah.
Hana mengangguk, "Udah belajar. Udah daftar juga. Kalau gak dilakuin sayang" kata Hana datar.
"Tapi gak ikut gak papa lho" kata Bunda.
Hana hanya diam. Bunda menghela nafas, "Yaudah. Kamu diantar Agil aja ya?"
Hana mengangguk dan mengambil selembar roti tawa. Ia menatap Agil yang duduk manis di depan TV memakai baju santai --Yang libur mah bebas-- "Anter gue."
Agil mengangguk dan berjalan menuju mobilnya. Hana mendudukkan dirinya di samping Agil. Tidak ada ekspresi di wajah Hana. Tidak ada ekspresi datar, dingin, atau apapun itu. Yang ada hanya pandangan kosong.
"Na, lo yakin gak papa?" Tanya Agil ragu.
"B'risik" desis Hana, "Diam lo."
Buset dah. Galak amat batin Agil. Rasanya ia ingin berkata, "Galak amat, neng." Tapi tidak mungkin. Kakau Agil berkata seperti itu, ia hanya akan kena semprot dan pukulan. Jahat memang Hana.
Hana turun di sekolah yang tidak terlalu ramai. Tentu saja, yang masuk hanyalah kelas 12 saja. Anak-anak yang tidak ikut ujian beasiswa mendapat penjelasan tentang kampus yang dipilihnya.
"Hana!" Panggil Vella.
Hana hanya meliriknya saja dan lanjut berjalan ke kelasnya. Ia tau, seharusnya ia tidak menyueki Caca dan Vella. Tapi, Hana sangat-sangat badmood hari ini. Ia tidak ingin diganggu, sangat-sangat tidak ingin diganggu.
"Dia kenapa?" Tanya Vella.
"Gue gak tau" jawab Caca.
Hana menang belum memberitahukan tentang Yoel kepada mereka berdua. Ia akan memberitahukannya nanti.
"Na? Hana?" Tanya Caca sambil menggoyang-goyangkan telapal tangannya di depan wajah Hana.
"Minggir" ucap Hana datar.
Caca langsung menarik tangannya, "Sori. Lo mau ke kelas 'kan?" Tanyanya.
Hana mengangguk, "Kelas IPA 'kan buat ujiannya?"
Caca hanya mengangguk dan melambaikan tangannha pada Vella, "Dah, Vel!"
Vella hanya mengangguk, "Ketemu di kantin ya!"
Hana dan Caca berjalan menuju kelas IPA. Yang mengikuti ujian beasiswa cukup banyak. Semua kursi sudah ditempati, kecuali kursi di depan meja guru.
"Kok kita kebagian kursi ini sih?" Dumel Caca kesal.
Hana tidak menanggapi dan duduk di bangku bagiam dalam. Caca menatap Hana khawatir, firasatnya mengatakan kalau terjadi sesuatu dengan Hana.
"Na, are you okay?" Tanyanya.
Hana menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan. Ia menggeleng, "No."
"Kenapa?" Tanyanya.
Saat Hana ingin menjelaskan kejadian kemarin, dua orang guru datang. "Gue bakal jelasin nanti."
"Okay."
Hana menatap soal yang di berikan guru tersebut. Ia tak bisa mencerna isi soalnya. Pikirannya kosong, ia tak bisa berfikir apa pun.
"Hana kalau gue menghilang, jangan biarkan kesedihan lo membuat lo menjadi orang yang gak punya semangat. Jangan biarkan kematian gue membuat lo gak bisa ngerjain ujian. Lo udah mempersiapkan semuanya. Kerjain dengan baik, oke?"
Hati Hana mencelos mengingat perkataan Noe. Entah kenapa ia dapat merasakan kembali kehangatan saat Noe menepuk kepalanya.
Ia menahan air mata yang hendak keluar. Hana menarik nafas lalu mulai mengerjakan soal itu.
|<>|
Hana duduk berhadapan dengan Vella dan Caca yang menatapnya penuh tanda tanya.
"Jadi, kenapa lo bisa dateng ke sekolah dengan aura gelap, dan mata sembab?" Tanya Vella.
Hana menunduk, "Noe hilang" katanya singkat.
"Apa?" Tanya Caca dan Vella tak percaya.
Hana menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya, "Noe hilang Ca, La. Noe hilang dan Yoel mati. Noe dan Yoel itu orang yang sama! Dan gue sama sekali gak menyadari hal itu. Bahkan gue gak pernah baik ke Noe ataupun Yoel. Gue bahkan belum sempat minta maaf ke Noe!"
Vella dan Caca diam. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Vella dan Caca tidak mengenal Yoel, mereka hanya pernah melihat Yoel sekali. Tapi satu hal yang mereka tau, Yoel orang yang sangat berarti bagi Hana.
"Gue gak sadar kalau Noe itu Yoel, La! Gue gak pernah baik ke Noe, Ca! Kalian tau 'kan kalau gue selalu marahi dia."
Vella menyentuh bahu Hana, "Na, i know what you're feel. Gue juga pernah mengalami hal itu. Tapi, maaf gue gak bisa berbuat banyak tentang kematian Yoel."
Hana menggeleng, "Gue gak minta kalian berbuat sesuatu."
Vella dan Caca hanya diam dan tetap mendengarkan ocehan Hana. Banyak anak yang menatap Hana takjub, mereka tak pernah menyangka cewek segalak Hana bisa menangis juga.
"Kalau aja gue bisa ketemu Noe lagi" ucap Hana lirih. Ia mengangkat wajahnya dan menghapus air matanya, "Gue bakal sangat berterima kasih."
Setelah itu Hana pergi ke kamar mandi meninggalkan Caca dan Vella yang masih terpaku di kantin. Ia memasuki salah satu bilik dan berjongkok, ia menangis.
"Gue minta maaf Noe, gue minta maaf" gumam Hana berkali-kali.
Ia menutup mulutnya agar suara isakannya tidak terdengar terlalu keras. Ia menyesal dan merutuki dirinya berkali-kaki sebagai sahabat yang paling buruk.
Semua orang benar, dirinya seorang pembunuh.
|<>|
KAMU SEDANG MEMBACA
I With the Ghost {END}
Teen FictionAku tak pernah menyangka akan bertemu dengan makhluk seperti ini.