duapuluh

651 26 0
                                    

Ruang tunggu didepan ruang operasi ini terasa begitu tegang. Abraham berdiri didepan pintu operasi dengan tatapan cemas. Caroline masih menangis dipelukan Zefan. Zarfan tidak bisa tenang dari tadi ia terus saja bolak balik kesana kesini. Sedangkan Zafran menyenderkan tubuhnya ke dinding sambil memejamkan matanya dan tak terasa air mata mengalir perlahan. Reva sama seperti Caroline ia sedang menangis dipelukan Gio. Tak ada yang bicara, hanya ada suara sepatu orang yang lewat dan suster yang keluar masuk ruang operasi. Setengah jam berlalu, dokter belum juga keluar membuat keluarga itu semakin khawatir. Namun beberapa menit kemudian dokter keluar dengan masih memakai pakaian serba hijau.

"Bagaimana dok?"tanya Abraham langsung.

"Pasien yang tertabrak truk tidak mengalami luka serius, tapi ginjalnya bermasalah. Apa ia mempunyai kelainan pada ginjalnya?"tanya dokter itu.

"Iya. Salah satu ginjalnya tak berfungsi dok. Bagaimana keadaannya?"kali ini yang bicara adalah Caroline.

"Sebenarnya tak ada luka serius bagi pasien yang tertabrak tapi karena benturan keras tersebut, ginjalnya menjadi rusak dan harus segera dilakukan donor ginjal"jelas dokter.

"Kalau begitu lakukan dok. Apapun untuk putri saya"ucap Abraham.

"Tidak bisa. Kami belum menemukan ginjal yang cocok untuknya. Jika sampai besok belum ada donor ginjal, keadaannya akan semakin memburuk"tambah dokter.

"Lalu bagaimana dengan pasien yang tertembak dok?"tanya Zafran tiba tiba dan langsung mendekat ke arah dokter.

"Nah ini yang saya khawatirkan. Pasien tertembak pada bagian dadanya. Kami sudah berhasil mengeluarkan peluru dari tubuhnya tapi..."jelas dokter menggantungkan kata katanya.

"Tapi apa dok?!"tanya Zafran atau lebih tepatnya membentak.

"Peluru itu berhasil melukai paru parunya. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi pendarahan di paru-parunya belum bisa dihentikan. Maka dari itu kami akan mengoperasinya dan Pasien membutuhkan banyak darah, kami membutuhkan 5 kantong darah golongan AB- dan kami hanya mempunyai 2 kantong saja. Kami masih membutuhkan 3 kantong lagi"jelas dokter membuat seluruh orang yang ada disana menutup mulut tak percaya.

"Golongan darah saya AB- dok. Saya akan mendonorkan darah saya"ucap Reva.

"Sus, tolong bawa dia"ucap dokter dan Reva langsung ikut dengan suster.

"Apa kami boleh melihatnya dok?"tanya Caroline.

"Untuk pasien yang tertabrak boleh tapi hanya satu orang saja. Namun untuk yang tertembak belum bisa, kalian hanya bisa melihatnya dari balik kaca. Kalau begitu saya permisi dulu"jawab dokter lalu beranjak dengan sedikit tersenyum getir. Mereka lupa padanya.

"Tante Om, boleh saya melihat Zea?"tanya Zafran sopan.

"Tentu saja nak. Silahkan"jawab Abraham

Zafran tersenyum dan segera masuk keruang ICU. Mereka memang sudah dipindahkan dari ruang operasi ke ruang ICU. Zafran hanya bisa melihat Zea dari balik kaca kamar Zea. Tangannya menyentuk kaca seolah sedang memegang tangan Zea. Matanya berair menatap mata terpejam milik Zea.

"Bangun Ze. Lo harus sembuh"ucapnya bergetar. Ia menunduk dan mengedipkan matanya membuat air mata jatuh membasahi bajunya.

"Cuma lo. Cuma lo satu satunya cewek yang bisa bikin gue nangis kaya gini setelah mama. Lo harus sembuh Ze, gue ngga bisa liat lo kaya gini. Lo bahkan belum jawab perasaan gue. Gue sayang sama lo Ze. Jadi please bangun dan bilang lo juga sayang sama gue"lanjutnya. Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Lalu mengusap air matanya.

"Yaudah, gue pergi dulu. Pokoknya lo harus bangun, biar gue bisa jitak kepala lo itu. Dasar bego"ucap Zafran dengan senyum getir.

Kemudian ia keluar dari kamar itu, setelah ia keluar semua mata tertuju padanya. Entah apa yang dipikiraknnya, ia berlari kearah Zarfan dan memeluk saudara kembarnya ini. Zarfan hanya diam, ingatannya kembali ke saat dimana mamanya meninggal. Zafran melakukan hal yang sama, mememeluk dan menangis padanya.

Different TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang