duapuluhsatu

653 27 0
                                    

Zafran segera berlari menuju ruang operasi. Ia yakin Zea masih hidup. Ia tak mau kehilangan gadisnya. Dengan keras ia membuka pintu operasi, terlihat dokter itu masih berada di dalam. Dokter yang tadi Zafran tonjok, ia masih didalam. Dokter itu memang masih muda mungkin usianya sekitar 27 tahun. Ia langsung menjadi pusat perhatian disana, perawat disana bahkan ada yang mengedipkan matanya pada Zafran membuatnya bergidik ngeri karena perawat itu bukanlah wanita. Ia adalah perawat pria.

Ia alihkan pandangannya ke arah perempuan yang terbaring lemah di ranjang ruang operasi ini. Ia ingin mendekat tapi dokter tadi menghalanginya. Emosinya kembali tersulut.

"Lepas!"

"Saya perlu bicara"

"Apa? Bicara apa? Anda memang bukan dokter yang baik. Bagaimana bisa anda membuat dia meninggal!"bentak Zafran dengan mata yang mulai memerah.

"Bisakah kamu tenang sedikit. Ini rumah sakit bukan rumah kamu"jawab dokter itu tenang.

"Bagaimana saya bisa tenang. Wanita yang saya cintai mati. Dan itu karena anda!!"bentaknya lagi. "Dia bahkan belum menjawab pertanyaan saya"ucapnya memelan dan menunduk.

"Siapa bilang dia mati?"ucap dokter itu santai membuat Zafran kembali menatap dokter itu tajam.

"Apa?"tanyanya.

"Siapa yang mengatakan kalau dia sudah meninggal?"ulangnya dengan kosa kata yang lebih baku.

"Jadi dia belum..."

"Belum. Saya hanya mengatakan kalau Tuhan berkehendak lain, bukan berarti meninggal kan. Kalian salah faham dengan apa yang saya ucapkan. Untuk lebih jelasnya mari ikut keruangan saya"jelas dokter itu. Zafran hanya diam, lalu melihat lagi perempuan itu. Benar, ia masih bernafas, detak jantungnya masih terdengar oleh monitor, hanya saja wajahnya sangat pucat dan banyak selang yang menempel di tubuhnya.

"Ayo"ajak dokter itu.

"Anda tidak tanya saya ini siapanya Zea?"tanya Zafran heran karena biasanya jika ini menyangkut keadaan pasien hanya anggota keluarganya yang boleh tau.

"Saya tau kamu siapa. Kamu yang bilang kalau dia wanita yang kamu cintai jadi sudah pasti bahwa dia kekasihmu. Benar?"tanya dokter itu dengan wajah mengejek.

"Bukan. Eh mungkin belum"

"Haha... semoga setelah dia sadar dia segera menjawab pernyataan cintamu ya. Silahkan masuk"ucapnya lalu mempersilahkan Zafran masuk ke ruangannya.

Ruangan ini terlihat bersih dengan cat warna putih dan sangat rapi. Semua berkas dan kertas tertata rapi di lemari. Sedangkan di mejanya hanya ada beberapa map dan tempat pulpen serta.... sebuah foto. Sebuah foto yang menggambarkan seorang lelaki tengah merangkul perempuan yang mungkin seumuran dengannya dan seorang perempuan lagi tengah merangkul lelaki itu, tapi kali ini terlihat lebih tua. Mereka terlihat bahagia. Tunggu... Zafran seperti mengenal wajah perempuan yang lebih tua. Seperti familiar.

"Mau sampe kapan disitu? Ayo duduk"ucap dokter membuat lamunan Zafran buyar. Lalu ia segera duduk.

"Sebelum saya jelaskan boleh kita kenalan dulu"ujar dokter itu sambil mengulurkan tangannya. Zafran melihatnya penuh curiga ia jadi teringat perawat tadi. Tapi segera ia singkirkan pikiran itu. Sudah jelas jelas dokter itu mempunyai pacar, dua lagi. Pikirnya. Ia segera membalas jabatan tangannya.

"Zafran"

"Kevin. Kevin Kenan Pratama"

"Langsung aja dok"

"Oke. Jadi gini ceritanya ...."

Flashback on

Saat Zea dan Fira masuk ke ruang operasi, Zea masih sedikit sadar. Ia melihat Fira yang berlumuran darah dan tak sadarkan diri. Namun kesadarannya hilang ketika seorang suster menyuntikan obat bius kepadanya. Setelah operasi pengeluaran peluru dari tubuhnya selesai, beberapa menit kemudian Zea tersadar dan membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah seorang dokter muda yang tampan. Pikirannya kembali ke saudara kembarnya.

Different TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang