Backsound: Shawn Mendes - Kid in Love
Brukkk
Seorang gadis yang tengah menyusuri koridor berlari ke sumber suara.
"Yaampun lo gak papa 'kan? Lagian lo bawa buku banyak gini sendirian. Sini gue bantu."
"Ga-gak usah kak. Aku bisa sen.sendiri kok," cewek nerd itu menjawab dengan gugup karena tidak menyangka bahwa seorang cucu pemilik yayasan sekolah bisa berlutut di lantai sekolah dan merelakan roknya kotor oleh debu halus hanya untuk menolongnya.
"Udah gak papa sini gue bantuin."
Cewek nerd tersebut akhirnya mengangguk samar. "M-makasih kak Cindy."
Ya.
Begitulah dia. Cindy Ulva Prisilia. Siapa yang tak mengenalnya? Seantero SMA Nusa Bangsa dari kelas 10 sampai kelas 12 bahkan mengenal gadis ini.Kakeknya adalah pemilik Yayasan SMA tersebut. Seperti anak kebanyakan yang orang tua atau kerabatnya memiliki jabatan tertinggi di sekolah mereka, Cindy bisa saja sombong dan berperilaku semaunya. Namun itu tidak akan Cindy lakukan, ia lebih memilih tetap merendah dan tetap ramah pada siapapun.
Memasuki kelas dengan senyum merekah memang sudah menjadi kebiasaan Cindy. Tanpa ia sadari, ia selalu menyita perhatian saat memasuki kelas. Teman-temannya selalu memandang Cindy dengan tatapan kagum.
Tak terkecuali mata elang yang dimiliki oleh sosok tenang yang duduk di bangku paling belakang di kelas.
"Hi girls," Cindy menyapa dua orang yang sedang sibuk dengan masing-masing ponselnya itu.
"Darimana lo Cin? Tumben baru sampai," tanya Diana
"He.e biasanya lo on time, jam 6.45 udah duduk manis di kelas," timpal Tiara.
"Hehe gue tadi ada urusan bentar."
"Urusan apaan?".
"Itu gu---".
"Bantuin cewek nerd yang kesusahan bawa buku," Sahut seseorang dari arah pintu yang berjalan mendekati mereka.
Lantas mereka pun menoleh ke sumber suara.
"Ya 'kan Cin?".
Cindy mengangguk.
"Nisa, telat lagi lo."
"Yeee enggak. Gue itu tadi ke ruangan bu Evi ngumpul tugas hukuman dan sebelum gue masuk ruangannnya gue sempet liat Cindy nolongin adek kelas," Nisa menjawab dengan logat tomboynya.
Lalu mereka mengangguk menandakan paham dengan penjelasan Nisa.
◻
Sepanjang jalan menuju kantin, Cindy yang berjalan bersama ke tiga sahabatnya itu sesekali membalas senyuman para siswa atau siswi yang menyapanya.
Ketiga sahabatnya sudah hafal betul dengan kejadian seperti ini. Karena kecantikan Cindy tak jarang juga ada siswa yang menggodanya, namun Cindy hanya menganggap itu candaan antarteman lalu senyuman manisnya lah yang ia beri sebagai balasan untuk mereka.
"Biar gue sama Tiara aja yang pesen. Lo berdua pesen apa," tawar Nisa sesampainya mereka di kantin.
"Gue es teh sama batagor aja Nis".
"Gue apa ya?" Diana tampak berpikir sejenak. "Em gue bakso sama jus mangga aja deh."
"Ok gue pesen dulu."
Cindy dan Diana mengangguk lalu mengambil tempat duduk di sudut kantin.
Diana berkecimpung di akun instagramnya sembari menunggu Nisa dan Tiara. Sedangkan Cindy duduk diam sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin.
Ada satu sosok yang mengunci pandangan Cindy sejenak. Sosok yang tenang. Memakan makanannya tanpa ekspresi. Tatapannya hanya tertuju pada piring di mejanya seakan tak ada ruang lagi untuk dia memandang.
Jelas sosok itu adalah teman sekelasnya. Namun Cindy jarang sekali melihat sosok itu tersenyum atau berbicara. Ia suka menyendiri. Bahkan teman sebangkunya pun nyaris tak pernah melihat ia tersenyum.
Wajah tenangnya selalu membuat Cindy tak jarang curi-curi pandang ke arahnya. Acap kali Cindy bertanya-tanya dalam benaknya tentang seperti apa kehidupan di balik wajah tenang tanpa ekspresi seorang David Rahadian.
◻◻◻◻
Vote jika anda menyukai ceritanya ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Je T'aime[END]
Teen Fiction.....hingga pada suatu hari, kisah mereka harus terjeda bahkan sebelum sempat dimulai. "Je T'aime" Terlambatkah kata itu terucap di antara kita?