Tak apa
Genggam saja dulu patahan-patahan hati yang kau punya. Sesekali seseorang memang harus menjadi peternak luka agar bisa menata ruang bahagia.
Awan pagi ini terlihat sedikit mendung. Terhitung tujuh hari berlalu sejak keputusan yang membuat hari-hari Cindy kelabu tanpa keindahan senyumnya. Setiap hari itu juga, gadis itu hanya berdiam diri di kamar. Tak seceria dulu, tatapannya selalu kosong.
Detik-detik kepergiannya menuju mega country France hanya tinggal hitungan jam. Namun Cindy masih saja berharap bahwa ini hanya mimpi buruk baginya, lalu dia akan akan terbangun dari sana dan semuanya akan baik-baik saja.
"Sayang."
Seseorang duduk di samping Cindy di pinggir tempat tidur. Wanita tersebut menggenggam tangan putrinya yang sebentar lagi akan berjauhan dengannya. Cindy bisa merasakan sentuhan itu dan itu membuat Cindy kembali di sadarkan bahwa ini semua bukan mimpi buruk yang akan segera berakhir.
Gadis itu memikirkan jika mulai besok dia tidak akan melihat matahari terbit di ibu kota lagi hingga batas waktu yang cukup lama. Dia akan merindukan sahabat-sahabatnya yang bahkan belum tahu jika Cindy akan melanjutkan sekolah ke Paris. Cindy tahu Diana dan Tiara pasti akan kecewa sekali jika Cindy tidak memberitahunya.
Ada juga yang sangat memenuhi ruang pikir Cindy saat ini. Ya, sudah bisa ditebak itu tentang David. Sebentar lagi dia tidak akan lagi melihat wajah datar dari cowok tersebut. Dia juga tidak akan merasakan getaran dalam hatinya setiap kali berdekatan dengan David.
Cindy bertanya-tanya dalam benaknya, apakah David akan merindukan dirinya saat tahu bahwa Cindy telah sudah tidak berada di Indonesia?
Gadis itu meringis.
"Memang gue siapanya? Kepergian gue gak akan memengaruhi kehidupan dia. Dia cuma nganggep gue temen, dan gak lebih," ucapnya dalam hati.
Hati Cindy terasa ngilu saat mengingat bahwa kisahnya dengan David akan selesai sampai di sini bahkan sebelum sempat di mulai.
"Sayang, kamu harus makan. Ini mama bawain nasi goreng kesukaan kamu."
Cindy menggeleng.
"Kamu harus makan sayang. Semalem kamu udah gak makan, mama takut kamu sakit. Nanti malam 'kan kamu berangkat. Atau mama bilang bang Marvel untuk cariin kamu martabak ya? Kamu pasti mau 'kan?" Liana tak henti-hentinya membujuk anak gadisnya untuk mengisi perutnya. Sebab sejak hari itu, Cindy selalu hanya makan sedikit. Bahkan sangat sedikit.
Cindy kembali menggeleng.
Liana menghela nafasnya. "Jangan seperti ini sayang. Jangan buat mama sedih. Mama gak akan tenang kalau kamu pergi seperti ini."
"Kenapa mama gak cegah Cindy pergi?" Pada akhirnya Cindy membuka mulut walau tatapannya masih kosong.
"Andai mama bisa, mama akan cegah kamu sayang. Andai mama bisa milih, mama akan ikut bersama kamu. Tapi kamu tahu 'kan gimana opa kamu? Mama sama papa gak punya pilihan sayang," Liana terisak.
Cindy menoleh menatap wajah sang mama yang telah dibasahi oleh cairan hangat.
"Maafin aku ma, kalau selama ini Cindy nyusahin mama, papa, sama bang Marvel,"
Liana menggeleng. "Enggak sayang, kami semua gak merasa kamu repotin, kami semua sayang sama kamu."
"Suapin Cindy ma. Karena Cindy akan sangat merindukan momen ini."
Dengan cepat Liana menghapus air matanya dan mulai menyendokkan sesuap nasi goreng ke mulut Cindy. Air mata Cindy kembali luruh saat melihat sang mama menyuapinya dengan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Je T'aime[END]
Teen Fiction.....hingga pada suatu hari, kisah mereka harus terjeda bahkan sebelum sempat dimulai. "Je T'aime" Terlambatkah kata itu terucap di antara kita?