Sunday (2)

204 13 0
                                        

Backsound: It Ain't Me - Kygo & Selena Gomez

"Mau ke mana kamu?".

David rasa, suara berat itu tak akan pernah terdengar hangat di telinganya. Suara yang dingin. Keras. Tidak suka basa-basi. Disiplin.

Sifat itulah yang menjadikan seorang Reksa Rahadian disegani semua orang. Mulai para pegawainya, rekan bisnisnya, hingga tak sedikit para pejabat yang berhubungan baik dengannya, sangat kagum atas kerja keras, kedisiplinan, kejujurannya dalam berbisnis yang membuat nama Reksa Rahadian semakin sudah tak asing lagi di dunia bisnis Indonesia dan beberapa negara.

Hebat. Terkesan hebat memang.
Sebab itulah Reksa Rahadian ingin seseorang yang benar-benar terbaik untuk meneruskan nama baiknya kelak.

Tadinya, sama seperti Riana--istrinya, beliau sangat membanggakan Sam untuk menjadi penerusnya. Namun semuanya runtuh karena Sam ternyata telah mempermalukan nama baiknya dengan dikeluarkan dari sekolah karena ulah buruknya.

Jelas saja, itu membuat seorang Reksa Rahadian malu tiada tara. Hingga dia marah besar pada Sam dan menyuruhnya untuk pergi dari rumah bahkan Reksa juga mengatakan bahwa Sam bukan lagi anaknya.

David berpikir, ternyata sebuah citra besar yang melekat pada nama seseorang bisa membuat orang tersebut tak segan menyingkirkan siapapun yang merusak citranya sekalipun itu adalah anak kandungnya sendiri.

Namun akhirnya David sedikit menghilangkan pikirannya itu, sebab sang papa sudah menyesali perbuatannya dengan mencoba berusaha mencari keberadaan Sam.

"Gor pa," jawabnya tanpa menoleh ke arah sang papa.

"Papa dengar, besok kamu ujian akhir semester."

David mengangguk.

"Bagus. Setelah ujian kamu berakhir, kamu akan bantu papa di kantor saat liburan tiba."

"Iya."

Mulut mengiyakan, namun hati dan otak? Jika David bisa memilih, ia lebih memilih menjadi seorang atlet atau pemain musik seperti apa yang dihobikannya selama ini daripada harus menjadi penerus papanya.

Namun ia tidak diberi opsi lain oleh Reksa. Sebab Reksa adalah seseorang yang angkuh. Apapun yang dia katakan pada anaknya harus terlaksana. Seakan semua kata yang terlontar dari mulutnya adalah sebuah keputusan yang tidak bisa diubah.

"David berangkat."

Tidak ingin berlama-lama dalam situasi tegang itu, David memutuskan untuk segera meninggalkan istana megah yang sangat terasa dingin baginya ini.

Bukan karena volume AC terlalu tinggi atau karena udara setelah guyuran hujan di pagi hari, namun karena semua sikap dingin sang penghuni istana yang tak pernah bisa berkomunikasi secara santai dan hangat seperti kebanyakan keluarga di luar sana.

Cindy menuruni mobil dengan penuh semangat saat tiba di sebuah gor khusus untuk bermain tennis

Pada weekend seperti ini, gor ini memang selalu ramai. Namun gor ini cukup luas hingga bisa menampung puluhan orang yang akan bermain tennis

"Udah lama banget gue gak ke sini bang."

"Yaudah makanya sekarang ayo masuk."

Cindy mengangguk dan berjalan beriringan dengan Marvel.

Tampak sudah banyak orang yang tengah bermain saat Cindy dan Marvel memasuki gor tersebut.

"Redi mana ya," bingung Marvel sambil celingukan seperti mencari seseorang.

Cindy mengerutkan dahinya. "Redi?".

Je T'aime[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang