Backsound : Bruno Mars - Just the Way You are
Kursi berbahan besi dengan cat warna hijau dan putih ini sudah nampak biasa untuk diduduki seorang Deon Richard Permana.
Namun bagi David? Mencium aroma lemon dari pendingin ruangan ini saja tak pernah terpikirkan olehnya.
Baginya, cukuplah hanya menjadi siswa yang biasa-biasa saja. Tak perlu banyak teman yang penting tak punya masalah dengan siapapun. Meskipun begitu, ia tidak menyesal karena harus menghajar Deon pagi ini. Sebab, bagaimana bisa dia membiarkan Deon melakukan hal semena-mena terhadap seorang gadis di hadapannya. Apa Deon tidak punya mama dan saudara perempuan? Begitu pikir David.
Dia juga tahu bahwa setelah aksi heroic nya itu mungkin anak kepala sekolahnya ini tak akan membiarkan dia bersekolah di Nusa Bangsa dengan tenang. Atau bahkan di luar sekolah Deon bisa saja membalas dendam, namun David tidak sama sekali memusingkan hal itu.
Kedua siswa ini menunduk duduk di hadapan wanita paruh baya berkacamata dengan tampang yang sudah tidak lagi bersahabat.
"Deon Deon, ini hari pertama kamu masuk sekolah setelah di skors dan kamu sudah membuat ulah lagi?" Bu Berliana memulai kultumnya.
"Kamu tahu, ayah kamu tidak akan bisa menolong kamu jika kamu nantinya tidak lulus karena kelakuan kamu yang sangat sangat minus?".
Deon hanya menghela nafasnya. Hapal betul dia dengan ucapan-ucapan guru berambut ikal di depannya ini. "Dia yang mukul saya duluan bu?!" Balasnya tak terima.
David hanya diam.
"Kekerasan di sekolah itu 'kan dilarang bu. Keluarin aja dia karena udah melanggar larangan," tambah Deon dengan nada tidak tahu dirinya.
"Tutup mulut kamu!" Bentak Bu Berliana. "Ibu tahu betul siapa David. Dia tidak neko-neko seperti kamu. Kalau kamu tidak melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan seorang pelajar pada Diana, mungkin David tidak akan membuat kamu penuh lebam seperti ini."
"Kamu ingat apa yang telah kamu perbuat pada Nisa dulu, ingat?!".
Suara wanita yang telah menjabat sebagai guru BK belasan tahun itu meninggi. "Bagaimana mungkin anak seorang kepala sekolah melakukan hal menjijikan seperti itu," cibirnya.
Dalam hati Deon ingin sekali menonjok guru yang ditakuti oleh semua siswa ini.
"Beruntung senin besok sudah UAS. Kalau tidak, siap-siap saja kamu tidur-tiduran di rumah lagi."
Bu Berliana menatap tajam ke arah Deon yang menunduk. Meskipun terlihat seperti merutuki kesalahannya, namun beliau tahu bahwa itu hanya formalitas belaka dan Deon akan melakukan kenakalan yang sama besoknya.
"Hukuman apapun tidak akan mempan untuk kamu, selain jeruji besi," kata Bu Berliana dan itu membuat Deon tercekat.
"Seharusnya Nisa waktu itu bisa saja menjebloskan kamu ke bui. Hanya saja, dia berpikir mau ditaruh mana harga dirinya jika berita seperti itu tersebar."
Deon sangat jengah di sini. Ingin sekali dia membanting kursi tempat dia duduk dan langsung meninggalkan ruangan ini. Sementara David hanya duduk mematung.
"Ini terserah kamu," guru itu memberikan selembar kertas lengkap dengan penanya dan Deon mengambilnya untuk melihat apa isinya. Jelas itu membuat Deon menegang di kakinya dan membulatkan matanya. Melihat isi kertas tersebut, membuat Deon tahu bahwa ayahnya yang seorang kepala sekolah itupun tak akan bisa menyelamatkannya dari ancaman Bu Berliana.
"Kali ini, kamu ikuti aturan saya atau
.." Guru BK itu tersenyum simpul sejenak."Atau kamu, berakhir sia-sia di sel".

KAMU SEDANG MEMBACA
Je T'aime[END]
Teen Fiction.....hingga pada suatu hari, kisah mereka harus terjeda bahkan sebelum sempat dimulai. "Je T'aime" Terlambatkah kata itu terucap di antara kita?